PASRAH SEBAGAI KONSELING SUFISTIK
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Konseling
Sufistik
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, MA.
Disusun Oleh :
LUKMAN HAKIM ( 124411026 )
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
I.
PENDAHULUAN
Menggunakan metode pasrah dalam
konseling sufistik merupakan suatu kewajiban yang harus ada di dalamnya.
Tidak dipungkiri bahwasannya semua
manusia yang bernyawa pasti menjumpai permasalah-permasalah dalam hidupnya,
yang mana sering kali permasalah tersebut menimbulkan kegelisahan hati, ketidak
tentraman, gundah gulana, galau, dll.
Dan manusia juga diwajibkan untuk
berusaha (berikhtiar) atas segala hal yang menjadi tujuan/harapannya. Tanpa
usaha mustahil tujuan itu dapat tercapai. Namun yang menjadi problemnya adalah
ketika usaha / ikhtiar itu gagal, maka kebanyakan orang kemudian menjadi putus
asa, down, tidak bersemangat, dll.
Maka kedua hal diatas harus
diimbangi yang namanya sikap pasrah yaitu sikap berserah diri secara penuh
kepada Allah Ta’ala. Manusia hanya dapat berusaha sedangkan Allah-lah yang
menentukan. Dan perbuatan Allah tidak ada yang sia-sia, semuanya dipilihkan
oleh Allah yang paling terbaik.
Untuk lebih detailnya simaklah
dimakalah ini, semoga bermanfaat pembahasan yang sedikit ini.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa hakikat pasrah?
B. Bagaiamana pasrah dapat sebagai
konseling sufistik?
C. Bagaimana keilmiahan atau
pandangan medis mengenai pasrah?
III. PEMBAHASAN
A. Hakikat Pasrah
Pasrah adalah nama lain dari
tawakal. Kata tawakkal diambil dari bahasa Arab وكل يكل وكلا yang berarti
menyerahkan, mempercayakan, atau mewakilkan. Di dalam kamus besar bahasa
Indonesia, tawakal berarti berserah (kepada kehendak Allah Swt) dengan segenap
hati percaya kepada Allah Swt dalam segala penderiataan, cobaan, sesudah
berikhtiar baru berserah kepada Allah Swt, pengalaman pahit di hadapi dengan
sabar.
Secara
terminologis, berbagai definisi tawakkal telah dikemukakan oleh para ahli dan
ulama. Definisi tersebut antara lain:
Imam al-Ghazaliy
mendefinisikan bahwa tawakkal adalah menyandarkan diri kepada Allah tatkala
menghadapi suatu kepentingan, bersandar kepada-Nya dalam kesukaran, teguh hati
tatkala ditimpa bencana disertai jiwa yang tenang dan hati yang tentram.
Menurut Amin An-Najar, tawakal
adalah bersandar kepada Allah SWT dalam berbagai hal. Bertawakal adalah bahwa
seorang hamba melepaskan diri dari daya dan kekuatan dan bertumpu kepada
pemilik daya dan kekuatan tersebut (Allah SWT) seraya mengetahui bahwa
menjalani hukum sebab-akibat tidak menafikan tawakal.
Berserah diri adalah keadaan dan
tingkah yang agung. Sikap berserah diri meliputi aspek lahir dan batin.
Lahirnya taat kepada Allah, dan batinnya tidak menentang-Nya.
“Islam” berati ketundukan seluruh
anggota tubuh, sedangkan sikap pasrah adalah ketundukan hati. Perumpamaannya,
Islam adalah seperti rupa atau bentuk, sedangkan sikap pasrah adalah ruhnya.
Islam adalah aspek lahir, sedangkan sikap pasrah adalah aspek batinnya.
Seorang muslim adalah yang
melaksanakan perintah Allah dan batinnya berserah diri pada ketentuan-Nya.
Tawakal kepada Allah adalah
menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya, bergantung dalam semua keadaan
kepada-Nya, dan yakin bahwa segala kekuatan dan kekuasaan hanyalah milik-Nya.
Tawakal merupakan sikap hati, sebagaimana tampak dalam definisi-definisi di
atas. Oleh karena itu, tidak ada pertentangan antara tawakal kepada Allah dan
antara bekerja serta berusaha. Tempat tawakal adalah hati, sedangkan tempat
berusaha dan bekerja adalah badan.
Jadi, hakekat tawakal adalah
menyerahkan segala urusan kepada Allah dan membersihkan diri dari gelapnya
pilihan, tunduk dan patuh kepada hukum dan takdir. Sehinggadiayakinbahwatidakadaperubahandalambagian,
apa yang merupakanbagiannyatidakakanhilangdanapa yang
tidakditakdirkanuntuknyatidakakanditerima. MakahatinyamerasatenangkarenanyadanmerasanyamandenganjanjiTuhannya.
Dalil yang
dijadikansebagaidasartawakaladalahfirmanAllah :
çmø%ãöturô`ÏBß]øymwÜ=Å¡tFøts4`tBurö@©.uqtGtn?tã«!$#uqßgsùÿ¼çmç7ó¡ym4¨bÎ)©!$#à÷Î=»t/¾ÍnÌøBr&4ôs%@yèy_ª!$#Èe@ä3Ï9&äóÓx«#Yôs%ÇÌÈ
“Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan
Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS.
Ath-Thalaq : 3)
Seorang yang bertawakal hatinya
menjadi tentram, karena yakin akan keadilan dan rahmat-Nya. Oleh karena itu,
Islam menetapkan iman harus diikuti dengan sifat ini (tawakal).[6]
Firman Allah :
n?tãur«!$#(#þqè=©.uqtGsùbÎ)OçGYä.tûüÏZÏB÷sBÇËÌÈ
“Dan hanya kepada Allah hendaknya
kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman"” (QS. Al-Maidah : 23)
ª!$#Iwtm»s9Î)wÎ)uqèd4n?tãur«!$#È@2uqtGuù=sùcqãZÏB÷sßJø9$#ÇÊÌÈ
“(Dia-lah)
Allah tidak ada Tuhan selain Dia. dan hendaklah orang-orang mukmin bertawakkal
kepada Allah saja.” (QS. Al-Taghabun : 13)
B. Pasrah sebagai konseling sufistik
Dari pengertiannya KonselingSufistiksendiri adalahproses pemberian bantuan terarah
dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi fitrah
beragama yang dimilikinya secara optimal dengan nilai-nilai yang terkandung di
dalam Al-Qur’an dan hadits. Sebagai proses bantuan
yang berbentuk kontak pribadi antara individu atau sekelompok individu yang
mendapat kesulitan dalam suatu masalah dengan seorang petugas professional
dalam hal pemecahan masalah, pengenalan diri, penyesuaian diri, dan pengarahan
diri untuk mencapai realisasi diri secara optimal sesuai ajaran Islam. Dan yang
bertujuan untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara yang dilakukan oleh
para sufisme.
Bagaimana pasrah dapat sebagai
konseling? Yaitu dengan memberikan informasi kepada klien bahwa seseorang dalam
hidupnya harus mempunyai sikap pasrah, dimana sikap pasrah ini adalah total
hanya kepada Allah, dengan dibarengi dengan usaha / ikhtiar, agar hati menjadi
tenang dan dapat menggugah semangat.
Salah satu contoh dari tawakal
adalah yang terjadi di zaman Rasulullah Saw seorang dusun tidak mengikat
ontanya sehingga onta itu lepas, karena katanya bertawakal kepada Tuhan. Oleh
Rasulullah perbuatannya itu tiada disetujui, melainkan beliau berkata kepada
orang itu : “Ikatlah dahulu untamu, barulah bertawakal!”
Orang yang menutup kandangnya,
takut ayamnya ditangkap musang; orang yang mengunci rumah takut maling masuk;
orang yang mengikat untanya takut akan dilarikan orang; merka itulah
Mutawakkil; bertawakal yang sejati, tawakal dalam teori dan praktik.
Tawakal harus disertai ikhtiar
(usaha), tidak disebut tawakal kalau “terjun bebas” tanpa disertai usaha.
Tawakal seperti ini merupakan kekeliruan dari pemahaman hadis “Seandainya
kamu sekalian bertawakal secara sungguh, pasti Allah akan memberi rizki,
sebagaimana burung telah diberi rizki, pagi (taghdu) dalam keadaan lapar dan
sore (tarahu) dalam keadaan kenyang” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majjah).
Yang dimaksud (taghdu)
adalah pergi pagi-pagi mencari rizki, sehingga sore (tarahu) dalam keadaan
kenyang. Ini merupakan bentuk ikhtiar atau usahanya dalam mencari rizki.
Habib Luthfi Bin Yahya Pekalongan menegaskan
bahwa, keterkaitan / ketergantungan
hati pada selain Allah Swt banyak sekali contohnya. Seperti juga keyakinan kita
pada ikhtiar, usaha untuk mendapatkan sesuatu dengan cara yang syar'i.
Betul ikhtiar wajib. Tapi ikhtiar bukan satu upaya untuk memvonis
pasti berhasil. Karena ikhtiar bukan tuhan. Sejatinya ikhtiar untuk menambah
ketaatan kita pada Allah Swt, menambah ibadah kita pada Allah Swt. Itulah
ikhtiar.
Kalau tidak ikhtiar darimana punya uang? Mau makan darimana kalau tidak
ikhtiar? Tidak boleh kita berkata dan berkeyakinan seprti itu. Masalah rezeki
itu urusan Allah Swt, mau didatangkan melalui ikhtiar atau tidak yang penting
kita melakukan ikhtiar, karena diperintahkan oleh Allah Swt.
Jangan punya keyakinan kalau tidak ikhtiar mati, karena ikhtiar
bukan tuhan. Mau diberi atau tidak, itu urusan Allah Swt. Ikhtiar hakikatnya untuk
menambah ibadah. Seperti kita shalat berjama’ah, kita berjalan menuju masjid. Berjalan
menuju masjid adalah ikhtiar.
Inilah diantra yang kita maksud harus membersihkan hati dari
keterkaitan-keterkaitan pada selain Allah Swt.
Tawakal yang sempurna adalah tidak
mengandalkan sebab (usaha) dan memotong hubungan hati dengannya sehingga
keadaan hatinya senantiasa kontak dengan Allah bukan dengan sebab (usaha),
sedangkan badannya melakukan usaha.
Pasrah Berkaitan Dengan Penyakit
Serupa dengan itu tawakkal kepada
Allah di dalam perkara mengobati penyakit. Berobat ketika sakit, tidak
mengurangi tawakal. Junjungan kita Baginda Nabi Muhammad Saw menyuruh kita
menjaga diri : “Larilah dari penyakit kusta, seperti lari dari harimau yang buas!”
Mengobati penyakit tidaklah
bertentangan dengan tawakal, bukan pula menunjukkan kurang terima di atas
takdir dan ketentuan Tuhan. Sabda Baginda Nabi Saw :
“Tidaklah menurunkan Allah akan
penyakit, melainkan diturunkanNya pula obatnya!” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Hai hamba Allah, berobatlah!
Karena sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, tidaklah menjadikan penyakit melainkan
dijadikan-Nya pula obatnya, kecuali semacam penyakit saja, yaitu tua!” (HR. Imam Ahmad)
Bukan sekali dua kali Baginda
Rasulullah menyuruh sahabat-sahabatnya berobat. Di zaman Rasulullah Saw,
berobat dengan berpantik, dengan berbekam dan berobat dengan madu-lebah, adalah
perobatan yang amat biasa terpakai. Sayyidina Ali lantaran matanya sakit,
beliau larang memakan buah anggur kering dan beliau suruh memakan telur dimasak
dengan bubur.
Tuhan Allah yang mengadakan
penyakit. Dia pun mengadakan obatnya. Cuma mati yang tidak dapat diobati,
karena mati bukan penyakit.
Dalam kaitannya menghadapi
penyakit, tawakal adalah kunci mencapai kesembuhan. Obat apa pun yang
diinjeksikan ke dalam tubuh, tidak akan bermanfaat manakala dalam hati
seseorang tidak ada rasa tawakal. Ada pepatah mengatakan, “Jangan pergi ke
dukun, kalau engkau membawa obat”. Artinya, ketika seseorang diberi obat,
dia belum bisa berserah diri pada satu obat, melainkan masih digalaukan oleh
adanya obat lain, yang menurutnya memungkinkan untuk menyembuhkan. Ia belum
ridla jika diobati dengan satu jenis obat. Hal ini tentu saja kecil
kemungkinannya untuk sembuh dari penyakit, sebab goyahnya keyakinan dalam diri
akan sembuhnya suatu penyakit. Oleh karena itu, tawakal dapat dijadikan salah
satu terapi untuk mempercepat proses penyembuhan, disamping tentu saja untuk
pencegahan penyakit.[11]
Namun yang perlu diingat, meskipun
kita diperintah ikhtiar, tidak boleh bertawakal kepada ikhtiar itu. Karena
bukan ikhtiyar sebagai satu-satunya yang menyebabkan tercapainya sesuatu. Ada
sebab ada akibat, tetapi tidak semua sebab itu membawa akibat. Ikhtiar adalah
sekedar menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba. Kita tidak boleh
meninggalkan sebab, tetapi sebab tanpa pertolongan Allah tidak berarti apa-apa.
Menggantungkan sesuatu pada sebab
(tanpa memasrahkannya kepada Allah) akan menimbulkan kesombongan. Allah telah
mengingatkan kepada umat Islam, pada perang Hunain : kaum Muslimin bangga
dengan jumlah tentara Islam yang banyak, namun mereka menelan “pil pahit”
kekalahan. Hal ini diabadikan dalam firmanNya : QS. al-Taubah : 25.
Ini senada dengan pemaparan cerita dari
al-Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan. Ada seorang bapak-bapak yang mempunyai
penyakit struk, ia sudah ikhtiyar kemana-mana untuk kesembuhannya, ketika ada
informasi pengobatan yang manjur ia datangi. Semua rumah sakit/dokter/tabib ia
datangi dan ia percaya bahwa mereka pasti bisa menyembuhkan penyakitnya tapi
hasilnya masih nihil.
Kemudian lama kelamaan orang
tersebut mulai bosen dan malas untuk berobat, lalu akhirnya ia menerima
penyakit itu kemudian memasrahkan semuanya kepada Allah. Subhanaallah ternyata
setelah ia pasrah kepada Allah ia sedikit demi sedikit pulih dari
penyakitnya... lantas kenapa bisa begitu? Alasanya :
1.
Ia belum bisa menerima pemberian (penyakit)
dari Allah, seharusnya setiap manusia harus menerima dengan ikhlas apa yang
sudah ditakdirkan olehNya.
2.
Ketika ia berobat hatinya bergantung kepada
dokter, obat, dll, yang menurutnya bisa menyembuhkannya, tapi ia lupa dengan
Allah (karena sesungguhnya Allah-lah yang menyembuhkan, dokter/tabib/obat hanya
sebagai lantaran saja).
3.
Dan yang ketiga ia melupakan semuanya, ia
menerima keadaannya dengan ikhlas (penyakitnya) dan ia hanya bergantung pada
Allah, mempasrahkannya dan mengembalikan semuanya kepadaNya.
Apabila kita mau bertawakal dengan ikhtiar,
maka kita akan memetik hasilnya :
a. Hati menjadi tenang, tidak mudah
putus asa, tidak mudah stres
b. Menerima kegagalan sebagai ujian,
musibah diterima dengan sabar
c. Menerima keberhasilan dengan rasa
syukur, tidak sombong dan lupa diri
d. Memberikan percaya diri menghadapi
masa depan, antisipasi terhadap segala kemungkinan yang ada.
Bukti firman Allah :
“Dan memberinya rezki dari arah yang
tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan
yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi
tiap-tiap sesuatu.” (QS. al-Thalaq : 3)
C. Keilmiahan atau pandangan medis
mengenai pasrah
Dalam salah satu terapi dalam
proses membantu penyebuhan suatu penyakit, ada yang namanya terapi Spiritual
Emosional Freedom Tehnique (SEFT). Terapi ini merupakan suatu teknik
penggabungan dari sistem energi tubuh (energy medicine) dan terapi
spiritualitas dengan menggunakan metode tapping (ketukan) beberapa titik
tertentu pada tubuh. Banyak manfaat yang dihasilkan dengan terapi SEFT yang
telah terbukti membantu mengatasi berbagai masalah fisik maupun emosi.
Lebih lanjut A.F. Zainuddin,
(penemu dari terapi SEFT) menerangkan bahwa terapi SEFT berfokus pada kata atau
kalimat yang diucapkanberulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap
pasrah kepada Allah SWT. Ketikaseorang klien berdoa dengan tenang (disertai
dengan hati ikhlas & pasrah dalam Tune In) maka tubuhakan mengalami
relaksasi dan menyebabkan seorang pasien menjadi tenang. Pernafasanmenjadi
teratur, denyut jantung menjadi teratur dan stabil akan melancarkan sirkulasi
darahyang mengalir kedalam tubuh dan mereka benar-benar berada dalam keadaan
yang luar biasarileks. Dengan demikian, terapi yang mengkombinasikan antara
spiritualitas (melalui doa, keikhlasan, dan kepasrahan) dan energy
psychology cukup efektif untuk menetralisir emosi negatif dan membantu
meningkatkan imun tubuh[14]
Untuk penyakit fisik, tentu
obatnya terdapat pada medis. Begitu pula dengan penyakit psikis obatnya kembali
yang bersifat psikis. Namuntidakdipungkiribahwasannyasekarangobat yang
bersifatpsikismampumengobatipenyakit yang bersifatfisikjuga.Para ahli
mengatakan kondisi psikis akan mempengaruhi saraf dan saraf akan mempengaruhi
kelenjar, kelenjar akan mengeluarkan cairan (hormon) dalam tubuh, cairan ini
akan mempengaruhi kekebalan tubuh. Dalam dunia medis dikenal dengan Psiko Neuro
Endokrin Immunologi (PNI).
Dengan ketenangan fikiran, kepasrahan yang sepasrah-pasrahnya kepada Allah
serta ikhas menerima penyakitnya akan membantu proses penyembuhan penyakit.
Sedangkan pengertian dari Psiko
Neuro Endokrin Immunologi (PNI) yaitu ilmu yang mempelajari interaksi/hubungan antara sistem
imunitas (kekebalan tubuh) dengan perilaku melalui sistem saraf sedangkan
imunitas (kekebalan tubuh) berupa suatu jaringan alat tubuh yang melindungi
manusia terhadap inveksi bakteri, virus, dan benda asing lain yang masuk
kedalam tubuh.
Atau bisa dipahami Psikoneuroimunologi (PNI) adalah suatu cabang ilmu
kedokteran yang mengkaji interaksi antara faktor stress psikologis yang
mempengaruhi respon imun, pengaruh stres psikologis terhadap perubahan respons
imun serta manifestasi berbagai penyakit yang diperantarai oleh sistem imun.
Tingkat stres yang tinggi
(negatif) yang berlangsung terus menerus atau lama akan berpengaruh buruk
kepada kesehatan dan juga dapat merusak otak. Sebaliknya jika seseorang
hidupnya tenang, menerima, pasrah, damai, dan bahagia akan berpengaruh baik
bagi kesehatan manusia baik fisik maupun psikis. Karena itu semua adalah adanya
interaksi antara psikologis seseorang dengan tingkat imunitasnya (kekebalan
tubuhnya) dan kekebalan tubuh inilah yang akan mempengaruhi tingkat kesehatan
seseorang atau proses pemulihan dari suatu penyakit.
IV. SIMPULAN
Tawakal/pasrah merupakan buah
terbaik dari iman dan makrifat. Tawakal merupakan jalan utama untuk memperoleh
kebahagiaan dan ketenangan. Orang-orang sufi telah memahami hakekat tawakal
dengan sebenarnya. Mereka sadar bahwa tawakal tidak berarti berdiam diri dan
tidak berusaha. Akan tetapi, tawakal adalah membatasi harapan pada Allah
semata, bersandar pada ketetapan dan kebijaksanaan-Nya, serta menghilangkan
kebergantungan hati pada usaha, karena usaha saja tidak akan berguna.
Konseling sufistik hadir membawa
nilai-nilai ajaran sufi untuk memecahkan permasalahan-permasalah hidup manusia,
salah satunya adalah menggunakan sikap pasrah. Dimana banyak klien yang lupa
kepada tuhannya, mendewakan usahanya semata, dan terkadang sikap pasrah yang
tidak ada usahanya.Sehingga sang klien merasa berat, gelisah, risau dalam
menjalani hidupnya. Kemudian sang klien dibantu konselor untuk kembali kepada
tuhannya, memasrahkannya kepada Allah semata bukan pada yang lain termasuk juga
usahanya. Dan menjelaskan konsep pasrah yang sesungguhnya yaitu pasrah yang
aktif.
Buah dari ketawakalan/pasrah
adalah Hati menjadi tenang, tidak mudah putus asa, tidak mudah stres; Menerima
kegagalan sebagai ujian, musibah diterima dengan sabar; Menerima keberhasilan
dengan rasa syukur, tidak sombong dan lupa diri; Memberikan percaya diri
menghadapi masa depan, antisipasi terhadap segala kemungkinan yang ada.
Para ahli mengatakan kondisi
psikis akan mempengaruhi saraf dan saraf akan mempengaruhi kelenjar, kelenjar
akan mengeluarkan cairan (hormon) dalam tubuh, cairan ini akan mempengaruhi
kekebalan tubuh. Dalam dunia medis dikenal dengan Psiko Neuro Endokrin
Immunologi (PNI). Dengan ketenangan fikiran, kepasrahan yang sepasrah-pasrahnya
kepada Allah serta ikhas menerima penyakitnya akan membantu proses penyembuhan
penyakit (meningkatkan imun tubuh).
V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini kami buat.
Makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, oleh karenanya, kami mohon
masukan kritik dan saran dari semua pihak untuk memperkaya materi, memperdalam
pemahaman dan juga perbaikan untuk makalah selanjutnya. Terakhir, semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat dan tambahan ilmu bagi semua pihak. Terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habib
Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya, Secercah Cinta (Jalinan Cinta Seorang
Hamba dengan Sang Pencipta), Pekalongan : Menara Publisher, 2012
Al-Qahthani,
Sa’id bin Musfir Al-Qahthani, Buku Putih
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani diterjemahkan dari Asy-Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani wa Arauhu Al-I’tiqadiyah wa Ash-Shufiyah oleh Munirul Abidin, Bekasi
: PT Darul Falah, 2011, cet. 8
al-Sakandari, Ibn ‘Atha’illah, Terapi
Makrifat Misteri Berserah Kepada Allah, diterjemahkan dari al-Tanwir Fi
Isqath al-Tadhir oleh Fauzi Faishal Bahreisy, Jakarta : Zaman, 2013, cet. III
Hamka, Tasauf Modern,
Jakarta: Pustaka Panjimas, 1995, cet 4
Syeikh ‘Abdul Qadir Isa, Hakekat Tasawuf,
diterjemahkan dari Haqa ‘iq at-Tashawwuf oleh Khairul Amru Harahap dan Afrizal
Lubis, Jakarta : Qisthi Press, 2011, cet-13
Syukur, M. Amin, Tasawuf Bagi Orang Awam,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2006
______________, Sufi Healing (Terapi
dengan Metode Tasawuf), Jakarta : Penerbit Erlangga, 2012
______________,dan Fathimah Usman, Terapi
Hati, Jakarta: Erlangga, 2012,
Zainuddin A. F., SEFT Cara Tercepat dan
Termudah Mengatasi Berbagai Masalah Fisik dan Emosi, edisi revisi, Jakarta
: PT Arga Publishing, 2006
http://tafsiralquranhadis.blogspot.com/2010/07/konsep-tawakal.html
diunduh 18-03-2015 pukul 07.00 WIB
http://lukmankudus94.blogspot.com/2014/11/psikoneuroimunologi.html
diunduh 17-03-2015 pukul 20.00 WIB
Cermahan Habib Luthfi dalam
Pengajian Rutinan Jum’at Kliwon diPekalongan