HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Sunday, June 14, 2015

PUASA -> SELF CONTROLLING

SELF CONTROLLING
(PENGENDALIAN DIRI)

MAKALAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Emotional Spiritual Quotient (ESQ)
Dosen Pengampu : Dr. Sulaiman Al-Kumayi, M.Ag









Disusun oleh :
LUKMAN HAKIM                (124411026)
 


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015







I.        PENDAHULUAN
Dalam lingkup ESQ ada yang namanya Personal Strength / ketangguhan pribadi yaitu yang terinspirasi dari Rukun Islam. Salah satu dari bagian Personal Strength adalah Self Controlling yaitu pengendalian diri.
Tujuan akhir dari pengendalian diri yang dilatih dan dilambangkan dengan puasa sebenarnya adalah mencapai sebuah keberhasilan, bukan merupakan sebuah pelarian diri dari kenyataan hidup di dunia yang seharusnya dihadapi. Selama ini, begitu banyak orang yang menganggap bahwa puasa adalah “menihilkan” dunia nyata, yang akhirnya menghasilkan orang-orang yang mengabaikan realitas kehidupan, lari dari tanggung jawab pribadi dan tanggung jawab sosialnya, tanpa melakukan suatu perjuangan sebagai rahmatan lil alamin, yaitu suatu tugas yang telah diberikan oleh Tuhan kepada manusia sehingga ia dijuluki sebagai ‘khalifah’ oleh Tuahnnya.
Tujuan puasa yang sebenarnya adalah “menahan diri”, dalam arti yang sangat luas. Menahan diri dari belenggu ego duniawi yang tidak terkendali dan keluar dari garis orbit, atau nafsu bathiniah yang tidak seimbang. Kesemuannya itu, apabila tidak diletakkan pada pusat orbit yang benar akan berakibat pada ketidakseimbangan hidup kemudian akan berakhir pada kegagalan dan kehancuran.

II.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana cara meraih kemerdekaan sejati?
2.      Bagaimna cara memelihara God Spot?
3.      Bagaimana cara mengendalikan suasana hati?
4.      Bagaimana psikoterapi melalui puasa?

III.    PEMBAHASAN
A.    Meraih Kemerdekaan Sejati
Dorongan (keinginan/nafsu) fisik atau batin secara berlebihan akan menghasilkan sebuah rantai belenggu yang akan menutup God Spot. God Spot adalah kejernihan hati yang merupakan sumber suara Ilahi yang selalu membimbing dan memberikan informasi penting untuk keberhasilan dan kemajuan seseorang. God Spot yang tertutup oleh nafsu fisik dan batin yang tidak seimbang akan menutup hati seseorang dan menjadikannya “buta hati”. Ia menjadi seseorang yang tidak mampu membaca kondisi batiniah dirinya sendiri dan juga lingkungannya secara obyektif. Dengan kata lain, ia menjadi asing dengan dirinya sendiri dan juga lingkungannya.
Hal diatas terjadi karena radar hati yang tertutup oleh ego. Ia menjadi tuli dan buta, sehingga tidak lagi mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, karena baginya, kebenaran adalah apabila ia mengikuti “ego” pribadinya. Namun apabila ia telah terbebas dari ego itu, hatinya kembali menjadi “terang”, suara hati akan kembali bekerja untuk memberikan informasi dan bimbingan ‘maha’ penting untuk meraih keberhasilan dengan cara yang sesuai dengan kehendak hati nurani manusia dan hukum alam.[1]
Ego akan cenderung mengambil jalan pintas untuk mencapai suatu keberhasilan dan akan menciptkan suatu landasan yang rapuh dan berbahaya yang justru akan menghantam balik dirinya. Ia mungkin tahu telah melakukan suatu kesalahan yang merugikan orang lain, tetapi belenggu egoisme telah menutup mata dan telinganya.
Terkadang, ego yang menutupi suara hati spiritual seseorang dipengaruhi oleh persepsi atau cara pandang yang salah. Jadi, cara pertama agar seseorang dapat menembus belenggu yang menutupi ego tersebut adalah dengan merubah cara pandang atau persepsinya. Untuk memperoleh sesuatu yang lebih bermakna, manusia harus belajar melihat sesuatu secara terpadu (integral) dan menyeluruh (hostilities). Kebiasaan melihat hutan dari pohon-pohonnya saja harus dilengkapi dengan memandang hutan dari atas atau dari luar.[2] Misalkan kisah seorang bos yang melihat pegawaianya duduk di pojokan sambil menekuk kakinya di atas meja. Ia merasa kelakuan karyawannya itu kurang sopan. Lalu ia dekati karyawan itu dan mendehem, tapi si karyawan tetap saja menenkuk kakinya di atas meja. Ia mendehem sekali lagi tapi tak ada respon sampai ia naik pitam dan menendang meja tersebut. Si karyawan kesakitan dan berkata, “mengapa Anda menendang meja tersebut? Saya sedang menunggu ambulance, kaki saya patah karena baru mengalami kecelakaan.”[3]
Peristiwa di atas terjadi karena suara hati spiritual untuk mengasihi dan menolong pada God Spot teah tertutupi oleh persepsi bahwa karyawan telah belaku kurang ajar. Contoh ini hanyalah salah satu dari sekian banyak cover yang menyelimuti suara hati untuk mencintai sesama.
Secara umum, tujuan berpuasa adalah mencapai kemerdekaan sejati, medeka dan bebas dari berbagai belenggu yang mengungkung God Spot. Puasa adalah metode pelatihan rutin dan sistematis untuk menjaga fitrah manusia sehingga ia tetap memiliki kesadaran diri yang fitrah dan akan menghasilkan sebuah akhlakul karimah.
¨bÎ) §ŽŸ° Éb>!#ur£9$# yZÏã «!$# MÁ9$# ãNõ3ç6ø9$# šúïÏ%©!$# Ÿw tbqè=É)÷ètƒ 
Artinya:
“Sungguh, sejahat-jahat makhluk menurut Allah ialah orang yang tuli dan bisu, orang yang tiada menggunakan akal.” (QS. Al Anfal [8]: 22)

B.     Memelihara God Spot
Fakta menunjukkan bahwa setinggi apapun penemuan manusia jika itu disertai dengan ambisi-ambisi jelek, maka kehancuranlah yang akan dituai.[4] Sama halnya dengan puasa, jika dilaksanakan tanpa didahului dengan niat atau tujuan hanya akan menghasilkan kesia-siaan. Ia hanya menahan makan dan minum tanpa tahu apa tujuan dan aplikasi ia melakukan puasa. Puasa tidak berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan dengan rukun iman dan rukun Islam. Tujuan puasa adalah melindungi core values atau fitrah Ilahiah yaitu untuk menjaga isi God Spot agar selalu tetap memiliki kejernihan hati sekaligus merupakan latihan untuk menghentikan segala bentuk penghambaan selain kepada Allah (core purpose).
Inilah bentuk pelatihan dahsyat dan sempurna yang metodenya langsung diberikan oleh Allah. Inilah training efektif yang dinanti-nantikan yang dapat melatih pengendalian emosi dan membangun sebuah kecerdasan emosi (EQ) yang tangguh. Namun masalhnya masih banyak umat Islam yang belum menyadari makna puasa yang sebenarnya. Mereka hanya menghentikan makan dan minum tanpa mempelajari apa makna dan “tujuan besar” di balik puasa tersebut.
Tujuannya tak lain adalah menjalankan misi Tuhan dan sebagai wujud pelatihan untuk memelihara spiritual capital di dalam God Spot dalam rangka memerdekakan diri dari belenggu emosi, pikiran, dan egoisme.[5]
“Seorang hamba akan mendekatkan diri kepada-Ku, hingga Aku mencintainya, menjadilah pendengaran-Ku yang digunakannya untuk mendengar, penglihatan-Ku yang digunakannya untuk melihat, tangan-Ku yang digunakannya untuk bertindak, serta kaki-Ku yang digunakannya untuk berjalan.”
 -Hadist Qudsi-

C.     Mengendalikan Suasana Hati
Salah satu manfaat puasa adalah sebagai wujud pelatihan untuk mengendalikan suasana hati. Suasana hati bisa sangat berkuasa atas wawasan, pikiran, dan tindakan seseorang. Misalkan ketika sedang marah, seseorang akan cenderung mencari-cari objek pelampiasan kemarahannya. Ia akan  mencari pembenaran dan rasionalitas penumpahan kemarahannya tersebut. Puasa adalah suatu pelatihan untuk menolak serta menyingkirkan pikiran negative seperti itu, agar bias tetap berpikir jernih dan bertindak secara positif dan produktif.
Ketika kemarahan memuncak, suasana hati seringkali bergolak tak terkendali. Tekanan yang kian menumpuk terus membengkak mencapai titik batas, dan terus menumpuk, mendekati titik kritis yang tak tertahankan. Akibatnya, persoalan kecil sekali pun bisa menjadi masalah yang sangat serius yang sangat megesalkan hati, membuat resah atau gusar.
Setelah semua ketegangan itu menumpuk, maka seseorang akan menjadi buta. Suasana hatinya menjadi tak terkendali. Setelah emosi meledak, barulah timbul penyesalan. Tapi penyesalan tersebut sudah terlambat. Biasanya luapan emosi yang timbul tidak hanya mengenai orang-orang di sekitar kita, bahkan orang yang kita sayang sekalipun. Puasa adalah upaya pelatihan diri untuk meledakkan emosi tersebut.
Prinsip untuk tetap tenang dalam menghadapi provokasi atau tekanan berlaku bagi siapa pun berhadapan dengan seseorang yang sedang marah, berwatak kasar dan pemberang. Mereka harus mampu menyelaraskan semangat, ambisi, dan kemauan keras mereka melalui puasa, sehingga mereka mampu untuk bekerja secara tenang dan produktif serta selalu mampu bekerja pada posisi puncak.
Sebuah studi terhadap sebuah manager di jenjang menengah dan atas menemukan bahwa  mereka yang dinilai terbaik sebagai komunikator adalah mereka yang mempunyai kemampuan untuk bersikap tenang, terkendali dan sabar, tidak peduli dengan badai emosi yang tengah mereka alami. Mereka mampu mengesampingkan dorongan yang timbul dari perasaan mereka sendiri, bahkan ketika permasalahan sedang bergolak. Mereka adalah orang-orang yang dapat memfokuskan diri sepenuhnya kepada orang lain atau masalah yang sedang dihadapi. Hasilnya, para manajer mampu memanfaatkan waktu yang tersedia untuk menghimpun informasi penting dan mencari cara agar dapat menolong termasuk memberikan umpan balik yang konstruktif.[6]
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZムÎû Ïä!#§Žœ£9$# Ïä!#§ŽœØ9$#ur tûüÏJÏà»x6ø9$#ur xáøtóø9$# tûüÏù$yèø9$#ur Ç`tã Ĩ$¨Y9$# 3 ª!$#ur =Ïtä šúüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÌÍÈ  

Artinya:
“(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran [3]: (134)

D.    Psikoterapi melalui Puasa
Ibadah puasa memiliki banyak manfaat. Salah satunya adalah memperkuat kehendak dan menimbulkan kekuatan untuk menaklukkan hawa nafsu. Allah Ta’ala berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. 2 : 183)
Maksud kalimat ayat di atas adalah agar kalian merasa takut untuk melakukan perbuatan maksiat. Caranya, dengan menaklukkan syahwat yang menjadi penyebab maksiat.
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman : ‘Semua amal perbuatan anak Adam adalah miliknya, kecuali ibadah puasa. Karena ibadah puasa adalah untuk-Ku. Dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Puasa merupakan perisai. Oleh karena itu, hendaklah salah seorang di antara kalian tidak berkata kotor ketika ia menunaikan puasa dan hendaklah tidak bertindak bodoh! Apabila ada orang yang mengganggu, hendaklah ia berkata, ‘Sesungguhnya aku sedang puasa’.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Di dalam hadis tersebut disebutkan bahwa “puasa bagai perisai.” Maksudnya, puasa bisa memelihara seseorang dari dorongan syahwatnya.orang yang berpuasa akan mampu mengekang nafsunya, sehingga ia pun memutuskan untuk tidak makan, tidak minum, tidak melakukan hubungan seksual. Ia juga tidak akan berkata kotor, bertindak bodoh, mencela, maupun melakukan perbuatan yang bisa mendatangkan murka Allah Ta’ala. Dalam puasa terkandung latihan untuk mengendalikan motivasi dan emosi, serta memperkuat kehendak untuk mengalahkan dorongan nafsu dan syahwat. Rasulullah saw. telah member nasihat kepada para pemuda yang belum mampu menikah agar berpuasa. Karena, puasa akan membantu mereka untuk mengendalikan motivasi seksual.
Dalam terdapat unsur latihan untuk bersabar. Dengan latihan bersabar, seseorang akan mampu menanggung berbagai beban berat. Ketika orang yang berpuasa merasa terhalangi untuk mengonsumsi makanan dan minuman, ia akan ikut merasakan penderitaan fakir miskin yang terbiasa tidak biasa mengonsumsi makanan. Sehingga ia pun akan mengasihani saudaranya yang bernasib kurang beruntung secara ekonomi. Ia akan memberikan pertolongan dan berbuat baik kepada orang-orang yang membutuhkan. Hal itu akan membuat hubungan sosialnya menjadi lebih baik. Ia akan lebih peka pada perkembangan yang terjadi di masyarakat dan menumbuhkan rasa tanggung jawab social. Ia akan senantiasa berusaha memberikan bantuan dan menganggap dirinya sebagai salah satu anggota masyarakat yang bermanfaat bagi komunitasnya. Akhirnya, ia akan merasa bahagia dan tentram.[7]
Yang terpenting bagi kita, puasa tidak hanya pelaksanaan puasanya secara formal, tetapi bagaimana puasa itu bisa mendidik terhadap diri kita, yang dalam surat al-Baqarah : 183 tersebut disebut takwa. Yakni sikap bertanggug-jawab terhadap diri, masyarakat dan terhadap Allah SWT. Karena sesungguhnya puasa adalah training hati nurani (qalb) dan sebagai tameng (Junnah) bagi ajakan negatif dari hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat (durhaka) kepada Allah.
Bentuk pelatihan dalam bulan Ramadhan terlihat dari amal ibadah yang paling rahasia di mata manusia. Karena begitu rahasianya maka sepantasnya dia dijadikan sebagai wahana training bagi hati nurani seseorang. Sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT, bahwa nanti Dia akan mempersilahkan seorang mukmin yang menahan lapar di siang hari, untuk makan sepuas-puasnya di jannatu na’im, tempat berbagai nikmat Allah (QS. Al-Haqqah / 69 : 24)[8]
Puasa dapat memberikan kesehatan secara psikis, dibuktikan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moscow (the Moscow Psychiatric Institute), mencoba menyembuhkan gangguan kejiwaan dengan berpuasa. Dalam usahanya itu, ia memberi terapi pasien sakit jiwa dengan menggunakan puasa selama 30 hari. Nicolayev mengadakan penelitian eksperimen dengan membagi subjek menjadi dua kelompok sama besar, baik usia maupun berat rintangannya penyakit yang diderita.
Kelompok pertama diberi pengobatan dengan ramuan obat-obatan. Sedangkan kelompok kedua diperintahkan untuk berpuasa selama 30 hari. Dua kelompok tadi dipantau perkembangan fisik dan mentalnya dengan tes-tes psikologi. Dari eksperimen tersebut, diperoleh hasil yang cukup mengejutkan. Banyak pasien yang tidak bisa disembuhkan dengan terapi medis, ternyata bisa disembuhkan dengan terapi puasa. Selain itu, kemungkinanan pasien kambuh lagi selama 6 tahun kemudian ternyata cukup tinggi. Separuh pasien tetap sehat.
Penelitian Nicolayev dikuatkan dengan penelitian yang dilakukan Alan Cott terhadap pasien gangguan jiwa di rumah sakit Grace Square, New York. Cott menemukan hasil yang sejalan dengan penelitian sebelumnya. Pasien sakit jiwa ternyata bisa sembuh dengan terapi puasa. Seperti yang dilaporkan Coot dalam penelitiannya, ditinjau dari segi penyembuhan kecemasan, penyakit seperti susah tidur, serta merasa rendah diri juga dapat disembuhkan dengan puasa.
Selain itu, percobaan psikologi membuktikan bahwa puasa mempengaruhi tingkat kecerdasan seseorang jika dikaitkan dengan prsetasi belajar. Orang-orang yang rajin berpuasa memperoleh skor jauh lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak berpuasa. Di samping hasil penelitian di atas, puasa juga member pengaruh yang besar bagi penderita gangguan lain, seperti insomnia.[9]


IV.     KESIMPULAN
Perasaan emosi yang membelenggu seseorang terkadang membuat seseorang menjadi buta dan tidak mampu mengendalikan suasana hatinya. Dorongan nafsu fisik atau batin ini dapat menutup asset ang paling penting bagi diri seseorang yaitu God Spot. Untuk itu, ia harus melakukan latihan seperti puasa dimana puasa bertujuan untuk mencapai kemerdekaan sejati dari belenggu yang mengungkung God Spot. Puasa juga dilakukan untuk memelihara God Spot agar senantiasa menahan amarah atau ego yang membelenggunya. Untuk itu, seseorang harus mampu mengendalikan suasana hatinya agar mampu bersikap professional terhadap diri dan lingkungannya.
Puasa juga dapat dijadikan psikoterapi, didalamnya terkandung latihan untuk mengendalikan motivasi dan emosi, serta memperkuat kehendak untuk mengalahkan dorongan nafsu dan syahwat. Berpuasa juga sebagai latihan untuk bersabar, bertanggug-jawab terhadap diri, masyarakat dan terhadap Allah SWT. Karena sesungguhnya puasa adalah training hati nurani (qalb) dan sebagai tameng (Junnah) bagi ajakan negatif dari hawa nafsu untuk melakukan perbuatan maksiat (durhaka) kepada Allah.
Puasa dapat memberikan kesehatan secara psikis, dibuktikan dari beberapa hasil penelitian yang dilakukan para pakar. Penelitian Nicolayev, seorang guru besar yang bekerja pada lembaga psikiatri Moscow (the Moscow Psychiatric Institute) dan Alan Cott, bahwa pasien sakit jiwa ternyata bisa sembuh dengan terapi puasa.

V.    PENUTUP
Demikian makalah ini saya buat. Makalah ini tidak hanya disajikan untuk memenuhi tugas pembuatan makalah semata, melainkan salah satu wujud eksplorasi bagi penulis. Oleh karenanya, saya memohon masukan kritik dan saran dari semua pihak atas segala kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Terakhir, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi semua pihak. Terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA

Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power : Sebuah Inner Journey Melalui Al Ihsan, Jakarta: Penerbit Arga, 2003.
                                    , Rahasia Sukses Membangun kecerdasan Emosi dan Spiritual: ESQ (Emotional Spiritual Quotient), Jakarta: Penerbit Arga, 2005.
Cahyo, Agus Nur, Bukti-Bukti Ilmiah : Manfaat Ajaib Ibadah Sehari-hari, Jogjakarta : Sabil, 2013
Najati, Muhammad Utsman, The Ultimate Psychology : Psikologi Sempurna ala Nabi Saw., diterjemahkan oleh Hedi Fajar dari “Al-Hadits an-Nabawi wa ‘Ilm an-Nafs”, Bandung : Pustaka Hidayah, 2008
Pasiak, Taufiq, Revolusi IQ/EQ/SQ: Antara Neurosains dan Al Quran, Bandung: Mizan, 2002.
Syukur, M. Amin, Tasawuf Bagi Orang Awam : Menjawab Problem Kehidupan, Yogyakarta : LPK-2, Suara Merdeka, 2006