HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Wednesday, December 17, 2014

AGAMA SEBAGAI DASAR FILOSOFIS PSIKOTERAPI

I.         PENDAHULUAN
Manusia bertingkah laku keagamaan karena ia mengalami frustasi dan berusaha untuk mengatasi. Kita harus menganalisis manusia sebagai suatu kesatuan psikosomatis, sebagai kesatuan jasmani rohaniah atau jiwa raga dan mencari motivasi perilaku keagamaan secara lebih mendalam dan lebih mendasar. Penyebab itu harus dicari bukan hanya berdasarkan fakta empiris objektif saja, akan tetapi harus mencakup pula perilaku keagamaan yang subjektif dan rohaniah.
Psikologi sebagai sains tidak mampu menganalisis penyebab yang paling mendasar dari tingkah laku keagamaan, karena analisis psikologis itu terbatas pada fakta empiris.
Kalau psikoterapi membatasi diri pada fakta empiris objektif saja, maka psikoterapi hanya mampu menangani kasus-kasus gangguan mental secara terbatas. Padahal psikoterapi harus menangani manusia secara utuh. Oleh karena itu psikoterapi harus terbuka dan menerima pembahasan, analisis, asumsi, hipotesis, dan teori mengenai gangguan mental dan filsafat serta agama. Kehidupan menusia yang kompleks tidak akan terpecahkan dengan tepat kalau hanya melalui pendekatan metode sains saja.
Dalam makalah ini, penulis berusaha memaparkan keterkaitan antara agama dan psikologi serta mendeskripsikan peran agama dalam metode psikoterapi.

II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan jiwa spiritual menurun?
2.      Apa definisi Psikoterapi?
3.      Apa saja macam-macam Psikoterapi?
4.      Bagaimana Agama sebagai Psikoterapi?

III.   PEMBAHASAN
1.      Faktor-faktor yang menyebabkan jiwa spiritual menurun
a.       Tragedi manusia modern
Istilah “tragedi” sering digunakan untuk menyebut krisis kejiwaan manusia modern. Kemajuan iptek dengan segala ragamnya ternyata tidak berhasil mengangkat harkat kehidupan manusia secara hakiki. Yang terjadi justru sebaliknya, banyak terjadi kegelisahan-kegelisahan dan seemakin tidak bermaknanya kehidupan serta hampanya nilai spiritual.
Tragedi diatas, diakibatkan oleh beberapa faktor yang kini amat mempengaruhi cara berfikir manusia modern. Faktor-faktor tersebut adalah :
Ø  Kebutuhan hidup yang meningkat. Seluruh waktunya digunakan untuk urusan keduniaan, tanpa meluangkan waktunya untuk kebutuhan akhirat. Dampaknya, kehidupan akan dipenuhi oleh ketegangan (tension), ketidakpastian dan kegelisahan. Kegelisahan (axiety) akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia dalam hidup.
Ø  Rasa individualistis dan egois. Menyebabkan manusia terasing dan terlepas dari ikatan sosialnya. Orang lebihmemikirkan diri sendiri dan ketergantungannya pada orang lain tidak terlepas dari pertimbangan untung rugi yang bersifat kebendaan. Akibatnya, hubungan yang dijalin tidak berdasarkan kasih sayang, akan mudah retak dan akan membawa kepada rasa kesepian di tengah-tengah orang banyak.
Ø  Persaingan gaya hidup.  Persaingan dalam mencari kekayaan materi itu sering terjadi hal-hal yang tidak sehat, dan bahkan tidak segan-segan saling menjatuhkan, memfitnah atau dengan perbuatan tidak terpuji lainnya.
Ø  Keadaan yang tidak stabil. Kegelisahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat dapat pula mempengaruhi keadaan sosial, politik dan ekonomi. Begitupun sebaliknya.
b.      Kehampaan nilai spiritual
Manusia modern terlalu menganggungkan ilmu pengetahuan tanpa ada kontrol nilai-nilai agama. Mereka lebih menonjolkan logika dan segala sesuatu hanya diukur secara ilmiah. Segala pengetahuan yang tidak bisa diukur dengan metode ilmiah ditolaknya, termasuk pengetahuan yang bersumber pada agama.
Kondisi manusia modern yang demikian itu, tentunya mengabaikan kebutuhan yang paling mendasar yang bersifat spiritual, maka mereka tidak bisa menemukan ketentraman batin, yang erarti tidak adanya keseimbangan dalam diri. Keadaan ini semakin akut, terlebih lagi apabila tekananya pada kebutuhan materi kian meningkat sehingga keseimbangan akan semakin rusak.
c.       Kehilangan visi keilahian
Semenjak lahirnya gerakan renaisans yang diteruskan dengan abad modern, pemikiran dan paham keagamaan yang bersumber pada wahyu kian ditinggalkan. Akibatnya manusia mengalami apa yang disebut dengan ‘sekularisasi kesadaran’, yang ditandai dengan terbebasnya manusia dari kontrol dan komitmen nilai-nilai agama.
Proses sekularisasi kesadaran ini, menyebabkan manusia modern kehilangan kontrol diri (self control) sehingga mudah dihinggapi berbagai penyakit mental dan spiritual; ia menjadi lupa siapa dirinya, untuk apa hidup ini, siapa yang menjadikan hidup, dan akan ke mana sesudahnya.[1]

2.      Definisi Psikoterapi
Istilah psikoterapi (psychotherapy) mempunyai pengertian cukup banyak dan kabur, karena istilah tersebut digunakan dalam berbagai bidang operasional ilmu empiris seperti psikiatri, psikologi, bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counseling), pendidikan dan ilmu agama. Secara harfiah psikoterapi berasal dari kata psyco yang artinya jiwa, dan therapy yang berarti penyembuhan. Jadi, psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa.
James P.Chaplin membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut pandang. Secara khusus, psikoterapi diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri seseorang. Secara luas, psikoterapi mencakup penyembuhan lewat keyakinan agama melalui pembicaraan informal atau diskusi personal dengan guru atau teman.[2] Sedangkan menurut Carl Gustav Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua.
Berdasarkan pendapat Jung tersebut, psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa yang sehat). Ketiga fungsi tersebut mengisyaratkan bahwa usaha-usaha untuk berkonsultasi pada psikiater tidak hanya ketika psikis seseorang dalam kondisi sakit. Alangkah lebih baik jika dilakukan sebelum datangnya gejala atau penyakit mental, karena hal itu dapat membangun kepribadian yang sempurna.
Pengertian di atas memberi kesimpulan bahwa, psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga dapat digunakan untuk membantu, mempertahankan dan mengembangkan integritas jiwa, agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian diri lebih efektif terhadap lingkungannya. Tugas utama psikiater adalah memberi pemahaman dan wawasan yang utuh mengenai diri pasien serta memodifikasi atau bahkan mengubah tingkah laku yang dianggap menyimpang. Oleh karena itu, boleh jadi psikiater yang dimaksudkan di sini adalah para guru, orang tua, saudara dan teman dekat yang biasa digunakan sebagai tempat curahan hati serta memberi nasihat-nasihat kehidupan yang baik.[3]

3.      Macam-macam Psikoterapi
Berdasarkan tujuan dan pendekatan metodis, Wolberg membagi perawatan psikoterapi menjadi tiga (3) tipe, yaitu :
a.       Penyembuhan Supportif (Supportive Therapy)
Merupakan perawatan dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk : 
·       Memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian)
·       Memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian
·       Pengembalian pada penyesuaian diri yang seimbang.
Penyembuhan supportif ini dapat menggunakan beberapa metode dan  teknik pendekatan, diantaranya :
·         Bimbingan (Guidance)
·         Mengubah lingkungan (Environmental Manipulation)
·         Pengutaraan dan penyaluran arah minat
·         Tekanan dan pemaksaan
·         Penebalan perasaan (Desensitization)
·         Penyaluran emosional
·         Sugesti
·         Penyembuhan inspirasi berkelompok (Inspirational Group Therapy)
b.      Penyembuhan Reedukatif (Reeducative Therapy)
Suatu metode pnyembuhan yang mempunyai bertujuan untuk mengusahakan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran/tujuan hidup, dan untuk menghidupkan kembali potensi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain :
·       Penyembuhan sikap (attitude therapy)
·       Wawancara (interview psychtherapy)
·       Penyembuhan terarah (directive therapy)
·       Psikodrama dan lain-lain.
c.       Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy)
Penyembuhan rekonstruktif mempunyai tujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan untuk perluasan pertunbuhan kepribadian dengan mengembangkan potensi. Metode dan teknik pendekatannya antara lain :
·       Psikoanalisis
·       Pendekatan transaksional (transactional therapy)
·       Penyembuhan analitik berkelompok[4]
Berdasarkan teori dan teknik yang diterapkan, jenis-jenis psikoterapi dibagi menjadi :
§  Psikoanalisis
            Suatu teknik terapi yang ditemukan oleh Sigmund Freud dengan mencoba menjelajahi alam ketidaksadaran pasiennya melalui wawancara yang dinamakan asosiasi bebas (free association) sampai si pasien menemukan sumber masalahnya.
§  Hypnoterapi
            Teknik ini menggunakan metode hipnotis untuk menemukan ambang kesadaran dan mensugesti pasien untuk sembuh, bersifat instan (dapat langsung menghilangkan gejala) tetapi hanya berlangsung sesaat dan akan kembali kambuh lagi jika pengaruh sugseti telah hilang.
§  Terapi  Kelompok
            Dalam terapi kelompok, psikoterpis mengajak beberapa orang dalam proses terapi, baik dari semua pasien dengan persoalan sejenis maupun dari kalangan keluarganya.
§  Terapi Bermain
            Terapi ini digunakan pada anak-anak, dengan maksud sambil bermain, si anak bisa memproyeksikan perasaan-perasaan terhadap orang yang menjadi sumber masalahnya.

§  Terapi Humanis (Client Centered)
Terapi ini didasarkan pada asumsi yang mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Disini, psikoterapis berfungsi untuk membantu klien menelusuri semua potensi positif dalam dirinya hingga ia bisa mengembangkan dirinya dan meninggalkan gejala-gejala gangguan mental.
§  Terapi Perilaku (Behavior)
Biasanya terapi ini digunakan untuk mengatasi phobia. Caranya yaitu mendekatkan benda yang ditakuti itu dengan hal-hal yang menyenangkan klien, sehingga akan menimbulkan asosiasi positif antara benda yang ditakuti dengan hal yang menyenangkan itu, dan lama-kelamaan phobia bisa hilang. Kelemahan dari terapi ini adalah sewaktu-waktu phobia itu bisa muncul kembali jika ada trauma baru.
§  Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy)
Untuk mengatasi kelemahan  terapi perilaku, dikembangkan terapi ini. Dalam teknik ini, semua emosi negatif terhadap hal tertentu dibahas tuntas secara rasional sampai klien bisa mengubahnya menjadi lebih positif.
§  Terapi Seni (Art Therapy)
Seni yang digunakan dalam terapi ini biasanya seni rupa, seperti lukis dan patung. Dan dalam proses pembuatan benda seni tersebut, diharapkan si klien dapat melepaskan emosinya (katarsis) dan memproyeksikan perasaan-perasaannya sehingga terasa lebih ringan.
§  Konseling
Terapi ini berbentuk wawancara, disini terapis membantu klien mencari penyelesaian yang terbaik untuk masalahnya. Konseling biasanya digunakan dalam masalah-masalah ringan, seperti kesulitan dalam belajar.[5]

4.      Agama Sebagai Psikoterapi
Hakekat makna terdalam agama adalah ketundukan atau ikatan (a binding), yaitu dari asal kata religere yang maksudnya ketundukan atau keterikatan yang absolut. Lewat ketundukan dan ikatan ini, secara spiritual manusia dimungkinkan mengalami kenaikan eksistensi dalam mengatasi keterbatasannya sebagai manusia. Dengan beragama, manusia berarti mengikatkan hidupnya untuk tunduk dan patuh kepada Yang Kuasa, Sang Pencipta dan Pengatur segala kehidupan.
Manusia terdiri dari dua substansi yang berbeda, yaitu tubuh yang bersifat materi dan jiwa/al-nafs yang bersifat immateri. Al-nafs mempunyai dua daya yang pengembangannya telah diatur oleh Islam, yaitu daya berpikir/rasio (akal) dan daya rasa. Yang menjadi hakekat manusia adalah al-nafs karena jiwa itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dan agar jiwa dan perbuatan lahiriyahnya bisa baik, manusia membutuhkan agama karena agama mengajarkan cara-cara yang ditentukan Allah untuk kehidupan manusia. Tanpa agama, jiwa manusia tidak mungkin dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
Ø  Fungsi Agama dalam Kehidupan
                  Ada empat fungsi agama dalam kehidupan, yaitu :
a.       Agama memberi bimbingan dan petunjuk dalam hidup
b.      Agama adalah penolong dalam kesukaran
c.       Agama menentramkan batin
d.      Agama mengendalikan moral.[6]
Ø  Langkah-langkah Terapi Religius
                  Ada beberapa cara untuk mencegah munculnya penyakit kejiwaan sekaligus menyembuhkannya melalui konsep Islami, upaya tersebut adalah :
a.       Menciptakan kehidupan Islami dan religius
b.      Mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah
c.       Meningkatkan kualitas dan kuantitas dzikir al-Qur’an
d.      Melaksanakn rukun Islam, rukun iman, dan berbuat ikhsan
e.       Menjauhi sifat-sifat tercela
f.       Mengembangkan sifat-sifat terpuji.[7]
            Abdul Aziz Ahyadi mengemukakan alasan agama dijadikan sebagai dasar filosofis psikoterapi adalah agama melibatkan manusia seutuhnya. Agama berarti kehidupan “dunia-dalam” seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Agama mengkaji manusia secara keseluruhan, sebagai totalitas dengan seutuhnya dan dengan cara yang sedalam-dalamnya. Manusia dengan segala aspek dan fungsi kejiwaan dikaji oleh agama.
Agama melibatkan manusia seutuhnya karena beberapa faktor, diantaranya :
a.       Kehidupan atau pengalaman dunia-dalam seseorang tentang ketuhanan berhubungan erat dengan fungsi finalis (motivasi dan emosi atau efektif dan kognitif).
b.      Keimanan berhubungan erat dengan fungsi kognitif.
c.       Peribadatan berhubungan erat denngan sikap dan fungsi motorik sebagai pelaksanaan dan realisasi kehidupan dunia seseorang.
Fungsi kejiwaan manusia tidak dapat dipisahkan secara tegas, maka aspek agama juga merupakan satu kesatuan yang melekat pada manusia sebagai totalitas yang utuh. Fungsi kognitif tidak dapat dipisahkan dengan fungsi finalis dan motorik. Demikian pula dengan kehidupan dunia-dalam seseorang yang tidak dapat dipisahkan dengan keimanan dan peribadatan. Dalam psikoterapi, yang dirawat dan disembuhkan adalah manusia sebagai totalitas, dikarenakan akibat ganguan emosional itu mengenai manusia seutuhnya. Demikian pula manusia yang dikenai agama adalah manusia sebagai totalitas.[8]

5.      Psikoterapi dalam Islam
Psikoterapi dalam islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi, maupun penyakit manusia-manusia modern adalah sebagaimana dalam syair jawa yang dinukil dari ungkapan Ali bin Abi Thalib sebagai berikut :
“Tombo ati iku limo sak wernane :
Kaping pisan, Maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kapng pindu, shalat wengi lakonono,
Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono,
Kaping papat, iku weteng ingkang luwe,
Kaping limo, zikir wengi ingkang suwe.
Salah suwijine sopo biso ngelakoni
Insya’Allah. Gusti Allah nyembadani”
Artinya :
“Psikoterapi hati itu ada lima macam :
(1)   Membaca al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya;
(2)   Melakukan shalat malam;
(3)   Bergaul dengan orang yang baik atau salih;
(4)   Perut supaya lapar (puasa)
(5)   Zikir malam hari yang lama.
Barangsiapa yang mampu melakukan salah satu dari kelima psikoterapi tersebut maka Allah akan mengabulkan (permintaannya dengan menyembuhkan penyakit yang diderita)”[9]


IV.   SIMPULAN
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya faktor yang menyebabkan jiwa spritual itu menurun diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya : tragedi manusia modern, kehampaan spiritual, dan kehilangan visi keilahiah. Itu semua akan menyebabkan jiwa seseorang menjadi kosong, hampa, menjadi kecemasan yang dalam, serta akan menimbulkan penyakit-penyakit jiwa (iri, dengki, fitnah, hasud, takabur, dll). Nah atas dasar itu, maka muncullah agama sebagai pilihan/solusi, karena sesungguhnya jiwa manusia membutuhkan agama. Dan agama salah satu fungsinya adalah sebagai terapi kejiwaan (psikoterapi religius)
Secara harfiah psikoterapi berasal dari kata psyco yang artinya jiwa, dan therapy yang berarti penyembuhan. Jadi, psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa. Dan secara garis besar psikoterapi dibagi menjadi 6 teknik yaitu : terapi psikoanalis, terapi perilaku (behavioristik), terapi kognitif perilaku, terapi humanistik, terapi elektik atau integratif, dan teknik terapi kelompok dan keluarga. Dan dalam Islam ada teknik terapi Sufistik.
Agama sebagai filosofis psikoterapi adalah agama melibatkan manusia seutuhnya. Agama berarti kehidupan “dunia-dalam” seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Dan fungsi agama dalam kehidupan ada empat, yaitu : Agama memberi bimbingan dan petunjuk dalam hidup; Agama adalah penolong dalam kesukaran; Agama menentramkan batin; Agama mengendalikan moral.
Dalam psikoterapi Islam, yaitu dengan syair jawa yang dinukil dari ungkapan Ali bin Abi Thalib, yang artinya : psikoterapi hati itu ada 5 : baca al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya; Melakukan shalat malam; Bergaul dengan orang yang baik atau salih; Perut supaya lapar (puasa); Zikir malam hari yang lama.

V.      PENUTUP
Terakhir, Tugas  ini belum layak disebut sebagai makalah, serta masih jauh dari kata baik. Oleh sebab itu, masukan, kritik, dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak sangatlah kami harapkan, sebagai acuan kami dalam pembuatan makalah selanjutnya yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, Abdul Aziz,  Psikologi Agama; kepribadian Muslim Pancasila, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009
Sholeh, Moh. dan Iman Musbikin, Agama sebagai Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

Friday, December 12, 2014

bunuh diri

1.      Bunuh diri
Bunuh diri atau dalam bahasa Inggris disebut Suicide (berasal dari kata Latin suicidium, dari sui caedere, "membunuh diri sendiri") adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri seringkali dilakukan akibat putus asa, yang penyebabnya seringkali dikaitkan dengan gangguan jiwa  misalnya depresigangguan bipolarschizophrenia, ketergantungan alkohol / alkoholisme, atau penyalahgunaan obat. Faktor-faktor penyebab stres antara lain kesulitan keuangan atau masalah dalam hubungan interpersonal seringkali ikut berperan.
2.      Fanatisme Bunuh diri
Fanatisme adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Menurut definisinya, Fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya.
Fanatisme dalam bunuh diri adalah dimana seseorang meyakini dengan amat dalam bahwasanya bunuh diri itu merupakan jalan yang terbaik/solusi yang tepat untuk  mengatasi suatu permalahannya (yang mereka anggap tidak ada jalan lain selain bunuh diri), misalnya menyangkut harga diri, malu, tidak mampu mengemban amanat dengan baik, atau yang sekarang lagi ngetren dalam dunia islam adalah bom bunuh diri (yang mereka sebut dengan jihad).
3.      Budaya/tradisi bunuh diri
Budaya/tradisi sangatlah berpengaruh pada jiwa psikologis seseorang, anatar negara, antar suku sangat bervariasi cara dan modelnya. Negara yang melegalkan bunuh diri secara otomatis akan mendorong/memotivasi seseorang yang sedang mengalami distres untuk melakukan bunuh diri tersebut, karena tidak ada larangan dan hal tersebut sudah dianggap sebagai kewajaran (hak individu). Sedangkan negara yang melarang, mengecam, dan juga akan memberi sanksi (untuk orang-orang yang terkait dengan pelaku bunuh diri) atas tindakan bunuh diri tersebut. Hal ini akan mendorong mengurangi tingkat bunuh diri, walaupun masih ditemukan satu/dua peristiwa bunuh diri.
Di negara Eropa saat ini tidak ada satu pun yang menganggap bahwa bunuh diri atau percobaan bunuh diri adalah sebuah kejahatan. Inggris dan Wales tidak menganggap lagi bunuh diri sebagai kejahatan melalui Suicide Act 1961 dan di Republik Irlandia pada tahun 1993. Kata "commit" digunakan dalam referensi untuk itu menjadi ilegal namun banyak organisasi telah menghentikannya karena konotasi negatif.
Di India, bunuh diri merupakan tindakan ilegal dan keluarga yang masih hidup mungkin akan menghadapi kesulitan hukum. Di Jerman, eutanasia aktif merupakan tindakan ilegal dan siapa saja yang hadir selama berlangsungnya bunuh diri dapat dituntut karena gagal memberikan bantuan dalam keadaan darurat. Swiss baru-baru ini mengambil langkah untuk melegalkan bunuh diri yang dibantu untuk sakit mental yang kronis. Pengadilan tinggi Lausanne, dalam putusannya tahun 2006, telah memberikan hak kepada seseorang tanpa nama yang memiliki gangguan kejiwaan yang lama untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Di Amerika Serikat, bunuh diri tidak ilegal, tetapi mungkin dikaitkan dengan hukuman bagi orang yang mencobanya. Bunuh diri yang dibantu dokter merupakan tindakan yang legal di negara bagian Oregon  dan Washington.
Di jepang ada salah satu tradisi bunuh diri yaitu yang bernama harakiri. Umumnya harakiri dilakukan dengan cara menusukan samurai ke perut sang pelaku hingga tewas. Akan tetapi, tradisi ini makin berkembang dengan beragam cara, mulai dari menusukkan samurai, menenggak racun, gantung diri, menabrakan diri di kereta, hingga loncat dari ketinggian tertentu yang mematikan.  
Tindakan ini biasanya disebabkan oleh 3 hal, yaitu : Pertama, motif harga diri. dengan motif ini, para samurai dulu melakukan bunuh diri demi menjaga harga dirinya. Kedua, motif malu. motif ini paling dominan dilakukan oleh pelaku harakiri di masa kini. motif "tidak bisa menahan malu" dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, mulai dari pejabat, akademisi, hingga rakyat biasa. Dan ketiga : motif balas dendam. pada kasus ini, biasanya dilakukan oleh seseorang yang kecewa pada keluarganya.
Tradisi tersebut sudah di anggap wajar. Bahkan ada seseorang yang menulis tata cara dan panduan lengkap bunuh diri.
Dan di Indonesia, salah satunya kasus bunuh diri dari warga Suku Tengger di Gunung Bromo biasanya dilatarbelakangi soal harga diri. Sedangkan harga diri seorang warga Suku Tengger bisa jatuh, terkadang hanya gara-gara soal sepele. Misalnya, seorang warga yang tidak mampu menggelar seni tradisonal tayuban yang sangat dibanggakan warga sekitar dalam hajatan, bisa membuat harga dirinya jatuh. Bahkan hanya gara-gara tidak mampu memberi sawer kepada penari tayub, seseorang juga bisa merasa kehilangan harga diri.
Yang tragis, warga yang merasa harga dirinya telah jatuh terkadang juga tidak mampu menyembunyikan, atau mengatasinaya, sehingga langkah bunuh diri dianggapnya merupakan pilihan terbaik.
4.      Pandangan Islam mengenai bunuh diri
Terlarang bagi umat Islam untuk mengharapkan kematian. Tak peduli bagaimana pun kondisi mereka. Dan bunuh diri merupakan suatu tindakan kezholiman. Sebab ia telah menganiaya dan menyakiti tubuhnya sendiri. 
Allah SWT secara tegas melarang tindakan bunuh diri. Larangan itu disebutkan, antara lain, dalam surah an-Nisa’ ayat 29-30 yang artinya, “ ..... Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. Dan Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.. 
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ad-Dahak disebutkan, “Barang siapa terjun dari sebuah bukit untuk menewaskan dirinya maka kelak ia akan masuk neraka dalam keadaan terlempar jasadnya. Ia kekal dalam neraka selama-lamanya. Barang siapa yang meneguk racun dan racun itu menewaskan dirinya, maka racun itu akan tetap dalam genggaman tangannya sambil meneguknya di dalam neraka jahanam. la juga kekal di dalamnya selama-lamanya.”
Bunuh diri merupakan salah satu dari dosa-dosa besar. Oleh karenanya, tidak pantas seseorang merasa bangga diri ketika bunuh diri. Nabi Muhammad SAW. bersabda,
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْكَبَائِرِ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَقَوْلُ الزُّورِ
 “Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda tentang dosa-dosa besar, beliau bersabda: “Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua, bunuh diri, dan perkataan dusta.” [HR. Al-Bukhoriy dalam Asy-Syahadat (2510) dan Muslim dalam Al-Iman (88)]
Imam asy-Syathibi menyatakan bahwa semua ajaran yang ditetapkan oleh Islam adalah untuk menjaga kemaslahatan yang lima. Berdasarkan dalil-dalil di atas jelas bahwa bunuh diri merupakan perbuatan yang dilarang dan bertentangan dengan perintah agama. Karena besarnya dosa akibat perbuatan tersebut maka tempat kembali orang yang melakukannya adalah neraka jahanam. 

Dengan bunuh diri, seseorang akan merasakan penderitaan tiga kali, yaitu penderitaan di dunia yang mendorongnya berbuat seperti itu, penderitaan menjelang kematiannya, dan penderitaan yang kekal di akhirat nanti.

THARIQAH SYATHARIYAH

THARIQAH SYATHARIYAH


Makalah
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah:  Tarekat dan Konsep Suluk
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.A












Disusun oleh :
LUKMAN HAKIM              (124411026)
 


FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

I.         PENDAHULUAN
Dalam tasawuf seringkali dikenal istilah Thoriqoh, yang berarti jalan, yakni jalan untuk mencapai Ridlo Allah. Dengan pengertian ini bisa digambarkan, adanya kemungkinan banyak jalan, sehingga sebagian sufi menyatakan, Aturuk biadadi anfasil mahluk, yang artinya jalan menuju Allah itu sebanyak nafasnya mahluk, aneka ragam dan bermacam macam. Kendati demikian orang yang hendak menempuh jalan itu haruslah berhati hati, karena dinyatakan pula, Faminha Mardudah waminha maqbulah, yang artinya dari sekian banyak jalan itu, ada yang sah dan ada yang tidak sah, ada yang diterima dan ada yang tidak diterima. Yang dalam istilah ahli Thoriqoh lazim dikenal dengan ungkapan, Mu’tabaroh. Wa ghoiru Mu’tabaroh.
KH. Dzikron Abdullah menjelaskan, awalnya Thoriqoh itu dari Nabi yang menerima wahyu dari Allah, melalui malaikat Jibril. Jadi, semua Thoriqoh yang Mu’tabaroh itu, sanad (silsilah)-nya muttashil (bersambung) sampai kepada Nabi. Kalau suatu Thoriqoh sanadnya tidak muttashil sampai kepada Nabi bisa disebut Thoriqoh tidak (ghoiru) Mu’tabaroh. Barometer lain untuk menentukan ke-mu’tabaroh-an suatu Thoriqoh adalah pelaksanaan syari’at. Dalam semua Thoriqoh Mu’tabaroh syariat dilaksanakan secara benar dan ketat.
Diantara Thoriqoh Muktabaroh itu adalah adalah Thariqah Syathariyah, thariqah ini pertama kali digagas oleh Abdullah Syathar (w.1429 M).  Untuk lebih lanjutnya mengenai thariqah ini, penulis sedikit akan menjelaskan di sub Pembahasan.

II.      RUMUSAN MASALAH
a.       Bagaimana latar belakang lahirnya Tarekat Syathariyah?
b.      Bagaimana ajarah Thariqah Syathariyah?
c.       Bagaimana dzikir Thariqah Syathariyah?
                                     
III.   PEMBAHASAN
a.       Latar belakang lahirnya Tarekat Syathariyah
Thariqah  Syathariyah  adalah  thariqah  yang  dinisbatkan  kepada syaikh Abdullah  al-Syaththar  (w.890  H./1485  M.), seorang  ulama’ yang masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan Syihab al-Din Abu  Hafsh Umar  Suhrawardi  (539 - 632 H. / 1145 - 1234  M.), ulama’ yang mempopulerkan Thariqah Suhrawardiyah.
Awalnya  thariqah  ini  lebih  dikenal  di  Iran  dan  Transoxiana  (Asia Tengah)  dengan  nama  Insyiqiah.  Sedangkan  di  wilayah  Turki Usmani thariqah ini disebut Bistamiyah. Kedua nama ini diturunkan dari  nama  Abu  Yazid  al-Isyqi  yang  dianggap  sebagai  tokoh utamanya.
Namun  karena  popularitas  thariqah  Isyqiyah  ini  tidak berkembang  di  tanah  kelahirannya,  dan  bahkan  semakin  memudar akibat  perkembangan  Thariqah  Naqsyabandiyah,  Abdullah  alSyathar dikirim ke India oleh gurunya tersebut. Semula ia tinggal di Jawnpur,  kemudian  pindah  ke  Mondu,  sebuah  kota  muslim  di daerah  Malwa  (Multan).  Di  India  inilah  ia  mempeoleh  popularitas dan berhasil mengembangkan thariqahnya tersebut.
Tidak  diketahui apakah  perubahan  nama  dari Thariqah  Isyqiyah yang  dianutnya  semula  ke  Thariqah  Syathariyah  atas  inisiatifnya sendiri  yang  ingin  mendirikan  tharîqah  baru  sejak  awal kedatangannya  di  India  ataukah  atas  inisiatif  murid-muridnya.  Ia tinggal di India sampai akhir hayatnya (1428).
Sepeninggal  Abdullah  al-Syathar,  Thariqah  Syathariyah disebarluaskan  oleh  murid-muridnya,  terutama  Muhammad  al-A’la, yang  dikenal  sebagai  Qazan  Syathiri.[1]
Semula thariqah ini hanya berkembang di India dan salah satu muridnya yang terlibat di dalam pengembangan thariqah adalah Muhammad Gaus Gwa (wafat 1562). Diantara muridnya juga ada yang mengembangkan thariqah tersebut di Makkah dan Madinah, yaitu Shibghatullah ibn Rullah (wafat 1606) dan juga seorang khalifahnya yang bernama Ahmad al-Qusyasyi (1583-1661). Beliau inilah yang mengembangkan thariqah Syathariyah dan memiliki banyak murid dari berbagai penjuru, termasuk dari Nusantara.[2] Setelah  Ahmad  al-Qusyasyi  meninggal  Ibrahim al-Kurani  asal  Turki  tampil  menggantikannya  sebagai  pimpinan tertinggi dan pengajar Thariqah Syathariyah yang terkenal di wilayah Madinah.
Ahmad  al-Qusyasyi  dan  Ibrahim  al-Kurani  adalah  guru  dari Abdul  Rauf  Singkel  yang  kemudian  berhasil  mengembangkan Syathariyah  di  Indonesia.  Abdul  Rauf  sendiri  yang  kemudian  turut mewarnai  sejarah  mistik  Islam  di  Indonesia  pada  abad  ke-17  ini, menggunakan  kesempatan  untuk  menuntut  ilmu,  terutama tashawwuf  ketika  melaksanakan  haji  pada  tahun  1643.  Ia  menetap di Arab Saudi selama 19 tahun dan berguru kepada berbagai tokoh agama  dan  ahli  thariqah  ternama.  Sesudah  Ahmad  Qusyasyi meninggal, ia kembali ke Aceh dan mengembangkan thariqahnya.
Kemasyhurannya dengan cepat merambah ke luar wilayah Aceh, melalui  murid-muridnya  yang  menyebarkan  thariqah  yang dibawanya.  Antara  lain,  misalnya  di  Sumatera  Barat  dikembangkan oleh  muridnya  Syaikh  Burhanuddin  dari  Pesantren  Ulakan;  di  Jawa Barat, daerah Kuningan sampai Tasikmalaya, oleh Abdul Muhyi. Dari Jawa  Barat,  thariqah  ini  kemudian  menyebar  ke  Jawa  Tengah  dan Jawa  Timur.  Di  Sulewasi  Selatan  disebarkan  oleh  salah  seorang tokoh  Thariqah  Syathariyah  yang  cukup  terkenal  dan  juga  murid langsung  dari  Ibrahim  al-Kurani  yaitu  Yusuf  Tajul  Khalwati  (1629-1699).[3]
Thariqah Syathariyah tergolong thariqah muktabaroh, yakni thariqah yang sudah diselidiki kebenarannya antara lain tentang silsilahnya sampai kepada sahabat Nabi.[4]        
Silsilah Thariqah Syathariyah[5]
1.
2.

3.
4.
5.
6.

7.
8.
9.

10.

11.

12.
Nabi Muhammad Saw. (609-632 M)
Imam Ali bin Abu Thalib (632-661 M)
Imam Hasan al-Syahid (661-670 M)
Imam Husain (670-684 M)
Imam Zainal Abidin (684-718 M)
Imam Muhammad al-Baqir (718-737 M)
Imam Ja’far Shadiq (737-771 M)
Imam Musa al-Kazhim (771-806 M)
Imam Ali bin Imam Musa al-Kazhim (806-826 M)
Imam Muhammad al-Jawad (826-843 M)
Imam Ali bin Muhammad al-Hadi (843-877 M)
Imam Abu Yazid al-Busthami (W.874 M
12.
13.

14.

15.
16.

17.

18.

19.

20.
21.


Imam Hasan al-Asykari (877-883 M)
Imam al-Mahdi al-Muntadzar (883-955 M)
Syaikh Muhammad al-Maghribi (955-1007 M)
Syaikh Araby al-Asyiqi (1007-1074 M)
Syaikh Qutb Maulana Rumi al-Tushi (1074-1132 M)
Syaikh Qutb Abu Hasan al-Hirqan (1132-1176 M)
Syaikh Hud Qaliyyu Mawaran Nahar (1176-1249 M)
Syaikh Muhammad Asyiq (1249-1312 M)
Syaikh Muhammad Arif (1312-1376 M)
Syaikh Abdullah al-Syaththar (1376-1429 M)

b.      Ajaran Thariqah Syathariyah
Menurut Al-Qusyasyi, gerbang pertama bagi seseorang untuk masuk ke dunia thariqah adalah baiat dan talqin. Oleh karenanya, dalam kitab ini (Al-Simt al-Majid) al-Qusyasyi menjelaskan secara detail tata cara baiat dan talqin tersebut.[6]
1.      Tentang taqin
a.       Calon murid terlebih dahulu menginap di tempat tertentu yang ditunjuk oleh syaikhnya selama tiga malam dalam keadaan suci (berwudlu)
b.      Dalam setiap malamnya, ia harus melakukan shalat sunat sebanyak enam rakaat, dengan tiga kali salam.
ü  Pada rakaat pertama dari dua rakaat pertama, setelah surat fatihah, membaca surat al-qadr enam kali, kemudian pada rakaat kedua, setelah surat fatihah, membaca surah al-qadr dua kali. Pahala sholat tersebut dihadiahkan kepada Nabi SAW. seraya berharap mendapat pertolongan dari Allah SWT.
ü  Selanjutnya, pada rakaat pertama dari dua rakaat kedua, setelah surah fatihah membaca surah al-kafirun lima kali, pada rakaat kedua, setelah al-fatihah membaca surah al-kafirun tiga kali, dan pahalanya dihadiahkan untuk arwah para Nabi, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya.
ü  Terakhir, pada rakaat pertama dari dua rakaat ketiga, setelah surah al-fatihah membaca surah al-ikhlas empat kali, dan pada rakaat kedua, setelah al-fatihah membaca surah al-ikhlas dua kali. Kali ini, pahalanya dihadiahkan untuk arwah guru-guru thariqah, keluarga, sahabat, dan para pengikutnya. 
ü  Rangkaian shalat sunat ini kemudian diakhiri dengan pembacaan shalawat kepada Nabi sebanyak sepeluh kali. [7]

2.      Baiat dan tata caranya
Meskipun teknis dan tata cara bai’ah dalam berbagai jenis thariqah sering kali bereda satu sama lain, tetapi umumnya terdapat tiga hal penting yang harus dilalui oleh seorang calon murid yang akan melakukan bai’ah yakni :
ü  Talqin al-zikr (mengulang-ulang zikir tertentu)
Selama beberapa hari calon murid diminta mengulang-ulang kalimat zikir la ilaha illa Allah hingga ratusan kali dalam sehari di tempat yang sunyi; kemudian, dia diminta memberikan “laporan” kepada syaikhnya berkaitan dengan firasat atau mimpi yang barangkali dia alami; berdasarkan laporan tersebut sudah boleh menerima kalimat zikir berikutnya. Dalam hal ini perlu diketahui bahwa secara keseluruhan, ada 7 kalimat zikir yang harus dilalui oleh seorang calon murid dalam tahap talqin al-zikr, yaitu : la ilaha illa Allah, Ya Allah, Ya Huwa, Ya Haqq, Ya Hayy, Ya Qayyum, dan Ya Qahhar.
ü  Akhu al-a’ahd (mengambil sumpah)
 Pada dasarnya, rumusan kalimat baiat antara thariqah berbeda-beda namun kesemuaannya itu mengisyaratkan pada ikrar kesetiaan dari calon murid tersebut untuk patuh kepada syaikhnya, dan kepada berbagai aturan serta tuntunan thaqriah yang diajarkan. Selain itu, dalam bai’ah, apapun jenis thariqahnya, ada satu ayat al-Qur’an yang senantiasa menjadi bagian tak terpisahkan dari lafadz bai’ah. Ayat yang dikenal sebagai ayat al-mubaya’ah itu merupakan kutipan dari ayat ke-10 dari al-Qur’an surat al-Fath yang berbunyi :
¨bÎ) šúïÏ%©!$# y7tRqãè΃$t6ム$yJ¯RÎ) šcqãè΃$t7ム©!$# ßtƒ «!$# s-öqsù öNÍkÉ÷ƒr& 4 `yJsù y]s3¯R $yJ¯RÎ*sù ß]ä3Ztƒ 4n?tã ¾ÏmÅ¡øÿtR ( ô`tBur 4nû÷rr& $yJÎ/ yyg»tã çmøn=tæ ©!$# ÏmÏ?÷sã|¡sù #·ô_r& $VJÏàtã ÇÊÉÈ  
Artinya : “Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. tangan Allah di atas tangan mereka, Maka Barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan Barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”
ü  Libs al-khirqah (mengenakan jubah)
Yakni sang Syaikh memberikan dan mengenakan jubah (khirqah) kepada murid yang baru saja mengucapkan ikrar bai’ah sebagai tanda masuknya murid tersebut ke dalam organisasi thariqah. Selain itu, khirqah juga diberikan kepada murid yang dianggap telah menyelesaikan perjalanan spiritual (suluk)-nya.[8]
Sedangkan menurut Munawir Kertosono dan Sholeh Badruddin dalam bukunya “Sabilus Salikin : Jalan Para Salik Ensiklopedi Thariqah/Tashawwuf” menyebutkan bahwa tata cara bai’at dalam Thariqah Syathariyah adalah sebagai berikut :
ü  Niat meminta ilmu Syathariyah
نَوَيْتُ لِدُخُوْلِ طَرِيْقِ الصَّالِحِيْنَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
ü  Mandi bersuci, niatnya :
نَوَيْتُ غُسْلاً لِدُخُوْلِ طَرِيْقِ الصَّالِحِيْنَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
ü  Berpuasa tiga hari berturut-turut (paing sedikit)
Puasa  pada  hari  ketiga  menghadap  guru  yang  berhak  dan sah menunjukkan ilmu untuk memohon ijinnya.Waktu pemberian petunjuk tentang ilmu ini biasanya sehabis shalat ‘Ashar.
Niat puasanya sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ غَذٍ لِدُخُوْلِ طَرِيْقِ الصَّالِحِيْنَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
ü  Latihan mukaddimahnya ilmu Syathariyah
Yakni  dzikir  tujuh  macam  yang  disesuaikan  dengan  jumlah nafsu  manusia  yang  juga  ada  tujuh  macam.  Pemahaman  dan latihan  mukaddimahnya  ilmu  ini  biasanya  dilakukan  oleh pimpinan cabang atau perwakilan cabang warga yang membawa warga  baru  untuk  dapatnya  memperoleh  ilmu  ini  dan  akan dilatih lagi di pusat sebelum menghadap guru.
ü  Membayar kifarat
Penjelasan  yang  langsung  dari  guru-guru  (dengan  lisan) yang dilakukan secara bergilir dan tidak pernah putus sejak Nabi Muhammad  Saw.  hingga  kini,  kifarat  ini  adalah  menebus dosanya sendiri.
Adapun  besarnya  kifarat  adalah  sesuai  dengan  kemampuan (layaknya sebesar biaya untuk kematian dirinya) dan diserahkan kepada  yang  berhak  dan  sah  sebagai  pelanjut  guru  wasithah (yang  kemudian  ditasharrufkan  pada  berbagai  kegiatan pendidikan,  dakwah,  sosial,  pembangunan  sarana  dan prasarananya).[9]
3.      Niat dan kemantaban
Disamping  harus  ada  izin  dari  guru  yang  berhak  dan  sah,  bagi yang  bersangkutan  (yang  berkehendak  memperoleh  ilmu),  harus ada niat yang kuat dan mantab. Maksud  dan  kandungan  niat  minta  petunjuk  ilmu  Syathariyah, biasanya diniatkan dengan ungkapan sebagai berikut:
نَوَيْتُ لِدُخُوْلِ طَرِيْقِ الصَّالِحِيْنَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى
نَوَيْتُ اَنْ اَدْخُلَ طَرِيْقَ الصَّالِحِيْنَ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى    atau               
“Saya  berniat  untuk  “masuk”  mohon  petunjuk  ilmunya  guru  yang shaleh fardhu karena Allâh Ta’ala.”
Diterjemahkan sebagaimana di atas karena mempunyai maksud dan  tujuan  agar  para  pengamal  ilmu  ini  akan  menjadi  orang-orang yang  benar-benar  bermujahadah  (memerangi  hawa  nafsunya sendiri)  hingga  membentuk  diri  menjadi  orang  yang  sabar  dan tawakkal supaya dapat mencapai tingkat dan martabat rasa.
Tingkat  dan  martabat  rasa  yaitu  relanya  hati  untuk melaksanakan  lakon  (ibadah  yang  dapat  dilaksanakan  oleh  jasad) dan  pitukon  (amal  jariah,  zakat,  infaq  dan  sejenisnya)  untuk  tujuan mendekat  kepada-Nya  (berjuang, berkorban  dan  berbakti  dalam memenuhi  taatnya  kepada  guru)  dengan  ikhlas  yang  seikhlas-ikhlasnya.  Rasa  hati  yang  tulus  ikhlas  karena  Allâh  Swt., dengan Allah  Swt., di  jalan  Allah  Swt., Untuk  Allah  Swt.,  sehingga  dia “tidak merasa” bahwa dirinya berkorban dan berbakti.[10]

c.    Dzikir Thariqah Syathariyah
Tujuh Macam Dzikir Thariqah Syattariyah


1.      Thawaf
Mengucap kalimah :  (لا إله إلا الله  3x) Dilakukan pada diri (jagad) pribadi.  Caranya  memutar  kepala,  mulai  dari  bahu  kiri.  Alat penunjuknya  adalah  dagu  (simbol  Pena-Nya  Allah  Swt. dengan tinta  Nur  Muhammad).  Dengan  dagu  tersebut  lalu  menggaris dada  (mulai  dari  bahu  kiri)  menuju  bahu  kanan,  berpusat  pada pusar,  membentuk  Lam  Alif  dengan  mengucap  kalimah  “La ilaha” (dzikir pertama), dengan menahan nafas.
Setelah  sampai  pada  bahu  yang  kanan  lalu  menarik  nafas, baru mengucapkan (dzikir kedua) yaitu kalimah  itsbat  ‘Illallah’ yang  dipukulkan  (oleh  dagu)  tersebut  ke  dalam  hati  sanubari yang letaknya kira-kira dua jari di bawah payudara kiri.
Bahu  kanan  sebagai  tempat  menarik  nafas  ketika  hendak mengucap  kalimah  nafi  “illallah”  adalah  simbolnya  “maqam firaq”. Simbol pisahnya yang hak dan yang batal. Simbol nafinya dzat,  sifat  dan  af’alnya  hamba  supaya  dapat  membuktikan bahwa  satu-satunya  yang  wujud  dan  yang  ada  adalah  yang diitsbatkan (ditetapkan) dalam hati. Yaitu Diri-Nya Ilahi al-Ghaib yang hanya dapat diketahui dari guru wasithah yang berhak dan sah menunjuki.
Maksud  dan  kandungan  makna  dari  dzikir  mukaddimah (dzikir  pertama  dan  kedua),  yang  bertempat  pada  bahu  kiri (tempat  mulai  thawaf)  dan  bahu  kanan  (tempat  menarik  nafas) adalah  simbol  hamba  yang  mempunyai  keberanian  dengan tekad,  mantab,  meski  betapapun  berat  resiko  yang  harus ditanggung guna memenuhi amanat ilahi.
Jadi sebagai  simbol  keberanian  memikul  amanah  dari  Allah Swt. yaitu:
وَاعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّى يَأْتِيَكَ الْيَقِيْنُ 
“Sembahlah Tuhanmu hingga datang yaqin (mati)”[11]
Ayat  tersebut  mengandung  makna  supaya  menyembah Tuhan  yang  asma’nya  Allah  dengan  kesungguhan  berjihad  anNafsi  supaya  dapat  lulus  dalam  mengikuti  watak  dan  jejak  para malaikatul  muqarrabin,  rela  sepenuh  hati  sujud (memperlakukan  diri  bagai  mayit  yang  patuh  dan  taat  di hadapan  yang  berhak  dan  sah  mensucikannya)  hingga  akan ditarik  fadhal  dan  rahmat-Nya  dapat  seyakinnya  merasakan kehadiran yang disembah itu.
Ketika menjelajahi jagat (menjalani kehidupan dunia sebatas umur  masing-masing  sebagai  ujian  dan  cobaan  ini)  supaya dapat lurus harus berani menahan nafas, karena menahan nafas merupakan  lambang  sesuatu  yang  amat  sangat  penting.  Agar dapat  menjadi  hamba-Nya  Ratu  Adil,  karena  dapat dimengertikan   bagaimana  cara  mengadili  diri  sendiri  supaya hidupnya  tidak  ditipu  daya,  apalagi  hingga  sampai  diperintah dan dijajah oleh hawa nafsu. Lalu menjadi hamba yang hurriyah tammah.  Menjadi  hamba  yang  rasa  jiwanya  merdeka  sejati. Menjadi  hamba  cahaya-Nya  Ilahi  di  muka  bumi.  Dijadikan  olehNya dapat mengaktualisasikan fitrahnya jati diri.
Karena  itulah  ketika  melakukan  dzikir  istbat  (Illallah),  dagu dipukulkan ke arah hati sanubari supaya markas besarnya nafsu lawwamah ini tidak berfungsi (dapat dikendalikan).
2.      Nafi Itsbat
Kalimah  Nafi  Istbat  (kalimah  Thoyyibah)  yaitu  “La  Ilaha Illallah” (dilafalkan secukupnya).
Dzikir  ini  dilakukan  sebanyak  mungkin  dengan menghidupkan  angan-angan,  bahwa  semua  hal  tentang  dunia dan  apa  saja  termasuk  jiwa  raganya,  nafi,  tidak  ada.  Dibarengi dengan  hati  mengintai-intai  Diri-Nya  Ilahi.  Dan  apabila  masih selalu  merasakan  ada  terhadap apa saja  (dan ternyata memang demikianlah yang terjadi), maka segeralah menyadari atas salah dan  dosanya  sendiri.  Masih  banyaknya  lakon  dan  pitukon  yang belum  dijalani.  Masih  banyak  sekali  keteledoran  dan  masih sangat  kurang  kesungguhannya  dalam  ber-jihad  al-nafs.
Dengan demikian jiwa dan  taubat nasuha-nya terus menghidupi diri.  Itulah  sebabnya  warga  Syathariyah  apabila  melakukan dzikir  nafi  istbat  suara  yang  dikeraskan  adalah  suara  nafi-nya. Sebab  begitu  mengucap  “ill”  (yang  lengkapnya  Illallah)  suara seperti dimasukkan ke dalam yang mempunyai asma’ Allah Swt.
3.      Itsbat Faqad
Dzikir  ini  berupa  lafal  “illallah”  (diucapkan  sebanyak  7x). dipukulkan  kedalam  hati  nurani  dengan  alat  pemukul  dagu. Bermaksud  mempertegas  bahwa  hanya  diri-Nya  lah  Dzat  yang Wujud  dan  yang  Ada.  Sehingga  hati  yang  menjadi  markas besarnya  nafsu  lawwamah    ini  benar-benar  diam.  Tidak  akan mengganggu  perjalanan  dan  cita-cita  hati  nurani,  ruh  dan  rasa dalam tujuan mendekat sehingga sampai ma’rifat kepada-Nya. [12]
4.      Ismu Dzat
Dzikir  Ism  Dzat  yaitu  “Allah”  (diucapkan  sebanyak  7x)  Arah yang  dipukul  oleh   dagu  tepat  pada  tengah-tengah  dada. Mengarah   pada  ruh  yang  keberadaannya  di  dalam  hati  nurani. Supaya  benar-benar  disadari  dan  dipahami  bahwa  ruh  yang menandai  adanya  hidup  dan  kehidupan  dengan  keluar masuknya  nafas  dalam  dada,  lalu  karena  itu  wujud  jiwa  raga mempunyai  daya  dan  kekuatan,  ini  semua  adalah    min  ruhihi.
Daya  dan  kekuatan  Allah  Swt.,  sama  sekali  bukan  daya dan  kekuatan  nafsu  yang  terbiasa  telah  diaku  oleh  wataknya nafsu.  Sebab  bila  demikian  diterus-teruskan  sama  saja  dengan telah berani menjadi hamba yang menyekutukan Tuhannya.
5.      Dzikir Taraki
Dzikir  Taraki  yaitu  “Allah  huwa”  (dibaca  Alla  huw)  dibaca sebanyak  7x  atau  ganjil.  Ucapan  Allah  diambil  dari  dalam  dada, dan  “huw”  dimasukkan  ke  dalam  Baitul  Makmur  (markasnya berpikir). Maksudnya supaya markas besarnya berpikir ini selalu dicahayai  oleh  cahaya  Ilahi,  sehinga  potensi  pikir  akan  benar-benar  dapat  digunakan  untuk  memecahkan  masalah-masalah dunia.
Bagi  mengelola  garapan  dunia  yang  oleh  Allah  dicipta tidak  sia-sia  dan  tidak  batal  ini,  namun  karena  markas  berpikir selalu  diterangi  oleh  cahaya-Nya,  sama  sekali  tidak  akan ditujukan  untuk  mengumpulkan  harta  benda dunia,  bersenang-senang,  mengumbar  hawa  nafsu  dan  syahwat.  Berbangga-bangga  dan  bermegah-megah  dengan  kehidupan  dunia.  Tetapi semata-mata demi untuk Subhaanaka.  Demi untuk mensucikan Dzat  yang  Maha  Suci.  Oleh  karena  itu,  hasil  kerja  kerasnya semata-mata  dijadikan  sebagai  pancatan  yang  kokoh,  guna mensucikan  diri  supaya  dapat  sampai  selamat  dan  bahagia bertemu kembali dengan Dzat yang Maha suci.
6.      Dzikir Tanazul
Dzikir  ini  berupa  lafad  “Huw  Allah”  (sebanyak  7x).  “Huw” diambil  dari  baitul  makmur  (otak),  dan  kalimah  Allah dimasukkan ke dalam dada. Sebab  akhirat  itu pintu masukknya ada  di  dalam  dada.  Al-taqwa  haahuna  (tiga  kali)  sebagaimana sabda  Nabi  Muhammad  Saw.,  yang  dituding  beliau  adalah dadanya. Sehingga akan senantiasa berkesadaran tinggi sebagai insan  Cahaya  Ilahi,  bahwa  hidup  dan  kehidupan  dunia  dengan segala  kewajiban  hamba  yang  dilakukannya  adalah  merupakan proses  nyata  terhadap  kandungan  makna  “inna  lillaahi  wa  inna ilaihi rajiuun[13]
7.      Dzikir Ismu Ghaib
Dzikir  Isim  Ghaib  yaitu  “Huwa”  (dibaca  huw  dengan  mulut tertutup, secukupnya) Dengan  mata  terpejam  dan  mulut  dikatupkan.  Yang  diarahkan tepat pada tengah-tengah dada menuju ke arah kedalaman rasa yang  telah  diisi  dengan  dzikir  (ingatnya  hati  nurani  pada  alGhaib, isinya Huw).
Dzikir  huw  ini  asalnya  dari  ha’  wawu  di  dhammah.  Yaitu dhamir  huwa.  Dhamir  yang  maknanya  adalah  “sesuatu  yang tersimpan di dalam hati tentang ada dan wujud diri-Nya Dzat alGhaib  yang  Allah  Asma’-Nya.  Dan  ini  adalah  makna  kandungan firman Allah Swt. dalam surat al-Ikhlas:[14]
ö@è% uqèd ª!$# îymr&
IV.   SIMPULAN
Thariqah  Syathariyah  adalah  thariqah  yang  dinisbatkan  kepada syaikh Abdullah  al-Syaththar  (w.890  H./1485  M.) letaknya di India. Kemudian dibawa ke Makkah dan Madinah oleh Shibghatullah ibn Rullah (wafat 1606) dan juga seorang khalifahnya yang bernama Ahmad al-Qusyasyi (1583-1661). Setelah Ahmad al-Qusyasyi meninggal kemudian kepemimpinan di Madinah digantikan oleh Ibrahim  al-Kurani. Dan salah satu murid beliau  adalah Abdul  Rauf  Singkel  yang  kemudian  berhasil  mengembangkan Syathariyah  di  Indonesia.
Ajaran Thariqah Syathariyah meliputi talqin, bai’at, dan dzikir. Penjelasannya bisa dibaca diatas. Satu thariqah dengan thariqah lain memiliki berbeda-beda cara ritualnya (tentang talqin, bai’at, metode dzikirnya, mauun dalam jumlah hitungan dzikirnya), namun pada intinya adalah sama yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah dan kalimat dzikirnya Allah atau La ilaha illa Allah

V.      PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh karenanya, kami mohon masukan kritik dan saran dari semua pihak untuk memperkaya materi, memperdalam pemahaman dan juga perbaikan untuk makalah selanjutnya. Terakhir, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi semua pihak. Terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Darno, Studi Kasus Tarekat Syathariyah  Di kecamatan Karangrejo Kaputen Tulungagung Propinsi Jawa Timur, Semarang : Balai Penelitian Aliran Kerohanian / Keagamaan Semarang, 1995
Kertosono, Munawir dan Sholeh Badruddin, Sabilus Salikin : Jalan Para Salik Ensiklopedi Thariqah/Tashawwuf, Pasuruan : Pondok Pesantren Ngalah, 2012
Mulyati, Sri, Mengenal & Memahami Tarekat-tarekat Muktabarah Di Indonesia, Jakarta : Prenada Media, 2005, cet.2
Syam, Nur, Tarekat Petani : Fenomena Tarekat Syattariyah Lokal, Yogyakarta : PT. LkiS Printing Cemerlang, 2013