HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Wednesday, March 18, 2015

PASRAH SEBAGAI KONSELING SUFISTIK

PASRAH SEBAGAI KONSELING SUFISTIK

MAKALAH














Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Konseling Sufistik
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA.

Disusun Oleh :
LUKMAN HAKIM   ( 124411026 )

FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

I.         PENDAHULUAN
Menggunakan metode pasrah dalam konseling sufistik merupakan suatu kewajiban yang harus ada di dalamnya.
Tidak dipungkiri bahwasannya semua manusia yang bernyawa pasti menjumpai permasalah-permasalah dalam hidupnya, yang mana sering kali permasalah tersebut menimbulkan kegelisahan hati, ketidak tentraman, gundah gulana, galau, dll.
Dan manusia juga diwajibkan untuk berusaha (berikhtiar) atas segala hal yang menjadi tujuan/harapannya. Tanpa usaha mustahil tujuan itu dapat tercapai. Namun yang menjadi problemnya adalah ketika usaha / ikhtiar itu gagal, maka kebanyakan orang kemudian menjadi putus asa, down, tidak bersemangat, dll.
Maka kedua hal diatas harus diimbangi yang namanya sikap pasrah yaitu sikap berserah diri secara penuh kepada Allah Ta’ala. Manusia hanya dapat berusaha sedangkan Allah-lah yang menentukan. Dan perbuatan Allah tidak ada yang sia-sia, semuanya dipilihkan oleh Allah yang paling terbaik.
Untuk lebih detailnya simaklah dimakalah ini, semoga bermanfaat pembahasan yang sedikit ini.

II.      RUMUSAN MASALAH
A.    Apa hakikat pasrah?
B.     Bagaiamana pasrah dapat sebagai konseling sufistik?
C.     Bagaimana keilmiahan atau pandangan medis mengenai pasrah?

III.   PEMBAHASAN
A.    Hakikat Pasrah
Pasrah adalah nama lain dari tawakal. Kata tawakkal diambil dari bahasa Arab وكل يكل وكلا yang berarti menyerahkan, mempercayakan, atau mewakilkan. Di dalam kamus besar bahasa Indonesia, tawakal berarti berserah (kepada kehendak Allah Swt) dengan segenap hati percaya kepada Allah Swt dalam segala penderiataan, cobaan, sesudah berikhtiar baru berserah kepada Allah Swt, pengalaman pahit di hadapi dengan sabar. 
Secara terminologis, berbagai definisi tawakkal telah dikemukakan oleh para ahli dan ulama. Definisi tersebut antara lain:
Imam al-Ghazaliy mendefinisikan bahwa tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.
Menurut Amin An-Najar, tawakal adalah bersandar kepada Allah SWT dalam berbagai hal. Bertawakal adalah bahwa seorang hamba melepaskan diri dari daya dan kekuatan dan bertumpu kepada pemilik daya dan kekuatan tersebut (Allah SWT) seraya mengetahui bahwa menjalani hukum sebab-akibat tidak menafikan tawakal.
Berserah diri adalah keadaan dan tingkah yang agung. Sikap berserah diri meliputi aspek lahir dan batin. Lahirnya taat kepada Allah, dan batinnya tidak menentang-Nya.
“Islam” berati ketundukan seluruh anggota tubuh, sedangkan sikap pasrah adalah ketundukan hati. Perumpamaannya, Islam adalah seperti rupa atau bentuk, sedangkan sikap pasrah adalah ruhnya. Islam adalah aspek lahir, sedangkan sikap pasrah adalah aspek batinnya.
Seorang muslim adalah yang melaksanakan perintah Allah dan batinnya berserah diri pada ketentuan-Nya.
Tawakal kepada Allah adalah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya, bergantung dalam semua keadaan kepada-Nya, dan yakin bahwa segala kekuatan dan kekuasaan hanyalah milik-Nya. Tawakal merupakan sikap hati, sebagaimana tampak dalam definisi-definisi di atas. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan antara tawakal kepada Allah dan antara bekerja serta berusaha. Tempat tawakal adalah hati, sedangkan tempat berusaha dan bekerja adalah badan.
Jadi, hakekat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dan membersihkan diri dari gelapnya pilihan, tunduk dan patuh kepada hukum dan takdir. Sehinggadiayakinbahwatidakadaperubahandalambagian, apa yang merupakanbagiannyatidakakanhilangdanapa yang tidakditakdirkanuntuknyatidakakanditerima. MakahatinyamerasatenangkarenanyadanmerasanyamandenganjanjiTuhannya.
Dalil yang dijadikansebagaidasartawakaladalahfirmanAllah :
çmø%ãötƒurô`ÏBß]øymŸwÜ=Å¡tFøts4`tBurö@©.uqtGtƒn?tã«!$#uqßgsùÿ¼çmç7ó¡ym4¨bÎ)©!$#à÷Î=»t/¾Ín̍øBr&4ôs%Ÿ@yèy_ª!$#Èe@ä3Ï9&äóÓx«#Yôs%ÇÌÈ
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS. Ath-Thalaq : 3)

Seorang yang bertawakal hatinya menjadi tentram, karena yakin akan keadilan dan rahmat-Nya. Oleh karena itu, Islam menetapkan iman harus diikuti dengan sifat ini (tawakal).[6] Firman Allah :
n?tãur«!$#(#þqè=©.uqtGsùbÎ)OçGYä.tûüÏZÏB÷sBÇËÌÈ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman"” (QS. Al-Maidah : 23)
ª!$#Iwtm»s9Î)žwÎ)uqèd4n?tãur«!$#È@ž2uqtGuŠù=sùšcqãZÏB÷sßJø9$#ÇÊÌÈ
“(Dia-lah) Allah tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal kepada Allah saja.” (QS. Al-Taghabun : 13)

B.     Pasrah sebagai konseling sufistik
Dari pengertiannya KonselingSufistiksendiri adalahproses pemberian bantuan terarah dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Al-Qur’an dan hadits. Sebagai proses bantuan yang berbentuk kontak pribadi antara individu atau sekelompok individu yang mendapat kesulitan dalam suatu masalah dengan seorang petugas professional dalam hal pemecahan masalah, pengenalan diri, penyesuaian diri, dan pengarahan diri untuk mencapai realisasi diri secara optimal sesuai ajaran Islam. Dan yang bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara yang dilakukan oleh para sufisme.
Bagaimana pasrah dapat sebagai konseling? Yaitu dengan memberikan informasi kepada klien bahwa seseorang dalam hidupnya harus mempunyai sikap pasrah, dimana sikap pasrah ini adalah total hanya kepada Allah, dengan dibarengi dengan usaha / ikhtiar, agar hati menjadi tenang dan dapat menggugah semangat.
Salah satu contoh dari tawakal adalah yang terjadi di zaman Rasulullah Saw seorang dusun tidak mengikat ontanya sehingga onta itu lepas, karena katanya bertawakal kepada Tuhan. Oleh Rasulullah perbuatannya itu tiada disetujui, melainkan beliau berkata kepada orang itu : “Ikatlah dahulu untamu, barulah bertawakal!”
Orang yang menutup kandangnya, takut ayamnya ditangkap musang; orang yang mengunci rumah takut maling masuk; orang yang mengikat untanya takut akan dilarikan orang; merka itulah Mutawakkil; bertawakal yang sejati, tawakal dalam teori dan praktik.
Tawakal harus disertai ikhtiar (usaha), tidak disebut tawakal kalau “terjun bebas” tanpa disertai usaha. Tawakal seperti ini merupakan kekeliruan dari pemahaman hadis “Seandainya kamu sekalian bertawakal secara sungguh, pasti Allah akan memberi rizki, sebagaimana burung telah diberi rizki, pagi (taghdu) dalam keadaan lapar dan sore (tarahu) dalam keadaan kenyang” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Yang dimaksud (taghdu) adalah pergi pagi-pagi mencari rizki, sehingga sore (tarahu) dalam keadaan kenyang. Ini merupakan bentuk ikhtiar atau usahanya dalam mencari rizki.
Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan menegaskan bahwa, keterkaitan / ketergantungan hati pada selain Allah Swt banyak sekali contohnya. Seperti juga keyakinan kita pada ikhtiar, usaha untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang syar'i.
Betul ikhtiar wajib. Tapi ikhtiar bukan satu upaya untuk memvonis pasti berhasil. Karena ikhtiar bukan tuhan. Sejatinya ikhtiar untuk menambah ketaatan kita pada Allah Swt, menambah ibadah kita pada Allah Swt. Itulah ikhtiar.
Kalau tidak ikhtiar darimana punya uang? Mau makan darimana kalau tidak ikhtiar? Tidak boleh kita berkata dan berkeyakinan seprti itu. Masalah rezeki itu urusan Allah Swt, mau didatangkan melalui ikhtiar atau tidak yang penting kita melakukan ikhtiar, karena diperintahkan oleh Allah Swt.
Jangan punya keyakinan kalau tidak ikhtiar mati, karena ikhtiar bukan tuhan. Mau diberi atau tidak, itu urusan Allah Swt. Ikhtiar hakikatnya untuk menambah ibadah. Seperti kita shalat berjama’ah, kita berjalan menuju masjid. Berjalan menuju masjid adalah ikhtiar.
Inilah diantra yang kita maksud harus membersihkan hati dari keterkaitan-keterkaitan pada selain Allah Swt.

Pasrah Berkaitan Dengan Penyakit
Serupa dengan itu tawakkal kepada Allah di dalam perkara mengobati penyakit. Berobat ketika sakit, tidak mengurangi tawakal. Junjungan kita Baginda Nabi Muhammad Saw menyuruh kita menjaga diri : “Larilah dari penyakit kusta, seperti lari dari harimau yang buas!”
Mengobati penyakit tidaklah bertentangan dengan tawakal, bukan pula menunjukkan kurang terima di atas takdir dan ketentuan Tuhan. Sabda Baginda Nabi Saw :
“Tidaklah menurunkan Allah akan penyakit, melainkan diturunkanNya pula obatnya!” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Hai hamba Allah, berobatlah! Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, tidaklah menjadikan penyakit melainkan dijadikan-Nya pula obatnya, kecuali semacam penyakit saja, yaitu tua!” (HR. Imam Ahmad)
Bukan sekali dua kali Baginda Rasulullah menyuruh sahabat-sahabatnya berobat. Di zaman Rasulullah Saw, berobat dengan berpantik, dengan berbekam dan berobat dengan madu-lebah, adalah perobatan yang amat biasa terpakai. Sayyidina Ali lantaran matanya sakit, beliau larang memakan buah anggur kering dan beliau suruh memakan telur dimasak dengan bubur.
Tuhan Allah yang mengadakan penyakit. Dia pun mengadakan obatnya. Cuma mati yang tidak dapat diobati, karena mati bukan penyakit.
Dalam kaitannya menghadapi penyakit, tawakal adalah kunci mencapai kesembuhan. Obat apa pun yang diinjeksikan ke dalam tubuh, tidak akan bermanfaat manakala dalam hati seseorang tidak ada rasa tawakal. Ada pepatah mengatakan, “Jangan pergi ke dukun, kalau engkau membawa obat”. Artinya, ketika seseorang diberi obat, dia belum bisa berserah diri pada satu obat, melainkan masih digalaukan oleh adanya obat lain, yang menurutnya memungkinkan untuk menyembuhkan. Ia belum ridla jika diobati dengan satu jenis obat. Hal ini tentu saja kecil kemungkinannya untuk sembuh dari penyakit, sebab goyahnya keyakinan dalam diri akan sembuhnya suatu penyakit. Oleh karena itu, tawakal dapat dijadikan salah satu terapi untuk mempercepat proses penyembuhan, disamping tentu saja untuk pencegahan penyakit.[11]
Namun yang perlu diingat, meskipun kita diperintah ikhtiar, tidak boleh bertawakal kepada ikhtiar itu. Karena bukan ikhtiyar sebagai satu-satunya yang menyebabkan tercapainya sesuatu. Ada sebab ada akibat, tetapi tidak semua sebab itu membawa akibat. Ikhtiar adalah sekedar menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba. Kita tidak boleh meninggalkan sebab, tetapi sebab tanpa pertolongan Allah tidak berarti apa-apa.
Menggantungkan sesuatu pada sebab (tanpa memasrahkannya kepada Allah) akan menimbulkan kesombongan. Allah telah mengingatkan kepada umat Islam, pada perang Hunain : kaum Muslimin bangga dengan jumlah tentara Islam yang banyak, namun mereka menelan “pil pahit” kekalahan. Hal ini diabadikan dalam firmanNya : QS. al-Taubah : 25.
 Ini senada dengan pemaparan cerita dari al-Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan. Ada seorang bapak-bapak yang mempunyai penyakit struk, ia sudah ikhtiyar kemana-mana untuk kesembuhannya, ketika ada informasi pengobatan yang manjur ia datangi. Semua rumah sakit/dokter/tabib ia datangi dan ia percaya bahwa mereka pasti bisa menyembuhkan penyakitnya tapi hasilnya masih nihil.
Kemudian lama kelamaan orang tersebut mulai bosen dan malas untuk berobat, lalu akhirnya ia menerima penyakit itu kemudian memasrahkan semuanya kepada Allah. Subhanaallah ternyata setelah ia pasrah kepada Allah ia sedikit demi sedikit pulih dari penyakitnya... lantas kenapa bisa begitu? Alasanya :
1.      Ia belum bisa menerima pemberian (penyakit) dari Allah, seharusnya setiap manusia harus menerima dengan ikhlas apa yang sudah ditakdirkan olehNya.
2.      Ketika ia berobat hatinya bergantung kepada dokter, obat, dll, yang menurutnya bisa menyembuhkannya, tapi ia lupa dengan Allah (karena sesungguhnya Allah-lah yang menyembuhkan, dokter/tabib/obat hanya sebagai lantaran saja).
3.      Dan yang ketiga ia melupakan semuanya, ia menerima keadaannya dengan ikhlas (penyakitnya) dan ia hanya bergantung pada Allah, mempasrahkannya dan mengembalikan semuanya kepadaNya.

Apabila kita mau bertawakal dengan ikhtiar, maka kita akan memetik hasilnya :
a.       Hati menjadi tenang, tidak mudah putus asa, tidak mudah stres
b.      Menerima kegagalan sebagai ujian, musibah diterima dengan sabar
c.       Menerima keberhasilan dengan rasa syukur, tidak sombong dan lupa diri
d.      Memberikan percaya diri menghadapi masa depan, antisipasi terhadap segala kemungkinan yang ada.
Bukti firman Allah :
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. al-Thalaq : 3)

C.     Keilmiahan atau pandangan medis mengenai pasrah
Dalam salah satu terapi dalam proses membantu penyebuhan suatu penyakit, ada yang namanya terapi Spiritual Emosional Freedom Tehnique (SEFT). Terapi ini merupakan suatu teknik penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping (ketukan) beberapa titik tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan dengan terapi SEFT yang telah terbukti membantu mengatasi berbagai masalah fisik maupun emosi.
Lebih lanjut A.F. Zainuddin, (penemu dari terapi SEFT) menerangkan bahwa terapi SEFT berfokus pada kata atau kalimat yang diucapkanberulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada Allah SWT. Ketikaseorang klien berdoa dengan tenang (disertai dengan hati ikhlas & pasrah dalam Tune In) maka tubuhakan mengalami relaksasi dan menyebabkan seorang pasien menjadi tenang. Pernafasanmenjadi teratur, denyut jantung menjadi teratur dan stabil akan melancarkan sirkulasi darahyang mengalir kedalam tubuh dan mereka benar-benar berada dalam keadaan yang luar biasarileks. Dengan demikian, terapi yang mengkombinasikan antara spiritualitas (melalui doa, keikhlasan, dan kepasrahan) dan energy psychology cukup efektif untuk menetralisir emosi negatif dan membantu meningkatkan imun tubuh[14]
Untuk penyakit fisik, tentu obatnya terdapat pada medis. Begitu pula dengan penyakit psikis obatnya kembali yang bersifat psikis. Namuntidakdipungkiribahwasannyasekarangobat yang bersifatpsikismampumengobatipenyakit yang bersifatfisikjuga.Para ahli mengatakan kondisi psikis akan mempengaruhi saraf dan saraf akan mempengaruhi kelenjar, kelenjar akan mengeluarkan cairan (hormon) dalam tubuh, cairan ini akan mempengaruhi kekebalan tubuh. Dalam dunia medis dikenal dengan Psiko Neuro Endokrin Immunologi (PNI). Dengan ketenangan fikiran, kepasrahan yang sepasrah-pasrahnya kepada Allah serta ikhas menerima penyakitnya akan membantu proses penyembuhan penyakit.
Sedangkan pengertian dari Psiko Neuro Endokrin Immunologi (PNI) yaitu ilmu yang mempelajari interaksi/hubungan antara sistem imunitas (kekebalan tubuh) dengan perilaku melalui sistem saraf sedangkan imunitas (kekebalan tubuh) berupa suatu jaringan alat tubuh yang melindungi manusia terhadap inveksi bakteri, virus, dan benda asing lain yang masuk kedalam tubuh.
Atau bisa dipahami Psikoneuroimunologi (PNI) adalah suatu cabang ilmu kedokteran yang mengkaji interaksi antara faktor stress psikologis yang mempengaruhi respon imun, pengaruh stres psikologis terhadap perubahan respons imun serta manifestasi berbagai penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.
Tingkat stres yang tinggi (negatif) yang berlangsung terus menerus atau lama akan berpengaruh buruk kepada kesehatan dan juga dapat merusak otak. Sebaliknya jika seseorang hidupnya tenang, menerima, pasrah, damai, dan bahagia akan berpengaruh baik bagi kesehatan manusia baik fisik maupun psikis. Karena itu semua adalah adanya interaksi antara psikologis seseorang dengan tingkat imunitasnya (kekebalan tubuhnya) dan kekebalan tubuh inilah yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan seseorang atau proses pemulihan dari suatu penyakit.

IV.   SIMPULAN
Tawakal/pasrah merupakan buah terbaik dari iman dan makrifat. Tawakal merupakan jalan utama untuk memperoleh kebahagiaan dan ketenangan. Orang-orang sufi telah memahami hakekat tawakal dengan sebenarnya. Mereka sadar bahwa tawakal tidak berarti berdiam diri dan tidak berusaha. Akan tetapi, tawakal adalah membatasi harapan pada Allah semata, bersandar pada ketetapan dan kebijaksanaan-Nya, serta menghilangkan kebergantungan hati pada usaha, karena usaha saja tidak akan berguna.
Konseling sufistik hadir membawa nilai-nilai ajaran sufi untuk memecahkan permasalahan-permasalah hidup manusia, salah satunya adalah menggunakan sikap pasrah. Dimana banyak klien yang lupa kepada tuhannya, mendewakan usahanya semata, dan terkadang sikap pasrah yang tidak ada usahanya.Sehingga sang klien merasa berat, gelisah, risau dalam menjalani hidupnya. Kemudian sang klien dibantu konselor untuk kembali kepada tuhannya, memasrahkannya kepada Allah semata bukan pada yang lain termasuk juga usahanya. Dan menjelaskan konsep pasrah yang sesungguhnya yaitu pasrah yang aktif.
Buah dari ketawakalan/pasrah adalah Hati menjadi tenang, tidak mudah putus asa, tidak mudah stres; Menerima kegagalan sebagai ujian, musibah diterima dengan sabar; Menerima keberhasilan dengan rasa syukur, tidak sombong dan lupa diri; Memberikan percaya diri menghadapi masa depan, antisipasi terhadap segala kemungkinan yang ada.
Para ahli mengatakan kondisi psikis akan mempengaruhi saraf dan saraf akan mempengaruhi kelenjar, kelenjar akan mengeluarkan cairan (hormon) dalam tubuh, cairan ini akan mempengaruhi kekebalan tubuh. Dalam dunia medis dikenal dengan Psiko Neuro Endokrin Immunologi (PNI). Dengan ketenangan fikiran, kepasrahan yang sepasrah-pasrahnya kepada Allah serta ikhas menerima penyakitnya akan membantu proses penyembuhan penyakit (meningkatkan imun tubuh).

V.      PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat. Makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh karenanya, kami mohon masukan kritik dan saran dari semua pihak untuk memperkaya materi, memperdalam pemahaman dan juga perbaikan untuk makalah selanjutnya. Terakhir, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi semua pihak. Terima kasih.

























DAFTAR PUSTAKA

Al-Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, Secercah Cinta (Jalinan Cinta Seorang Hamba dengan Sang Pencipta), Pekalongan : Menara Publisher, 2012
Al-Qahthani, Sa’id bin Musfir Al-Qahthani, Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani diterjemahkan dari Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-I’tiqadiyah wa Ash-Shufiyah oleh Munirul Abidin, Bekasi : PT Darul Falah, 2011, cet. 8
al-Sakandari, Ibn ‘Atha’illah, Terapi Makrifat Misteri Berserah Kepada Allah, diterjemahkan dari al-Tanwir Fi Isqath al-Tadhir oleh Fauzi Faishal Bahreisy, Jakarta : Zaman, 2013, cet. III
Hamka, Tasauf Modern, Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995, cet 4
Syeikh ‘Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf, diterjemahkan dari Haqa ‘iq at-Tashawwuf oleh Khairul Amru Harahap dan Afrizal Lubis, Jakarta : Qisthi Press, 2011, cet-13
Syukur, M. Amin, Tasawuf Bagi Orang Awam, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006
______________, Sufi Healing (Terapi dengan Metode Tasawuf), Jakarta : Penerbit Erlangga, 2012
______________,dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Jakarta: Erlangga, 2012,
Zainuddin A. F., SEFT Cara Tercepat dan Termudah Mengatasi Berbagai Masalah Fisik dan Emosi, edisi revisi, Jakarta : PT Arga Publishing, 2006
Cermahan Habib Luthfi dalam Pengajian Rutinan Jum’at Kliwon diPekalongan