SELF CONTROLLING
(PENGENDALIAN DIRI)
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Emotional Spiritual
Quotient (ESQ)
Dosen Pengampu : Dr.
Sulaiman Al-Kumayi, M.Ag
Disusun oleh :
LUKMAN HAKIM (124411026)
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Dalam lingkup ESQ ada yang namanya Personal Strength /
ketangguhan pribadi yaitu yang terinspirasi dari Rukun Islam. Salah satu dari
bagian Personal Strength adalah Self Controlling yaitu
pengendalian diri.
Tujuan akhir dari pengendalian diri yang dilatih dan dilambangkan
dengan puasa sebenarnya adalah mencapai sebuah keberhasilan, bukan merupakan
sebuah pelarian diri dari kenyataan hidup di dunia yang seharusnya dihadapi.
Selama ini, begitu banyak orang yang menganggap bahwa puasa adalah “menihilkan”
dunia nyata, yang akhirnya menghasilkan orang-orang yang mengabaikan realitas
kehidupan, lari dari tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab sosialnya, tanpa
melakukan suatu perjuangan sebagai rahmatan lil alamin, yaitu suatu tugas yang
telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia sehingga ia dijuluki sebagai ‘khalifah’
oleh Tuahnnya.
Tujuan puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri”, dalam arti yang
sangat luas. Menahan diri dari belenggu ego duniawi yang tidak terkendali dan
keluar dari garis orbit, atau nafsu bathiniah yang tidak seimbang. Kesemuannya
itu, apabila tidak diletakkan pada pusat orbit yang benar akan berakibat pada
ketidakseimbangan hidup kemudian akan berakhir pada kegagalan dan kehancuran.
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
cara meraih kemerdekaan sejati?
2.
Bagaimna
cara memelihara God Spot?
3.
Bagaimana
cara mengendalikan suasana hati?
4.
Bagaimana
psikoterapi melalui puasa?
III.
PEMBAHASAN
A.
Meraih
Kemerdekaan Sejati
Dorongan (keinginan/nafsu) fisik
atau batin secara berlebihan akan menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan
menutup God Spot. God Spot adalah kejernihan hati yang merupakan
sumber suara Ilahi yang selalu membimbing dan memberikan informasi penting
untuk keberhasilan dan kemajuan seseorang. God Spot yang tertutup oleh
nafsu fisik dan batin yang tidak seimbang akan menutup hati seseorang dan
menjadikannya “buta hati”. Ia menjadi seseorang yang tidak mampu membaca
kondisi batiniah dirinya sendiri dan juga lingkungannya secara obyektif. Dengan
kata lain, ia menjadi asing dengan dirinya sendiri dan juga lingkungannya.
Hal diatas terjadi karena radar hati
yang tertutup oleh ego. Ia menjadi tuli dan buta, sehingga tidak lagi
mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, karena baginya, kebenaran
adalah apabila ia mengikuti “ego” pribadinya. Namun apabila ia telah terbebas
dari ego itu, hatinya kembali menjadi “terang”, suara hati akan kembali bekerja
untuk memberikan informasi dan bimbingan ‘maha’ penting untuk meraih
keberhasilan dengan cara yang sesuai dengan kehendak hati nurani manusia dan hukum
alam.[1]
Ego akan cenderung mengambil jalan
pintas untuk mencapai suatu keberhasilan dan akan menciptkan suatu landasan
yang rapuh dan berbahaya yang justru akan menghantam balik dirinya. Ia mungkin
tahu telah melakukan suatu kesalahan yang merugikan orang lain, tetapi belenggu
egoisme telah menutup mata dan telinganya.
Terkadang, ego yang menutupi suara
hati spiritual seseorang dipengaruhi oleh persepsi atau cara pandang yang
salah. Jadi, cara pertama agar seseorang dapat menembus belenggu yang menutupi
ego tersebut adalah dengan merubah cara pandang atau persepsinya. Untuk
memperoleh sesuatu yang lebih bermakna, manusia harus belajar melihat sesuatu
secara terpadu (integral) dan menyeluruh (hostilities). Kebiasaan
melihat hutan dari pohon-pohonnya saja harus dilengkapi dengan memandang hutan
dari atas atau dari luar.[2] Misalkan
kisah seorang bos yang melihat pegawaianya duduk di pojokan sambil menekuk
kakinya di atas meja. Ia merasa kelakuan karyawannya itu kurang sopan. Lalu ia
dekati karyawan itu dan mendehem, tapi si karyawan tetap saja menenkuk kakinya
di atas meja. Ia mendehem sekali lagi tapi tak ada respon sampai ia naik pitam
dan menendang meja tersebut. Si karyawan kesakitan dan berkata, “mengapa Anda
menendang meja tersebut? Saya sedang menunggu ambulance, kaki saya patah karena
baru mengalami kecelakaan.”[3]
Peristiwa di atas terjadi karena
suara hati spiritual untuk mengasihi dan menolong pada God Spot teah
tertutupi oleh persepsi bahwa karyawan telah belaku kurang ajar. Contoh ini
hanyalah salah satu dari sekian banyak cover yang menyelimuti suara hati
untuk mencintai sesama.
Secara umum, tujuan berpuasa adalah
mencapai kemerdekaan sejati, medeka dan bebas dari berbagai belenggu yang
mengungkung God Spot. Puasa adalah metode pelatihan rutin dan sistematis
untuk menjaga fitrah manusia sehingga ia tetap memiliki kesadaran diri yang
fitrah dan akan menghasilkan sebuah akhlakul karimah.
¨bÎ) §° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# úïÏ%©!$# w tbqè=É)÷èt
Artinya:
“Sungguh, sejahat-jahat makhluk menurut Allah ialah orang yang tuli
dan bisu, orang yang tiada menggunakan akal.”
(QS. Al Anfal [8]: 22)
B.
Memelihara
God Spot
Fakta menunjukkan bahwa setinggi
apapun penemuan manusia jika itu disertai dengan ambisi-ambisi jelek, maka
kehancuranlah yang akan dituai.[4]
Sama halnya dengan puasa, jika dilaksanakan tanpa didahului dengan niat atau tujuan
hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Ia hanya menahan makan dan minum tanpa
tahu apa tujuan dan aplikasi ia melakukan puasa. Puasa tidak berdiri sendiri,
melainkan satu kesatuan dengan rukun iman dan rukun Islam. Tujuan puasa adalah
melindungi core values atau fitrah Ilahiah yaitu untuk menjaga isi God
Spot agar selalu tetap memiliki kejernihan hati sekaligus merupakan latihan
untuk menghentikan segala bentuk penghambaan selain kepada Allah (core
purpose).
Inilah bentuk pelatihan dahsyat dan
sempurna yang metodenya langsung diberikan oleh Allah. Inilah training efektif
yang dinanti-nantikan yang dapat melatih pengendalian emosi dan membangun
sebuah kecerdasan emosi (EQ) yang tangguh. Namun masalhnya masih banyak umat
Islam yang belum menyadari makna puasa yang sebenarnya. Mereka hanya
menghentikan makan dan minum tanpa mempelajari apa makna dan “tujuan besar” di
balik puasa tersebut.
Tujuannya tak lain adalah
menjalankan misi Tuhan dan sebagai wujud pelatihan untuk memelihara spiritual
capital di dalam God Spot dalam rangka memerdekakan diri dari
belenggu emosi, pikiran, dan egoisme.[5]
“Seorang hamba akan mendekatkan diri kepada-Ku, hingga Aku
mencintainya, menjadilah pendengaran-Ku yang digunakannya untuk mendengar,
penglihatan-Ku yang digunakannya untuk melihat, tangan-Ku yang digunakannya
untuk bertindak, serta kaki-Ku yang digunakannya untuk berjalan.”
-Hadist Qudsi-
C.
Mengendalikan
Suasana Hati
Salah satu manfaat puasa adalah
sebagai wujud pelatihan untuk mengendalikan suasana hati. Suasana hati bisa
sangat berkuasa atas wawasan, pikiran, dan tindakan seseorang. Misalkan ketika
sedang marah, seseorang akan cenderung mencari-cari objek pelampiasan
kemarahannya. Ia akan mencari pembenaran
dan rasionalitas penumpahan kemarahannya tersebut. Puasa adalah suatu pelatihan
untuk menolak serta menyingkirkan pikiran negative seperti itu, agar bias tetap
berpikir jernih dan bertindak secara positif dan produktif.
Ketika kemarahan memuncak, suasana
hati seringkali bergolak tak terkendali. Tekanan yang kian menumpuk terus membengkak
mencapai titik batas, dan terus menumpuk, mendekati titik kritis yang tak
tertahankan. Akibatnya, persoalan kecil sekali pun bisa menjadi masalah yang
sangat serius yang sangat megesalkan hati, membuat resah atau gusar.
Setelah semua ketegangan itu
menumpuk, maka seseorang akan menjadi buta. Suasana hatinya menjadi tak
terkendali. Setelah emosi meledak, barulah timbul penyesalan. Tapi penyesalan
tersebut sudah terlambat. Biasanya luapan emosi yang timbul tidak hanya mengenai
orang-orang di sekitar kita, bahkan orang yang kita sayang sekalipun. Puasa
adalah upaya pelatihan diri untuk meledakkan emosi tersebut.
Prinsip untuk tetap tenang dalam
menghadapi provokasi atau tekanan berlaku bagi siapa pun berhadapan dengan seseorang
yang sedang marah, berwatak kasar dan pemberang. Mereka harus mampu
menyelaraskan semangat, ambisi, dan kemauan keras mereka melalui puasa,
sehingga mereka mampu untuk bekerja secara tenang dan produktif serta selalu
mampu bekerja pada posisi puncak.
Sebuah studi terhadap sebuah manager
di jenjang menengah dan atas menemukan bahwa
mereka yang dinilai terbaik sebagai komunikator adalah mereka yang
mempunyai kemampuan untuk bersikap tenang, terkendali dan sabar, tidak peduli
dengan badai emosi yang tengah mereka alami. Mereka mampu mengesampingkan
dorongan yang timbul dari perasaan mereka sendiri, bahkan ketika permasalahan
sedang bergolak. Mereka adalah orang-orang yang dapat memfokuskan diri
sepenuhnya kepada orang lain atau masalah yang sedang dihadapi. Hasilnya, para
manajer mampu memanfaatkan waktu yang tersedia untuk menghimpun informasi
penting dan mencari cara agar dapat menolong termasuk memberikan umpan balik
yang konstruktif.[6]
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã Îû Ïä!#§£9$# Ïä!#§Ø9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä úüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ
Artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu
lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan
(kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran [3]: (134)
D.
Psikoterapi
melalui Puasa
Ibadah puasa memiliki banyak
manfaat. Salah satunya adalah memperkuat kehendak dan menimbulkan kekuatan
untuk menaklukkan hawa nafsu. Allah Ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. 2 : 183)
Maksud kalimat ayat di atas adalah
agar kalian merasa takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Caranya, dengan
menaklukkan syahwat yang menjadi penyebab maksiat.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa
Rasulullah saw. Bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : ‘Semua amal
perbuatan anak Adam adalah miliknya, kecuali ibadah puasa. Karena ibadah puasa
adalah untuk-Ku. Dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa merupakan
perisai. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang di antara kalian tidak
berkata kotor ketika ia menunaikan puasa dan hendaklah tidak bertindak bodoh!
Apabila ada orang yang mengganggu, hendaklah ia berkata, ‘Sesungguhnya aku
sedang puasa’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam hadis tersebut disebutkan
bahwa “puasa bagai perisai.” Maksudnya, puasa bisa memelihara seseorang dari
dorongan syahwatnya.orang yang berpuasa akan mampu mengekang nafsunya, sehingga
ia pun memutuskan untuk tidak makan, tidak minum, tidak melakukan hubungan
seksual. Ia juga tidak akan berkata kotor, bertindak bodoh, mencela, maupun
melakukan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah Ta’ala. Dalam puasa
terkandung latihan untuk mengendalikan motivasi dan emosi, serta memperkuat
kehendak untuk mengalahkan dorongan nafsu dan syahwat. Rasulullah saw. telah member
nasihat kepada para pemuda yang belum mampu menikah agar berpuasa. Karena,
puasa akan membantu mereka untuk mengendalikan motivasi seksual.
Dalam terdapat unsur latihan untuk
bersabar. Dengan latihan bersabar, seseorang akan mampu menanggung berbagai
beban berat. Ketika orang yang berpuasa merasa terhalangi untuk mengonsumsi
makanan dan minuman, ia akan ikut merasakan penderitaan fakir miskin yang
terbiasa tidak biasa mengonsumsi makanan. Sehingga ia pun akan mengasihani saudaranya
yang bernasib kurang beruntung secara ekonomi. Ia akan memberikan pertolongan
dan berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan. Hal itu akan membuat
hubungan sosialnya menjadi lebih baik. Ia akan lebih peka pada perkembangan
yang terjadi di masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab social. Ia akan
senantiasa berusaha memberikan bantuan dan menganggap dirinya sebagai salah
satu anggota masyarakat yang bermanfaat bagi komunitasnya. Akhirnya, ia akan
merasa bahagia dan tentram.[7]
Yang terpenting bagi kita, puasa
tidak hanya pelaksanaan puasanya secara formal, tetapi bagaimana puasa itu bisa
mendidik terhadap diri kita, yang dalam surat al-Baqarah : 183 tersebut disebut
takwa. Yakni sikap bertanggug-jawab terhadap diri, masyarakat dan terhadap
Allah SWT. Karena sesungguhnya puasa adalah training hati nurani (qalb)
dan sebagai tameng (Junnah) bagi ajakan negatif dari hawa nafsu
untuk melakukan perbuatan maksiat (durhaka) kepada Allah.
Bentuk pelatihan dalam bulan
Ramadhan terlihat dari amal ibadah yang paling rahasia di mata manusia. Karena
begitu rahasianya maka sepantasnya dia dijadikan sebagai wahana training bagi
hati nurani seseorang. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT, bahwa nanti Dia
akan mempersilahkan seorang mukmin yang menahan lapar di siang hari, untuk
makan sepuas-puasnya di jannatu na’im, tempat berbagai nikmat Allah (QS.
Al-Haqqah / 69 : 24)[8]
Puasa dapat memberikan kesehatan
secara psikis, dibuktikan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para
pakar. Penelitian Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga
psikiatri Moscow (the Moscow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan
gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia memberi terapi pasien
sakit jiwa dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Nicolayev mengadakan
penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok sama besar,
baik usia maupun berat rintangannya penyakit yang diderita.
Kelompok pertama diberi pengobatan
dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk
berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi dipantau perkembangan fisik dan
mentalnya dengan tes-tes psikologi. Dari eksperimen tersebut, diperoleh hasil
yang cukup mengejutkan. Banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi
medis, ternyata bisa disembuhkan dengan terapi puasa. Selain itu, kemungkinanan
pasien kambuh lagi selama 6 tahun kemudian ternyata cukup tinggi. Separuh
pasien tetap sehat.
Penelitian Nicolayev dikuatkan
dengan penelitian yang dilakukan Alan Cott terhadap pasien gangguan jiwa di
rumah sakit Grace Square, New York. Cott menemukan hasil yang sejalan dengan
penelitian sebelumnya. Pasien sakit jiwa ternyata bisa sembuh dengan terapi
puasa. Seperti yang dilaporkan Coot dalam penelitiannya, ditinjau dari segi
penyembuhan kecemasan, penyakit seperti susah tidur, serta merasa rendah diri
juga dapat disembuhkan dengan puasa.
Selain itu, percobaan psikologi
membuktikan bahwa puasa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang jika
dikaitkan dengan prsetasi belajar. Orang-orang yang rajin berpuasa memperoleh
skor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berpuasa. Di
samping hasil penelitian di atas, puasa juga member pengaruh yang besar bagi
penderita gangguan lain, seperti insomnia.[9]
IV.
KESIMPULAN
Perasaan emosi yang membelenggu seseorang terkadang membuat
seseorang menjadi buta dan tidak mampu mengendalikan suasana hatinya. Dorongan
nafsu fisik atau batin ini dapat menutup asset ang paling penting bagi diri
seseorang yaitu God Spot. Untuk itu, ia harus melakukan latihan seperti
puasa dimana puasa bertujuan untuk mencapai kemerdekaan sejati dari belenggu
yang mengungkung God Spot. Puasa juga dilakukan untuk memelihara God
Spot agar senantiasa menahan amarah atau ego yang membelenggunya. Untuk
itu, seseorang harus mampu mengendalikan suasana hatinya agar mampu bersikap
professional terhadap diri dan lingkungannya.
Puasa juga dapat dijadikan psikoterapi, didalamnya terkandung latihan
untuk mengendalikan motivasi dan emosi, serta memperkuat kehendak untuk
mengalahkan dorongan nafsu dan syahwat. Berpuasa juga sebagai latihan untuk
bersabar, bertanggug-jawab terhadap diri, masyarakat dan terhadap Allah SWT.
Karena sesungguhnya puasa adalah training hati nurani (qalb) dan
sebagai tameng (Junnah) bagi ajakan negatif dari hawa nafsu untuk
melakukan perbuatan maksiat (durhaka) kepada Allah.
Puasa dapat memberikan kesehatan secara psikis, dibuktikan dari
beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Nicolayev,
seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moscow (the Moscow
Psychiatric Institute) dan Alan Cott, bahwa pasien sakit jiwa ternyata bisa
sembuh dengan terapi puasa.
V.
PENUTUP
Demikian
makalah ini saya buat. Makalah ini tidak hanya disajikan untuk memenuhi tugas pembuatan makalah
semata, melainkan salah satu wujud eksplorasi bagi penulis. Oleh karenanya, saya memohon masukan kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Terakhir, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi semua
pihak. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, Ary
Ginanjar, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power : Sebuah Inner Journey
Melalui Al Ihsan, Jakarta: Penerbit Arga, 2003.
, Rahasia Sukses Membangun kecerdasan Emosi dan Spiritual: ESQ
(Emotional Spiritual Quotient), Jakarta: Penerbit Arga, 2005.
Cahyo, Agus
Nur, Bukti-Bukti Ilmiah : Manfaat Ajaib Ibadah Sehari-hari, Jogjakarta : Sabil,
2013
Najati,
Muhammad Utsman, The Ultimate Psychology : Psikologi Sempurna ala Nabi Saw.,
diterjemahkan oleh Hedi Fajar dari “Al-Hadits an-Nabawi wa ‘Ilm an-Nafs”, Bandung
: Pustaka Hidayah, 2008
Pasiak, Taufiq,
Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al Quran, Bandung: Mizan, 2002.
Syukur, M.
Amin, Tasawuf Bagi Orang Awam : Menjawab Problem Kehidupan, Yogyakarta :
LPK-2, Suara Merdeka, 2006