HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Wednesday, December 17, 2014

AGAMA SEBAGAI DASAR FILOSOFIS PSIKOTERAPI

I.         PENDAHULUAN
Manusia bertingkah laku keagamaan karena ia mengalami frustasi dan berusaha untuk mengatasi. Kita harus menganalisis manusia sebagai suatu kesatuan psikosomatis, sebagai kesatuan jasmani rohaniah atau jiwa raga dan mencari motivasi perilaku keagamaan secara lebih mendalam dan lebih mendasar. Penyebab itu harus dicari bukan hanya berdasarkan fakta empiris objektif saja, akan tetapi harus mencakup pula perilaku keagamaan yang subjektif dan rohaniah.
Psikologi sebagai sains tidak mampu menganalisis penyebab yang paling mendasar dari tingkah laku keagamaan, karena analisis psikologis itu terbatas pada fakta empiris.
Kalau psikoterapi membatasi diri pada fakta empiris objektif saja, maka psikoterapi hanya mampu menangani kasus-kasus gangguan mental secara terbatas. Padahal psikoterapi harus menangani manusia secara utuh. Oleh karena itu psikoterapi harus terbuka dan menerima pembahasan, analisis, asumsi, hipotesis, dan teori mengenai gangguan mental dan filsafat serta agama. Kehidupan menusia yang kompleks tidak akan terpecahkan dengan tepat kalau hanya melalui pendekatan metode sains saja.
Dalam makalah ini, penulis berusaha memaparkan keterkaitan antara agama dan psikologi serta mendeskripsikan peran agama dalam metode psikoterapi.

II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa sajakah faktor-faktor yang menyebabkan jiwa spiritual menurun?
2.      Apa definisi Psikoterapi?
3.      Apa saja macam-macam Psikoterapi?
4.      Bagaimana Agama sebagai Psikoterapi?

III.   PEMBAHASAN
1.      Faktor-faktor yang menyebabkan jiwa spiritual menurun
a.       Tragedi manusia modern
Istilah “tragedi” sering digunakan untuk menyebut krisis kejiwaan manusia modern. Kemajuan iptek dengan segala ragamnya ternyata tidak berhasil mengangkat harkat kehidupan manusia secara hakiki. Yang terjadi justru sebaliknya, banyak terjadi kegelisahan-kegelisahan dan seemakin tidak bermaknanya kehidupan serta hampanya nilai spiritual.
Tragedi diatas, diakibatkan oleh beberapa faktor yang kini amat mempengaruhi cara berfikir manusia modern. Faktor-faktor tersebut adalah :
Ø  Kebutuhan hidup yang meningkat. Seluruh waktunya digunakan untuk urusan keduniaan, tanpa meluangkan waktunya untuk kebutuhan akhirat. Dampaknya, kehidupan akan dipenuhi oleh ketegangan (tension), ketidakpastian dan kegelisahan. Kegelisahan (axiety) akan menghilangkan kemampuan untuk merasa bahagia dalam hidup.
Ø  Rasa individualistis dan egois. Menyebabkan manusia terasing dan terlepas dari ikatan sosialnya. Orang lebihmemikirkan diri sendiri dan ketergantungannya pada orang lain tidak terlepas dari pertimbangan untung rugi yang bersifat kebendaan. Akibatnya, hubungan yang dijalin tidak berdasarkan kasih sayang, akan mudah retak dan akan membawa kepada rasa kesepian di tengah-tengah orang banyak.
Ø  Persaingan gaya hidup.  Persaingan dalam mencari kekayaan materi itu sering terjadi hal-hal yang tidak sehat, dan bahkan tidak segan-segan saling menjatuhkan, memfitnah atau dengan perbuatan tidak terpuji lainnya.
Ø  Keadaan yang tidak stabil. Kegelisahan dan ketidaktentraman dalam kehidupan masyarakat dapat pula mempengaruhi keadaan sosial, politik dan ekonomi. Begitupun sebaliknya.
b.      Kehampaan nilai spiritual
Manusia modern terlalu menganggungkan ilmu pengetahuan tanpa ada kontrol nilai-nilai agama. Mereka lebih menonjolkan logika dan segala sesuatu hanya diukur secara ilmiah. Segala pengetahuan yang tidak bisa diukur dengan metode ilmiah ditolaknya, termasuk pengetahuan yang bersumber pada agama.
Kondisi manusia modern yang demikian itu, tentunya mengabaikan kebutuhan yang paling mendasar yang bersifat spiritual, maka mereka tidak bisa menemukan ketentraman batin, yang erarti tidak adanya keseimbangan dalam diri. Keadaan ini semakin akut, terlebih lagi apabila tekananya pada kebutuhan materi kian meningkat sehingga keseimbangan akan semakin rusak.
c.       Kehilangan visi keilahian
Semenjak lahirnya gerakan renaisans yang diteruskan dengan abad modern, pemikiran dan paham keagamaan yang bersumber pada wahyu kian ditinggalkan. Akibatnya manusia mengalami apa yang disebut dengan ‘sekularisasi kesadaran’, yang ditandai dengan terbebasnya manusia dari kontrol dan komitmen nilai-nilai agama.
Proses sekularisasi kesadaran ini, menyebabkan manusia modern kehilangan kontrol diri (self control) sehingga mudah dihinggapi berbagai penyakit mental dan spiritual; ia menjadi lupa siapa dirinya, untuk apa hidup ini, siapa yang menjadikan hidup, dan akan ke mana sesudahnya.[1]

2.      Definisi Psikoterapi
Istilah psikoterapi (psychotherapy) mempunyai pengertian cukup banyak dan kabur, karena istilah tersebut digunakan dalam berbagai bidang operasional ilmu empiris seperti psikiatri, psikologi, bimbingan dan penyuluhan (Guidance and Counseling), pendidikan dan ilmu agama. Secara harfiah psikoterapi berasal dari kata psyco yang artinya jiwa, dan therapy yang berarti penyembuhan. Jadi, psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa.
James P.Chaplin membagi pengertian psikoterapi dalam dua sudut pandang. Secara khusus, psikoterapi diartikan sebagai penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental atau pada kesulitan-kesulitan penyesuaian diri seseorang. Secara luas, psikoterapi mencakup penyembuhan lewat keyakinan agama melalui pembicaraan informal atau diskusi personal dengan guru atau teman.[2] Sedangkan menurut Carl Gustav Jung, psikoterapi telah melampaui asal-usul medisnya dan tidak lagi merupakan suatu metode perawatan orang sakit. Psikoterapi kini digunakan untuk orang yang sehat atau pada mereka yang mempunyai hak atas kesehatan psikis yang penderitaannya menyiksa kita semua.
Berdasarkan pendapat Jung tersebut, psikoterapi selain digunakan untuk fungsi kuratif (penyembuhan), juga berfungsi preventif (pencegahan), dan konstruktif (pemeliharaan dan pengembangan jiwa yang sehat). Ketiga fungsi tersebut mengisyaratkan bahwa usaha-usaha untuk berkonsultasi pada psikiater tidak hanya ketika psikis seseorang dalam kondisi sakit. Alangkah lebih baik jika dilakukan sebelum datangnya gejala atau penyakit mental, karena hal itu dapat membangun kepribadian yang sempurna.
Pengertian di atas memberi kesimpulan bahwa, psikoterapi selain digunakan untuk penyembuhan penyakit mental, juga dapat digunakan untuk membantu, mempertahankan dan mengembangkan integritas jiwa, agar ia tetap tumbuh secara sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian diri lebih efektif terhadap lingkungannya. Tugas utama psikiater adalah memberi pemahaman dan wawasan yang utuh mengenai diri pasien serta memodifikasi atau bahkan mengubah tingkah laku yang dianggap menyimpang. Oleh karena itu, boleh jadi psikiater yang dimaksudkan di sini adalah para guru, orang tua, saudara dan teman dekat yang biasa digunakan sebagai tempat curahan hati serta memberi nasihat-nasihat kehidupan yang baik.[3]

3.      Macam-macam Psikoterapi
Berdasarkan tujuan dan pendekatan metodis, Wolberg membagi perawatan psikoterapi menjadi tiga (3) tipe, yaitu :
a.       Penyembuhan Supportif (Supportive Therapy)
Merupakan perawatan dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk : 
·       Memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian)
·       Memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian
·       Pengembalian pada penyesuaian diri yang seimbang.
Penyembuhan supportif ini dapat menggunakan beberapa metode dan  teknik pendekatan, diantaranya :
·         Bimbingan (Guidance)
·         Mengubah lingkungan (Environmental Manipulation)
·         Pengutaraan dan penyaluran arah minat
·         Tekanan dan pemaksaan
·         Penebalan perasaan (Desensitization)
·         Penyaluran emosional
·         Sugesti
·         Penyembuhan inspirasi berkelompok (Inspirational Group Therapy)
b.      Penyembuhan Reedukatif (Reeducative Therapy)
Suatu metode pnyembuhan yang mempunyai bertujuan untuk mengusahakan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran/tujuan hidup, dan untuk menghidupkan kembali potensi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain :
·       Penyembuhan sikap (attitude therapy)
·       Wawancara (interview psychtherapy)
·       Penyembuhan terarah (directive therapy)
·       Psikodrama dan lain-lain.
c.       Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy)
Penyembuhan rekonstruktif mempunyai tujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan untuk perluasan pertunbuhan kepribadian dengan mengembangkan potensi. Metode dan teknik pendekatannya antara lain :
·       Psikoanalisis
·       Pendekatan transaksional (transactional therapy)
·       Penyembuhan analitik berkelompok[4]
Berdasarkan teori dan teknik yang diterapkan, jenis-jenis psikoterapi dibagi menjadi :
§  Psikoanalisis
            Suatu teknik terapi yang ditemukan oleh Sigmund Freud dengan mencoba menjelajahi alam ketidaksadaran pasiennya melalui wawancara yang dinamakan asosiasi bebas (free association) sampai si pasien menemukan sumber masalahnya.
§  Hypnoterapi
            Teknik ini menggunakan metode hipnotis untuk menemukan ambang kesadaran dan mensugesti pasien untuk sembuh, bersifat instan (dapat langsung menghilangkan gejala) tetapi hanya berlangsung sesaat dan akan kembali kambuh lagi jika pengaruh sugseti telah hilang.
§  Terapi  Kelompok
            Dalam terapi kelompok, psikoterpis mengajak beberapa orang dalam proses terapi, baik dari semua pasien dengan persoalan sejenis maupun dari kalangan keluarganya.
§  Terapi Bermain
            Terapi ini digunakan pada anak-anak, dengan maksud sambil bermain, si anak bisa memproyeksikan perasaan-perasaan terhadap orang yang menjadi sumber masalahnya.

§  Terapi Humanis (Client Centered)
Terapi ini didasarkan pada asumsi yang mengatakan bahwa pada dasarnya manusia itu baik. Disini, psikoterapis berfungsi untuk membantu klien menelusuri semua potensi positif dalam dirinya hingga ia bisa mengembangkan dirinya dan meninggalkan gejala-gejala gangguan mental.
§  Terapi Perilaku (Behavior)
Biasanya terapi ini digunakan untuk mengatasi phobia. Caranya yaitu mendekatkan benda yang ditakuti itu dengan hal-hal yang menyenangkan klien, sehingga akan menimbulkan asosiasi positif antara benda yang ditakuti dengan hal yang menyenangkan itu, dan lama-kelamaan phobia bisa hilang. Kelemahan dari terapi ini adalah sewaktu-waktu phobia itu bisa muncul kembali jika ada trauma baru.
§  Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behavior Therapy)
Untuk mengatasi kelemahan  terapi perilaku, dikembangkan terapi ini. Dalam teknik ini, semua emosi negatif terhadap hal tertentu dibahas tuntas secara rasional sampai klien bisa mengubahnya menjadi lebih positif.
§  Terapi Seni (Art Therapy)
Seni yang digunakan dalam terapi ini biasanya seni rupa, seperti lukis dan patung. Dan dalam proses pembuatan benda seni tersebut, diharapkan si klien dapat melepaskan emosinya (katarsis) dan memproyeksikan perasaan-perasaannya sehingga terasa lebih ringan.
§  Konseling
Terapi ini berbentuk wawancara, disini terapis membantu klien mencari penyelesaian yang terbaik untuk masalahnya. Konseling biasanya digunakan dalam masalah-masalah ringan, seperti kesulitan dalam belajar.[5]

4.      Agama Sebagai Psikoterapi
Hakekat makna terdalam agama adalah ketundukan atau ikatan (a binding), yaitu dari asal kata religere yang maksudnya ketundukan atau keterikatan yang absolut. Lewat ketundukan dan ikatan ini, secara spiritual manusia dimungkinkan mengalami kenaikan eksistensi dalam mengatasi keterbatasannya sebagai manusia. Dengan beragama, manusia berarti mengikatkan hidupnya untuk tunduk dan patuh kepada Yang Kuasa, Sang Pencipta dan Pengatur segala kehidupan.
Manusia terdiri dari dua substansi yang berbeda, yaitu tubuh yang bersifat materi dan jiwa/al-nafs yang bersifat immateri. Al-nafs mempunyai dua daya yang pengembangannya telah diatur oleh Islam, yaitu daya berpikir/rasio (akal) dan daya rasa. Yang menjadi hakekat manusia adalah al-nafs karena jiwa itulah yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dan agar jiwa dan perbuatan lahiriyahnya bisa baik, manusia membutuhkan agama karena agama mengajarkan cara-cara yang ditentukan Allah untuk kehidupan manusia. Tanpa agama, jiwa manusia tidak mungkin dapat merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.
Ø  Fungsi Agama dalam Kehidupan
                  Ada empat fungsi agama dalam kehidupan, yaitu :
a.       Agama memberi bimbingan dan petunjuk dalam hidup
b.      Agama adalah penolong dalam kesukaran
c.       Agama menentramkan batin
d.      Agama mengendalikan moral.[6]
Ø  Langkah-langkah Terapi Religius
                  Ada beberapa cara untuk mencegah munculnya penyakit kejiwaan sekaligus menyembuhkannya melalui konsep Islami, upaya tersebut adalah :
a.       Menciptakan kehidupan Islami dan religius
b.      Mengintensifkan dan meningkatkan kualitas ibadah
c.       Meningkatkan kualitas dan kuantitas dzikir al-Qur’an
d.      Melaksanakn rukun Islam, rukun iman, dan berbuat ikhsan
e.       Menjauhi sifat-sifat tercela
f.       Mengembangkan sifat-sifat terpuji.[7]
            Abdul Aziz Ahyadi mengemukakan alasan agama dijadikan sebagai dasar filosofis psikoterapi adalah agama melibatkan manusia seutuhnya. Agama berarti kehidupan “dunia-dalam” seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat. Agama mengkaji manusia secara keseluruhan, sebagai totalitas dengan seutuhnya dan dengan cara yang sedalam-dalamnya. Manusia dengan segala aspek dan fungsi kejiwaan dikaji oleh agama.
Agama melibatkan manusia seutuhnya karena beberapa faktor, diantaranya :
a.       Kehidupan atau pengalaman dunia-dalam seseorang tentang ketuhanan berhubungan erat dengan fungsi finalis (motivasi dan emosi atau efektif dan kognitif).
b.      Keimanan berhubungan erat dengan fungsi kognitif.
c.       Peribadatan berhubungan erat denngan sikap dan fungsi motorik sebagai pelaksanaan dan realisasi kehidupan dunia seseorang.
Fungsi kejiwaan manusia tidak dapat dipisahkan secara tegas, maka aspek agama juga merupakan satu kesatuan yang melekat pada manusia sebagai totalitas yang utuh. Fungsi kognitif tidak dapat dipisahkan dengan fungsi finalis dan motorik. Demikian pula dengan kehidupan dunia-dalam seseorang yang tidak dapat dipisahkan dengan keimanan dan peribadatan. Dalam psikoterapi, yang dirawat dan disembuhkan adalah manusia sebagai totalitas, dikarenakan akibat ganguan emosional itu mengenai manusia seutuhnya. Demikian pula manusia yang dikenai agama adalah manusia sebagai totalitas.[8]

5.      Psikoterapi dalam Islam
Psikoterapi dalam islam dapat menyembuhkan semua aspek psikopatologi, baik yang bersifat duniawi, ukhrawi, maupun penyakit manusia-manusia modern adalah sebagaimana dalam syair jawa yang dinukil dari ungkapan Ali bin Abi Thalib sebagai berikut :
“Tombo ati iku limo sak wernane :
Kaping pisan, Maca Qur’an angen-angen sak maknane,
Kapng pindu, shalat wengi lakonono,
Kaping telu, wong kang sholeh kumpulono,
Kaping papat, iku weteng ingkang luwe,
Kaping limo, zikir wengi ingkang suwe.
Salah suwijine sopo biso ngelakoni
Insya’Allah. Gusti Allah nyembadani”
Artinya :
“Psikoterapi hati itu ada lima macam :
(1)   Membaca al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya;
(2)   Melakukan shalat malam;
(3)   Bergaul dengan orang yang baik atau salih;
(4)   Perut supaya lapar (puasa)
(5)   Zikir malam hari yang lama.
Barangsiapa yang mampu melakukan salah satu dari kelima psikoterapi tersebut maka Allah akan mengabulkan (permintaannya dengan menyembuhkan penyakit yang diderita)”[9]


IV.   SIMPULAN
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwasannya faktor yang menyebabkan jiwa spritual itu menurun diakibatkan oleh beberapa hal diantaranya : tragedi manusia modern, kehampaan spiritual, dan kehilangan visi keilahiah. Itu semua akan menyebabkan jiwa seseorang menjadi kosong, hampa, menjadi kecemasan yang dalam, serta akan menimbulkan penyakit-penyakit jiwa (iri, dengki, fitnah, hasud, takabur, dll). Nah atas dasar itu, maka muncullah agama sebagai pilihan/solusi, karena sesungguhnya jiwa manusia membutuhkan agama. Dan agama salah satu fungsinya adalah sebagai terapi kejiwaan (psikoterapi religius)
Secara harfiah psikoterapi berasal dari kata psyco yang artinya jiwa, dan therapy yang berarti penyembuhan. Jadi, psikoterapi sama dengan penyembuhan jiwa. Dan secara garis besar psikoterapi dibagi menjadi 6 teknik yaitu : terapi psikoanalis, terapi perilaku (behavioristik), terapi kognitif perilaku, terapi humanistik, terapi elektik atau integratif, dan teknik terapi kelompok dan keluarga. Dan dalam Islam ada teknik terapi Sufistik.
Agama sebagai filosofis psikoterapi adalah agama melibatkan manusia seutuhnya. Agama berarti kehidupan “dunia-dalam” seseorang tentang ketuhanan disertai keimanan dan peribadatan dengan tujuan untuk mencapai kebahagian dunia dan akhirat.
Dan fungsi agama dalam kehidupan ada empat, yaitu : Agama memberi bimbingan dan petunjuk dalam hidup; Agama adalah penolong dalam kesukaran; Agama menentramkan batin; Agama mengendalikan moral.
Dalam psikoterapi Islam, yaitu dengan syair jawa yang dinukil dari ungkapan Ali bin Abi Thalib, yang artinya : psikoterapi hati itu ada 5 : baca al-Qur’an sambil mencoba memahami artinya; Melakukan shalat malam; Bergaul dengan orang yang baik atau salih; Perut supaya lapar (puasa); Zikir malam hari yang lama.

V.      PENUTUP
Terakhir, Tugas  ini belum layak disebut sebagai makalah, serta masih jauh dari kata baik. Oleh sebab itu, masukan, kritik, dan saran yang konstruktif dari berbagai pihak sangatlah kami harapkan, sebagai acuan kami dalam pembuatan makalah selanjutnya yang lebih baik.


DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, Abdul Aziz,  Psikologi Agama; kepribadian Muslim Pancasila, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2005
Mujib, Abdul dan Jusuf Mudzakir, Nuansa-nuansa Psikologi Islam, Jakarta : Raja Grafindo persada, 2001
Sarwono, Sarlito Wirawan, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009
Sholeh, Moh. dan Iman Musbikin, Agama sebagai Terapi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005

No comments:

Post a Comment