TAFSIR MAUDHU’I (TEMATIK)
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Siti Munawaroh, M.Ag
Di susun oleh :
Lukman Hakim
124411026
Alifiyah Fitriyani 124411048
Leli Badriyah 124411025
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Para ahli keislaman mengarahkan pandanganmereka kepada
problem-problem baru dan berusaha untuk memberikan jawaban-jawabannya melalui
petunjuk-petunjuk Al-Qur’an, sambil memperhatikan hasil-hasil pemikiran atau
penemuan manusia, baik yang positif maupun yang negative, sehingga
bermunculanlah banyak karya ilmiah yang berbicara tentang satu topik tertentu
menurut pandangan Al-Qur’an, misalnya Al-Insan fi Al-Qur’an, dan Al-Mar’ah fi
Al-Qur’an karya Abbas Mahmud Al-Aqqad, atau Al-Riba fi Al-Qur’an karya
Al-Maududi, dan sebagainya.
Namun karya-karya ilmiah tersebut disusun bukan sebagai pembahasan
Tafsir. Di sini ulama Tafsir kemudian mendapat inspirasi baru, dan bermunculan
karya-karya Tafsir yang menetapkan satu topik tertentu, dengan jalan menghimpun
seluruh atau sebagian ayat-ayat, dari beberapa surat, yang berbicara tentang
topic tersebut, untuk kemudian dikaitkan satu dengan lainnya, sehingga pada
akhirnya diambil kesimpulan menyeluruh tentang masalah tersebut menurut pandangan
Al-Qur’an. [1]
Metode Tafsir Maudhu’i secara praktis dan konsepsional berdasarkan
petunjuk Al-Qur’an di anggap dapat menjawab persoalan-persoalan hidup manusia
meskipun sangat terbatas dan partialis.
Untuk lebih jelasnya tentang Tafsir tersebut, silahkan ikuti
didalam pembahasan.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Apa
pengertian Tafsir Maudhu’i?
2.
Bagaimana
Langkah-langkah menggunakan Tafsir Maudhu’i?
3.
Apa
saja kitab-kitab Tafsir Maudhu’i?
4.
Bagaimana
contoh dari Tafsir Maudhu’i?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Tafsir Maudhu’i
Metode tafsir Maudhu’i ialah
cara mengkaji dan mempelajari ayat Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat
Al-Qur’an yang mempunyai maksud sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu
topic masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat
itu. Kemudian penafsir mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta
mengambil kesimpulan.
Dengan metode ini, mufasir meneliti ayat-ayat tersebut dari seluruh
seginya dan melakukan analisis berdasarkan ilmu yang benar dalam rangka
menjelaskan sehingga dapat memahami permasalahan tersebut dengan mudah dan
betul-betul menguasainya sehingga memungkinkan baginya untuk memahami maksud
yang terdalam dan dapat menolak kritikan.[2]
Metode tafsir maudhu’i juga disebut dengan metode tamatik karena
pembahasannya berdasarkan tema-tema tertentu yang terdapat dalam Al-Qur’an.
2.
Langkah-langkah
menggunakan Tafsir Maudhu’i
Al-Farmawi mengemukakan tujuh langkah yang mesti dilakukan apabila
seseorang ingin menggunakan metode Maudhu’I . langkah-langkah dimaksud dapat
disebutkan disini secara ringkas.
a.
Memilih
atau menetapkan masalah Al-Qur’an yang akan dikaji secara Maudhu’i
b.
Melacak
dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang ditetapkan, ayat
Makkiyah dan Madaniyah.
c.
Menyusun
ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologis masa turunnya, disertai
pengetahuan mengenai latar belakang turunnya atau sabab al-nuzul.
d.
Mengetahui
hubungan (munasabah) ayat-ayat tersebut dalam masing-masing surahnya.
e.
Menyusun
tema bahasan dalam kerangka yang pas, utuh, sempurna, dan sistematis.
f.
Melengkapi
uraian dan pembahasan dengan hadis bila dipandang perlu, sehingga pembahasan
semakin sempurna dan jelas.
g.
Mempelajari
ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara menghimpun
ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa, mengkompromikan antara pengertian
yang ‘am dank hash, antara muthlaq dan muqayyad, mensingkronkan ayat-ayat yang
lahirnya terkesan kontradiktif, menjelaskan ayat nasikh dan mansukh, sehingga
semua ayat tersebut bertemu pada suatu muara, tanpa perbedaan dan kontradiksi
atau tindakan pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna yang kurang tepat. [3]
3.
Kitab-kitab
tafsir Maudhu’i
Terdapat kitab-kitab klasik maupun modern yang menerapkan metode
tafsir maudhu’i ini. Di antaranya mufasir serta karyanya pada masa klasik
adalah Ibnul Qayyim menulis kitab at-Tibyan fi Aqsamil Qur’an, Abu Ubaidah
menulis kitab Mufradatul Qur’an, Abu Jafar an-Nahas menulis an-Nasikh wal
Mansukh, Abu Hasan al Wahidi menulis As-babun Nusul dan al-Jassas menulis
Ahkamul Qur’an.[4]
Beberapa ahli tafsir era modern banyak pula menerapkan metode
tafsir maudhu’i. di antara tokoh itu : Prof. Dr. al-Husaini Abu Farhah (Dosen
Tafsir di Universitas Al-Azhar) menulis al-Futuhat al-Rabbaniyah fi al-Tafsir
al-Maudhu’i al-Ayat al-Qur’aniyah dalam dua jilid, dengan memilih topic yang
dibicarakan Al-Qur’an dan Tahun 1977, Prof. Dr. Abdul Hay Al-Farmawy (Guru
besar pada Fakultas Ushuluddin Al-Azhar) menulis kitab al-Bidayah fi al-Tafsir
al-Maudhu’i.[5]
4.
Contoh
Penerapan Metode Tafsir MAudhu’i
Salah satu contoh yang bisa memperjelas penerapan metode Maudhu’i
bisa dilihat pada bagaimana Al-Qur’an memperhatikan pemeliharaan (Ri’ayah)
terhadap anak yatim. Perhatian Al-Qur’an itu muncul sejak masa awal turunnya
ayat Al-Qur’an sampai dengan wahyu lengkap dan sempurna.
a.
Periode
Mekkah (Ayat Makkiyah)
Pada periode ini pemeliharaan anak yatim ditekankan kepada
pemeliharaan dirinya serta tidak
melakukan tindak kejahatan maupun secara terselubung. Pembicaraan Al-Qur’an
tentang hal itu terdapat dalam empat surat pada ayat-ayat berikut :
Ø Al-Isra’ : 34
wur (#qç/tø)s? tA$tB ÉOÏKuø9$# wÎ)
ÓÉL©9$$Î/ }Ïd
ß`|¡ômr&
4Ó®Lym
x÷è=ö7t
¼çn£ä©r& 4 (#qèù÷rr&ur Ïôgyèø9$$Î/
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak
yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa.”
Ø Al-Fajr : 17
xx.
( @t/ w
tbqãBÌõ3è? zOÏKuø9$# ÇÊÐÈ
“Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya kamu
tidak memuliakan anak yatim.”
Yang dimaksud dengan tidak memuliakan anak yatim ialah tidak
memberikan hak-haknya dan tidak berbuat baik kepadanya.
Ø Al-Balad : 14-15
÷rr&
ÒO»yèôÛÎ) Îû 5Qöqt
Ï 7pt7tóó¡tB
ÇÊÍÈ $VJÏKt #s >pt/tø)tB
ÇÊÎÈ
14. atau memberi Makan pada hari kelaparan,
15.
(kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat,
Ø Ad-Duha : 6 dan 9
öNs9r&
x8ôÉgs
$VJÏKt
3ur$t«sù ÇÏÈ $¨Br'sù
zOÏKuø9$# xsù
öygø)s?
ÇÒÈ
6. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang
yatim, lalu Dia melindungimu?
9.
sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu Berlaku sewenang-wenang.
b.
Periode
Madinah (Ayat Madaniyah)
Pada periode
ini Al-Qur’an turun dengan ayat-ayatnya untuk memberikan berbagai pemecahan dan
jawaban terhadap sekitar persoalan anak yatim, cara memelihara diri dan
hartanya.
Berbagai ayat turun dengan tekanan.
1.
Perintah
memelihara atau menjaga harta anak yatim, larangan mendekatinya kecuali dengan
cara yang lebih baik, tidak boleh dikurangi sedikitpun serta harus diserahkan
kepadanya pada saat dia sudah mampu.
Teknis pemeliharaan harta anak yatim tercantum dalam Surat al-Nisa’
ayat 2 yang berbunyi :
(#qè?#uäur #yJ»tFuø9$# öNæhs9ºuqøBr& ( wur
(#qä9£t7oKs? y]Î7sø:$# É=Íh©Ü9$$Î/
( wur
(#þqè=ä.ù's?
öNçlm;ºuqøBr& #n<Î)
öNä3Ï9ºuqøBr& 4 ¼çm¯RÎ) tb%x. $\/qãm
#ZÎ6x.
ÇËÈ
“Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta
mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan
harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar.”
Terdapat juga dalam Surat Al-An’am ayat 152, Surat an-Nisa’ ayat 6,
ayat 10, dan ayat 127.
2.
Membina
akhlak serta mendidik anak yatim yang meliputi upaya membimbing dan mengarahkan
mereka kepada hal-hal yang baik dan bermanfaat dan memelihara serta memperingatkannya
agar tidak terjerumus kepada perilaku buruk. Hal ini terungkap dalam Surat
Al-Baqarah ayat 83 yang berbunyi :
w tbrßç7÷ès? wÎ)
©!$#
Èûøït$Î!ºuqø9$$Î/ur $ZR$|¡ômÎ)
Ïur 4n1öà)ø9$#
4yJ»tGuø9$#ur ÈûüÅ6»|¡uKø9$#ur
(
“Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan
berbuat kebaikanlah kepada ibu bapa, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan
orang-orang miskin.”
Pesan yang hamper sama juga tercantum dalam Surat Al-Ma’un ayat 1-2
dan Surat an-Nisa’ ayat 36.
3.
Perintah
menyantuni dan menyayangi anak yatim seperti tercantum dalam Surat al-Insan
ayat 8 yeng berbunyi :
tbqßJÏèôÜãur tP$yè©Ü9$#
4n?tã
¾ÏmÎm7ãm
$YZÅ3ó¡ÏB
$VJÏKtur
#·År&ur
ÇÑÈ
“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya
kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.”
Perintah yang hampir sama juga diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat
Al-Baqarah ayat 177, Surat Al-Baqarah ayat 125, Surat an-Nisa’ ayat 8, Surat
al-Anfalb ayat 41 serta al-Hasyr ayat 7.[6]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Metode tafsir Maudhu’i atau Tematik ialah cara mengkaji dan
mempelajari ayat Al-Qur’an dengan menghimpun ayat-ayat Al-Qur’an yang mempunyai
maksud sama, dalam arti sama-sama membicarakan satu topic masalah dan
menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya ayat-ayat itu. Kemudian penafsir
mulai memberikan keterangan dan penjelasan serta mengambil kesimpulan.
Salah satu contoh yang bisa memperjelas penerapan metode Maudhu’i
bisa dilihat pada bagaimana Al-Qur’an
memperhatikan pemeliharaan (Ri’ayah) terhadap anak yatim. Perhatian Al-Qur’an
itu muncul sejak masa awal turunnya ayat Al-Qur’an sampai dengan wahyu lengkap
dan sempurna.
Terdapat dalam Ayat-ayat Makiyyah seperti QS. Al-Isra’ : 34,
Al-FAjr : 17, Al-Balad : 14-15, Ad-Duha : 6 dan 9, dan juga terdapat pada
ayat-ayat Madaniyah seperti QS. An-Nisa’
: 2, 6, 10, dan ayat 127, Al-BAqarah : 83, Al-Insan : 8, dll.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan. Kami
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena
sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari
kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk
memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
referensi pengetahuan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : PT Mizan
Pustaka, 2007, cet. XXXI
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran,
Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR, 2007
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, Yogyakarta : TERAS,
2005
[1] M.
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung : PT Mizan Pustaka, 2007),
cet. XXXI, hal. 114
[2]
Rohimin, Metodologi Ilmu Tafsir dan Aplikasi Model Penafsiran, (Yogyakarta
: PUSTAKA PELAJAR, 2007) hal. 75-76
[3]
Abd. Muin Salim, Metodologi Ilmu Tafsir, (Yogyakarta : TERAS, 2005) hal.
47-48
[4] Op.cit,
Rohimin, Hal. 78
[5] Op.Cit,
M. Quraish Shihab, hal. 114
[6] Op.cit,
Rohimin, hal. 79-81
No comments:
Post a Comment