HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Tuesday, May 13, 2014

MAQOMAT MADARIJUS SALIKIN


MAQOMAT MADARIJUS-SALIKIN (PENDAKIAN MENUJU ALLAH)


Disusun Guna Memenuhi Tugas Syarat Mengikuti UAS
Mata Kuliah : Akhlak Tasawuf
Dosen Pengampu : Hj. Arikhah, M.Ag









Di susun oleh :
Lukman Hakim                        124411026
Suprapto                                  124411003
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012




MURAQABAH

Kaitannya dengan tempat persinggahan muraqabah ini, Allah telah befirman,
tb%x.ur ª!$# 4n=tã Èe@ä. &äóÓx« $Y7ŠÏ%§ ÇÎËÈ  

"..........Dan, Allah Maha Mengawasi segala sesuatu." (Al-Ahzab: 52).

ãNn=÷ètƒ spuZͬ!%s{ ÈûãüôãF{$# $tBur ÏÿøƒéB ârߐÁ9$# ÇÊÒÈ  

"Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati." (Al-Mukmin: 19).

Masih banyak ayat-ayat lainnya yang menjelaskan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, melihat, mendengar, mengawasi yang lahir maupun yang batin dan bahwa Allah senantiasa beserta manusia, di manapun mereka berada. Di dalam hadits Jibril disebutkan bahwa dia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang ihsan. Maka
beliau menjawab, "Jika engkau menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya. Jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."

Muraqabah artinya pengetahuan hamba secara terus-menerus dan keyakinannya bahwa Allah mengetahui zhahir dan batinnya. Muraqabah ini merupakan hasil pengetahuannya bahwa Allah mengawasinya, melihatnya, mendengar perkataannya, mengetahui amalnya di setiap waktu dan di mana pun, mengetahui setiap hembusan napas dan tak sedetik pun lolos dari perhatian-Nya.
Muraqabah merupakan ubudiyah dengan asma'-Nya Ar-Raqib, Al-Hafizh, Al-Alim, As-Sami' dan Al-Bashir (Maha Mengawasi, Menjaga, Mengetahui, Mendengar dan Melihat). Siapa yang memahami asma' ini dan beribadah menurut ketentuannya, berarti dia telah sampai ke tingkat muraqabah.

Pengarang Manazilus-Sa'irin, mengatakan, "Muraqabah artinya terus-menerus menghadirkan hati bersama Allah. Ada tiga derajat muraqabah:
1.      Muraqabah Allah terhadap perjalanan kepada-Nya secara terus-menerus, memenuhi hati dengan keagungan Allah, mendekat kepada Allah sambil membawa beban dan pembangkit kesenangan. Jika hati sudah diisi keagungan Allah, maka ia akan mengesampingkan pengagungan terhadap selain-Nya dan tidak mau berpaling kepada-nya.
2.      Muraqabah Allah terhadap penolakan penentangan, yaitu dengan berpaling dari bantahan. Ini merupakan muraqabah Allah terhadap dirimu untuk sifat yang khusus, yaitu yang mengharuskan adanya pemeliharaan zhahir dan batin. Memelihara zhahir ialah menjaga semua gerakan zhahir, dan memelihara batin artinya menjaga lintasan sanubari, kehendak dan gerakan-gerakan batin, yang dari gerakan batin inilah muncul penentangan terhadap perintah Allah. Batin harus dibersihkan dari segala syahwat dan kehendak yang bertentangan dengan perintah-Nya.
Adapun sebab penentangan yang harus dihindari hamba adalah bantahan atau sanggahan. Sebagaimana yang banyak terjadi di kalangan manusia, bantahan ini ada tiga macam:
a)      Membantah asma' dan sifat-sifat Allah dengan berbagai dalih yang disebut ketetapan akal oleh para pelakunya,
b)      Membantah syariat dan perintah-Nya dgn mengandalkan pikiran dan analogi-analogi yang mereka buat, sehingga mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal.
3.      Muraqabah azal untuk menerima panji tauhid dan muraqabbah isya-rat azal yang muncul di setiap saat dan berlaku untuk selama-lama-nya.


MENGAGUNGKAN APA-APA YANG DIHORMATI DI SISI ALLAH

Allah befirman tentang tempat persinggahan ini,
 `tBur öNÏjàyèムÏM»tBããm «!$# uqßgsù ׎öyz ¼ã&©! yYÏã ¾ÏmÎn/u

" Dan, barangsiapa mengagungkan apa-apa yang dihormati di sisi Allah, maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabbnya." (Al-Hajj: 30).

Di antara para mufassir ada yang mengatakan bahwa hurumatullah di sini adalah hal-hal yang dimurkai dan dilarang Allah. Sedangkan pengagungannya ialah dengan meninggalkannya. Menurut Al-Laits, hurumatullah adalah apa yang tidak boleh dilanggar. Ada pula yang berpendapat, artinya perintah dan larangan. Menurut Az-Zajjaj, hurumat
artinya apa yang harus dilaksanakan dan tidak boleh diabaikan. Ada pula sego-longan ulama yang berpendapat, hurumat artinya manasik dan tempat-tempat syi'ar haji, baik waktu maupun tempat. Pengagungannya ialah dengan memenuhi haknya dan menjaga kelestariannya.
Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, mengagungkan hurumatullah ini ada tiga derajat:
1.      Mengagungkan perintah dan larangan, bukan karena takut kepada siksaan sehingga menjadi perlawanan bagi nafsu, bukan karena untuk mencari pahala sehingga pandangan hanya tertuju kepada imbalan,dan bukan karena menampakkan amal untuk riya', karena semua ini merupakan sifat penyembahan nafsu.
Manusia dalam hal ini ada empat macam:
ü  Orang-orang yang tidak menghendaki Allah dan tidak menghendaki pahala-Nya. Mereka adalah musuh-musuh yang sebenarnyadan yang mendapatkan adzab yang kekal. Mereka tidak menghendaki pahala- Nya, boleh jadi karena memang mereka tidak mempercayai Allah, atau karena mementingkan kemaslahatan dunia.
ü  Orang-orang yang menghendaki Allah dan menghendaki pahala-Nya. Mereka adalah orang-orang yang khusus di antara makhluk-Nya. - Allah berfirman,
bÎ)ur £`çFZä. šc÷ŠÎè? ©!$# ¼ã&s!qßuur u#¤$!$#ur notÅzFy$# ¨bÎ*sù ©!$# £tãr& ÏM»oYÅ¡ósßJù=Ï9 £`ä3ZÏB #·ô_r& $VJŠÏàtã ÇËÒÈ  
"Dan, jika kamu sekalian menghendaki Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antara kalian pahala yang besar." (Al-Ahzab: 29).
Ini merupakan firman Allah yang ditujukan kepada para wanita pilihan di antara wanita-wanita di dunia, yaitu para istri Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.
ü  Orang-orang yang menghendaki pahala dari Allah dan tidak menghendaki Allah. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengetahui Allah, yang hanya mendengar bahwa di sana ada surga dan neraka. Sementara di dalam hatinya hanya ada kehendak mendapatkan kenikmatan surga. Ini juga merupakan keadaan mayoritas teolog yang tidak mempercayai kenikmatan memandang Allah di surga. Di antara mereka juga ada yang berpendapat bahwa menghendaki Allah adalah sesuatu yang mustahil.
ü  Orang-orang yang menghendaki Allah dan tidak menghendaki pahala dari-Nya. Tentu saja ini sesuatu yang mustahil. Ini merupakan anggapan orang-orang yang disebutkan di atas dari kalangan orang-orang sufi, bahwa Allah-lah yang menjadi kehendak mereka dan tidak menghendaki sedikit pun pahala dari-Nya, seperti yang dikisahkan dari Abu Yazid, dia berkata, "Aku pernah ditanya seseorang, "Apa yang engkau kehendaki?" Maka aku menjawab, "Aku menghendaki untuk tidak menghendaki."
2.      Menyampaikan pengabaran menurut zhahirnya, tidak membuat ka-jian yang menyimpang dari zhahirnya, tidak memaksakan ta'wil, tidak membuat perumpamaan dan perkiraan.
3.      Menjaga semangat agar tidak dikotori kelancangan, menjaga kegembiraan agar tidak dimasuki rasa aman, dan menjaga kesaksian agar tidak ditentang sebab.


IKHLAS

Sehubungan dengan tempat persinggahan ikhlas ini Allah telah befirman di dalam Al-Qur'an,
!$tBur (#ÿrâÉDé& žwÎ) (#rßç6÷èuÏ9 ©!$# tûüÅÁÎ=øƒèC ã&s! tûïÏe$!$#
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) aga-ma dengan lurus." (Al-Bayyinah: 5).

Ï%©!$# t,n=y{ |NöqyJø9$# no4quptø:$#ur öNä.uqè=ö7uÏ9 ö/ä3ƒr& ß`|¡ômr& WxuKtã
"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya." (Al-Mulk: 2).

Al-Fudhail berkata, "Maksud yang lebih baik amalnya di dalam ayat ini adalah yang paling ikhlas dan paling benar." Orang-orang bertanya, "Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?"
Dia menjawab, "Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak akan diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas, maka ia tidak akan diterima, hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan

menurut As-Sunnah." Kemudian dia membaca ayat,
`yJsù tb%x. (#qã_ötƒ uä!$s)Ï9 ¾ÏmÎn/u ö@yJ÷èuù=sù WxuKtã $[sÎ=»|¹ Ÿwur õ8ÎŽô³ç ÍoyŠ$t7ÏèÎ/ ÿ¾ÏmÎn/u #Jtnr& ÇÊÊÉÈ  

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yangshalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Rabbnya." (Al-Kahfi:110).

Allah juga telah befirman,
ô`tBur ß`|¡ômr& $YYƒÏŠ ô`£JÏiB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC
"Dan, siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?" (An-Nisa': 125).

Menyerahkan diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan Sunnah beliau. Allah juga befirman.
Banyak definisi yang diberikan kepada kata ikhlas dan shidq, namun tujuannya sama. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menyendi-rikan Allah sebagai tujuan dalam ketaatan. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya membersihkan perbuatan dari perhatian makhluk. Ada yang berpendapat, ikhlas artinya menjaga amal dari perhatian manusia, termasuk pula diri sendiri. Sedangkan shidq artinya menjaga amal dari perhatian diri sendiri saja. Orang yang ikhlas tidak riya' dan orang yang shadiq tidak ujub. Ikhlas tidak bisa sempurna kecuali dengan shidq, dan shidq tidak bisa sempurna kecuali dengan ikhlas, dan keduanya tidak sempurna kecuali dengan sabar.
Al-Fudhail berkata, "Meninggalkan amal karena menusia adalah riya'. Mengerjakan amal karena manusia adalah syirik. Sedangkan ikhlas ialah jika Allah memberikan anugerah kepadamu untuk meninggalkan keduanya."
Al-Junaid berkata, "Ikhlas merupakan rahasia antara Allah dan hamba, yang tidak diketahui kecuali oleh malaikat, sehingga dia menulisnya, tidak diketahui syetan sehingga dia merusaknya dan tidak pula diketahui hawa nafsu sehingga dia mencondongkannya."

Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ikhlas ini ada tiga derajat:
1.      Tidak melihat amal sebagai amal, tidak mencari imbalan dari amal dan tidak puas terhadap amal.
2.      Malu terhadap amal sambil tetap berusaha, berusaha sekuat tenaga membenahi amal dengan tetap menjaga kesaksian, memelihara caha-ya taufik yang dipancarkan Allah.
3.      Memurnikan amal dengan memurnikannya dari amal, membiarkan amal berlalu berdasarkan ilmu, tunduk kepada hukum kehendak Allah dan membebaskannya dari sentuhan rupa.


TAHDZIB DAN TASHFIYAH

Tahdzib dan tashfiyah ini artinya melebur ubudiyah dalam tungku ujian, untuk menghilangkan segala kotoran dan kerak yang ada di dalamnya.
Pengarang Manazilus-Sa'irin berkata, "Tahdzib merupakan ujian bagi para pemula, yang merupakan salah satu aturan dalam riyadhah." Artinya, tahdzib ini cukup sulit bagi pemula, yang bisa diibaratkan ujian bagi-nya. Tapi tahdzib ini merupakan jalan bagi orang-orangyang sudah melatih dirinya, sehingga mereka sudah terbiasa dengannya.

Menurutnya, tahdzib ini ada tiga derajat:
1.      Mendidik pengabdian, tidak memenuhinya dengan kebodohan, tidak mencampurinya dengan kebiasaan dan tidak menghentikan hasrat.
Artinya, pengabdian harus dibersihkan dan dibebaskan dari tiga perkara ini: Memenuhinya dengan kebodohan, mencampurinya dengan kebiasaan dan menghentikan hasrat.
2.      Mendidik keadaan, yaitu tidak mencondongkan keadaan kepada ilmu, tidak tunduk kepada rupa dan tidak menengok ke bagian.
Mencondongkan keadaan kepada ilmu ada dua macam: Terpuji dan tercela. Yang terpuji ialah memperhatikan apa yang diperintahkan ilmu dan mengangkat ilmu sebagai hakim atas keadaan. Jika tidak ada kecenderungan seperti ini, maka itu merupakan kecondongan yang tercela dan menjauhkan pelakunya dari Allah. Setiap keadaan yang tidak disertai ilmu, bisa dikhawatirkan merupakan tipuan syetan dan justru menjauhkannya dari Allah, karena dia tidak menghakimi keadaan dengan ilmu, hingga akhirnya dia menyimpang dari hakikat iman dan syariat Islam.
Tidak tunduk kepada rupa artinya tidak ada sedikit pun keduniaan yang menguasai hati dan hati itu tidak tunduk kepadanya. Orang yang mempunyai suatu keadaan hanya memohon kepada Dzat Yang Maha-hidup dan tidak selayaknya mengandalkan rupa-rupa yang gemerlap dari keduniaan.
 Tidak menengok ke bagian artinya jika keadaan sudah menjadi sempurna, maka pelakunya tidak boleh larut dalam kegembiraan karena keadaannya itu dan kenikmatannya, karena yang demikian ini merupakan bagian nafsu.
3.      Mendidik tujuan, yaitu dengan membersihkannya dari kehinaan keterpaksaan, menjaganya dari penyakit loyo dan membantunya agar tidak terjebak dalam kontradiksi ilmu.

ISTIQAMAH
Allah befirman,
¨bÎ) šúïÏ%©!$# (#qä9$s% $oYš/u ª!$# §NèO (#qßJ»s)tFó$# ãA¨t\tGs? ÞOÎgøŠn=tæ èpx6Í´¯»n=yJø9$# žwr& (#qèù$sƒrB Ÿwur (#qçRtøtrB (#rãÏ±÷0r&ur Ïp¨Ypgø:$$Î/ ÓÉL©9$# óOçFZä. šcrßtãqè? ÇÌÉÈ  

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Rabb kami adalah Allah', kemudian mereka istiqamah (meneguhkan pendirian mereka), maka malaikatakan turun kepada mereka (dengan mengatakan), Janganlah kalian merasa takut dan janganlah kalian merasa sedih, dan bergembiralah kalian dengan (memperoleh) surga yang telah dijanji-kan
Allah kepada kalian'." (Fushshilat: 30).
tA$s% ñÝÎ7÷d$$sù $pk÷]ÏB $yJsù ãbqä3tƒ y7s9 br& t¬6s3tFs? $pkŽÏù ólã÷z$$sù y7¨RÎ) z`ÏB tûï̍Éó»¢Á9$# ÇÊÌÈ   tA$s% þÎTöÏàRr& 4n<Î) ÏQöqtƒ tbqèWyèö7ムÇÊÍÈ  

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, 'Rabb kami ialah Allah', kemudian mereka tetap istiqamah, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya, sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan." (Al-Ahqaf: 13-14).

öNÉ)tGó$$sù !$yJx. |NöÏBé& `tBur z>$s? y7yètB Ÿwur (#öqtóôÜs? 4 ¼çm¯RÎ) $yJÎ/ šcqè=yJ÷ès? ׎ÅÁt/ ÇÊÊËÈ  
"Maka tetaplah istiqamah kamu sebagaimana yang diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kalian kerjakan." (Hud: 112).

Istiqamah merupakan kalimat yang mengandung banyak makna, meliputi berbagai sisi agama, yaitu berdiri di hadapan Allah secara hakiki dan memenuhi janji. Istiqamah berkaitan dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan niat. Istiqamah dalam perkara-perkara ini berarti pelaksanaannya karena Allah, beserta Allah dan berdasarkan perintah Allah. Sebagian orang arif berkata, "Jadilah orang yang memiliki istiqamah dan janganlah menjadi orang yang mencari kemuliaan, karena jiwamu berge-rak untuk mencari kemuliaan, sementara Rabb-mu memintamu untuk istiqamah."
Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, istiqamah merupakan ruh, yang karenanya keadaan menjadi hidup dan juga menyuburkan amal manusia secara umum. Istiqamah merupakan penyekat antara dua hal yang ada di bawah dan yang di atas.
1.      Istiqamah dalam usaha untuk melalui jalan tengah, tidak melampaui rancangan ilmu, tidak melanggar batasan ikhlas dan tidak menyalahi manhaj As-Sunnah. Derajat ini meliputi lima perkara:
·         Amal dan usaha yang dimungkinkan.
·         Jalan tengah, yaitu perilaku antara sisi berlebih-lebihan atau kesewenang-wenangan dan pengabaian atau penyia-nyiaan.
·         Berada pada rancangan dan gambaran ilmu, tidak berada pada tuntutan keadaan.
·         Kehendak untuk mengesakan sesembahan, yaitu ikhlas.
·         Menempatkan amal pada perintah, atau mengikuti As-Sunnah.
Lima perkara inilah yang menyempurnakan istiqamahnya orang-orang yang berada pada derajat ini. Selagi keluar dari salah satu di antaranya, berarti mereka keluar dari istiqamah, entah keluar secara keseluruhan ataukah sebagiannya saja.
2.      Istiqamah keadaan, yaitu mempersaksikan hakikat dan bukan keberuntungan, menolak bualan dan bukan ilmu, berada pada cahaya kesadaran dan bukan mewaspadainya.
3.      Istiqamah dengan tidak melihat istiqamah, tidak lengah untuk mencari istiqamah dan keberadaannya pada kebenaran.


TAWAKAL

Allah befirman berkaitan dengan tempat persinggahan tawakkal ini,
4 n?tãur «!$# (#þqè=©.uqtGsù bÎ) OçGYä. tûüÏZÏB÷sB ÇËÌÈ  

"Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakkal, jika kalian benar-benar orang yang beriman." (Al-Maidah: 23).
Allah befirman kepada Rasul-Nya,
#sŒÎ*sù |MøBztã ö@©.uqtGsù n?tã «!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä tû,Î#Ïj.uqtGßJø9$# ÇÊÎÒÈ  

"Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (Ali Imran: 159).

Masih banyak firman Allah yang menjelaskan tawakkalnya para nabi, rasul dan orang-orang yang beriman.

Di dalam Shahih Al-Bukhary disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiyallahu Anhuma, dia berkata, "Hasbunallah wa ni'mal-wakil", diucapkan Ibrahim Alaihis-Salam, ketika beliau dilemparkan ke kobaran api, dan juga dikatakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, saat orang-orang berkata kepada beliau, "Sesungguhnya manusia (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka".
Di dalam As-Sunan disebutkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu, dia berkata, "Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa mengucapkan (saat keluar dari rumalinya), 'Dengan asma Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah', maka dikatakan kepadanya, 'Kamu mendapat petunjuk, dilindungi dan dicukupkan. Lalu syetan berkata kepada syetan lainnya, 'Bagaimana mungkin kamu bisa memperdayai orang yang telah mendapat petunjuk, dilindungi dan dicukupi?'"
Ibnu Atha' berkata, "Tawakkal ialah jika engkau tidak mempunyai kecenderungan kepada sebab-sebab tertentu, sekalipun engkau sangat membutuhkannya. Hakikat kedamaian tidak akan beralih ke kebenaran selagi engkau mengandalkan sebab-sebab itu."
Abu Ali Ad-Daqqaq berkata, "Tawakkal itu ada tiga derajat: Tawakkal itu sendiri, berserah diri, lalu pasrah. Orang yang tawakkal merasa tenang karena janji Allah, orang yang berserah diri cukup dengan pengetahuannya tentang Allah dan pasrah adalah ridha terhadap hukum-Nya. Tawakkal merupakan permulaan, berserah diri merupakan pertengahan dan pasrah merupakan penghabisan. Tawakkal merupakan sifat orangorang Mukmin, berserah diri merupakan sifat para wali dan pasrah merupakan sifat muwahhidin. Tawakal merupakan sifat orang-orang awam, berserah diri merupakan sifat orang-orang khusus, dan pasrah merupakan sifat orang-orang yang lebih khusus dari orang-orang yang khusus. Tawakkal adalah sifat para nabi, berserah diri adalah sifat Ibrahim, sedangkan pasrah merupakan sifat Nabi kita Muhammad Shallallahu Alaihi waSallam."
Pada hakikatnya tawakkal ini merupakan keadaan yang terangkai dari berbagai perkara, yang hakikatnya tidak bisa sempurna kecuali dengan seluruh rangkaiannya. Masing-masing mengisyaratkan kepada salah satu dari perkara-perkara ini, dua atau lebih. Perkara-perkara ini adalah:
1.      Mengetahui Allah, sifat, kekuasaan, kecukupan, kesendirian dan kembalinya segala urusan kepada ilmu-Nya dan yang terjadi berkat kehendak dan kekuasaan-Nya.
2.      Menetapkan sebab dan akibat. Siapa yang meniadakan hal ini, berarti tawakkalnya ada yang tidak beres. Ini kebalikan dari pendapat yang mengatakan, bahwa menetapkan sebab bisa menodai tawakkal dan meniadakan sebab ini merupakan kesempumaan tawakkal. Ketahuilah bahwa tawakkalnya mereka yang meniadakan sebab tidak akan benar sama sekali. Sebab tawakkal termasuk sebab yang paling kuat untuk mendapatkan apa yang ditawakkali. Tawakkal seorang hamba tidak dianggap benar jika tauhidnya tidak benar. Bahkan hakikat tawakkal adalah tauhidnya hati. Selagi di dalam hati masih ada kaitan-kaitan syirik, maka tawakkalnya cacat. Seberapa jauh kemurnian tauhid, maka sejauh itu pula kebenaran tawakkal. Jika seorang hamba berpaling kepada selain Allah, maka hal ini akan membentuk cabang di dalam hatinya, sehingga mengurangi tawakkalnya kepada Allah karena ada-nya cabang itu.
3.      Menyandarkan hati kepada Allah dan merasa tenang karena bergantung kepada-Nya, sehingga di dalam hati itu tidak ada kegelisahan karena godaan sebab dan tidak merasa tenang karena bergantung kepadanya.
4.      Berbaik sangka terhadap Allah. Seberapa jauh baik sangkamu terhadap Allah, maka sejauh itu pula tawakkalmu kepada-Nya.
5.      Ketundukan dan kepasrahan hati kepada Allah serta memotong seluruh perintangnya. Karena itu ada yang menafsiri tawakkal ini dengan berkata, "Hendaknya seorang hamba di hadapan Allah seperti mayat di tangan orang yang memandikannya, yang membolak-balikkan jasadnya menurut kehendaknya, dan dia tidak mempunyai hak untuk bergerak atau mengatur.
6.      Pasrah. Ini merupakan ruh tawakkal, inti dan hakikatnya, yaitu menyerahkan semua urusannya kepada Allah, tanpa menuntut dan menentukan pilihan, bukan merasa dipaksa dan terpaksa.
Jika seorang hamba sudah sampai ke derajat ini, maka dia akan beralih ke derajat lain, yaitu ridha, yang merupakan buah tawakkal, sehingga ada yang menafsiri tawakkal dengan ridha. Berarti penafsiran ini hanya melihat sisi buah tawakkal dan manfaatnya yang paling besar. Sebab siapa yang tawakkal dengan sebenar-benarnya tawakkal, tentu dia ridha terhadap apa pun yang dilakukan wakilnya.

Menurut pengarang Manazilus-Sa'irin, ada tiga derajat tawakkal, yang masing-masing berjalan menurut perjalanan manusia secara umum, yaitu:
1.      Tawakkal yang disertai permintaan dan memperhatikan sebab, menyibukkan hati dengan sebab, disertai rasa takut.
2.      Tawakkal dengan meniadakan permintaan, menutup mata dari sebab, berusaha membenahi tawakkal, menundukkan nafsu dan menjaga halhal yang wajib.
3.      Tawakkal dengan mengetahui tawakkal, membebaskan diri dari noda tawakkal, menyadari bahwa kekuasaan Allah terhadap segala sesuatu merupakan kekuasaan yang agung, tidak ada sekutu yang menyertai- Nya, bahkan sekutu-Nya bersandar kepada-Nya. Urgensi ubudiyahialah jika hamba mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya yang merajai segala sesuatu.

Masih banyak maqomat-maqomat dalam buku ini, kami hanya bisa memaparkan 12 maqomat disini, dan dibawah ini saya akan paparkan lanjutan maqomat(dibuku ini disebut dengan : tempat-tempat persinggahan iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in) dari buku ini hanya saja tidak dengan penjabarannya.

Tafqidh
Keyakinan terhadap Allah
Sabar
Ridha
Syukur
Malu-
Shidq :
Itsar
Tawadhu'
Futuwwah
Muru'ah
Azam
Iradah
Adab
Yaqin
Dzikir
Fakir
Kaya
Ihsan
Ilmu
Hikmah
Firasat
Pengagungan
Sakinah
Thuma'ninah
Himmah
Mahabbah
Cemburu
Rindu
Keresahan
Haus
Al-Barqu
MemperhatikanWaktu
Kejernihan
Kegembiraan
Rahasia
Napas
Ghurbah
Tamakkun
Mukasyafah
Musyahadah
Hayat
Al-Basthu
As-Sukru
Ittishal
Ma'rifat
Al-Fana'
Al-Baqa'
Wujud
Al-Jam'u
Tauhid



DAFTAR PUSTAKA

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Madarijus-Salikin (Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Kongkrit ''Iyyaka Na'budu Wa Iyyaka Nasta'in", diterjemah oleh Kathur Suhardi, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1999, cet. 2