HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Tuesday, June 24, 2014

A’MALUL QULUB (SENI MENATA HATI)



A’MALUL QULUB (SENI MENATA HATI)

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sufi Healing 2
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M. A.















Disusun Oleh :

LUKMAN HAKIM              (124411026)

FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014


I.         PENDAHULUAN
Kehidupan di dunia ini tak selamanya indah dan nyaman sesuai dengan yang kita harapkan. Kadang susah kadang mudah, kadang sedih kadang senang. Semua orang menginginkan kebahagiaan, segala keinginannya tercapai. Untuk hal itu dia usaha keras untuk mendapatkannya. Namun, ternyata kenyataan seringkali tak sesuai dengan harapan. Kegagalan, ketidak beruntungan, ataupun musibah yang sangat ingin dihindari ternyata malah terjadi.
Kekecewaan dan kesedihan, sedih dan penderitaan silih berganti disela-sela perjalanan dalam hidup. Mengalami berbagai keadaan yang demikian, jika hati tidak pernah dipersiapkan untuk kuat menjalani berbagai perubahan, hati akan bergejolak, terombang ambing dan gelisah, galau gundah gulana. Oleh karena itu kita perlu menata hati sebagi upaya menghadapi berbagai masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan. Karena hati yang memegang peranan penting, hati adalah mata batin manusia, yang merasa dan mengerti.

II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian A’mal al-qulub?
2.      Bagaimana Cara Menata Hati?
3.      Apa Saja Penyebab Hati terhijab?
4.      Baimanakah cara mengobati hati?

III.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian al-amal al-qulub (Amal hati)
‘Amal berasal dari amila yamalu amalan. ‘Amal adalah bentuk masdar atau isim, kalau dijamakkan menjadi a’malu yang artinya pekerjaan-pekerjaan. Dalam Bahasa Arab kata ’amal dipakai untuk semua bentuk pekerjaan.
Dalam KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia) amal: (1) suatu perbuatan (baik atau buruk): ia dihormati karena-nya yang baik, bukan karena kedudukan atau kekayaan; (2) perbuatan baik yang mendatangkan pahala (menurut ajaran agama Islm): beramal kepada fakir miskin; (3) yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap sesama manusia (memberi derma, mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam, penyandang cacat, orang jompo, anak yatim piatu, dan sebagainya).
Beramal berarti: 1) berbuat kebajikan; memberi sumbangan atau bantuan kepada orang miskin, organisasi sosial, dan sebagainya; 2) melakukan sesuatu yang baik, seperti memberi nasihat, bekerja untuk kepentingan masyarakat, mengajarkan ilmu, mengaji; 3) berdoa, memohon kepada Tuhan: tebal imannya dan rajin; 4) berbuat amal.
Pengertian al-Qalb (Hati)
Secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang, terletak di tepi kanan dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang yang terisi darah hitam. Hati merupakan sumber dan tambang nyawa.[1] Yang merupakan suatu anugerah Allah SWT. yang diberikan kepada manusia. Yang mana mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting dan utama, sebab hati berfungsi sebagai penggerak dan pengontrol anggota tubuh lainnya. Apabila hatinya baik, maka anggota badan yang lainnya pun akan ikut baik, sedangkan apabila hatinya jelek, maka anggota tubuh yang lainnya pun akan ikut jelek. Dan hati ini adalah hati yang berbentuk jasmani.
Hali ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya :
“Ingatlah bahwa di dalam tubuh terdapat sepotong daging. Apabila ia baik, maka baiklah badan itu seluruhnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya. Ingatlah sepotong daging itu adalah hati”.[2]
Sedang hati secara rohaniah adalah yang berasal dari alam ketuhanan. Hatilah yang merasa, mengetahui, dan mengenal segala hal, disiksa, dicaci dan sebagainya. [3]
Hati mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Secara fisik, hati sebagai tempat penyimpanan energi, pembentukan protein asam empedu, pengaturan metabolisme kolesterol, dan pentetralan racun dalam tubuh.[4]
Menurut Imam Ghazali, ada tiga kondisi hati manusia:
1.         Hati yang shahih (sehat) yang bisa menjadi hati yang salim (selamat), ini yang dijanjikan akan dapat ‘bertemu’ Allah. Yaitu orang yang imannya kokoh, mensyukuri nikmat, tidak serakah, hidupnya tentram, khusyu’ dalam ibadah, banyak berdzikir, dan sebagainya.
2.         Hati yang mayyit (mati), yang telah mengeras dan membatu karena banyak kerak (akibat dosa-dosa yang dilakukan) sehingga menghalangi datangnya petunjuk Allah. Tanda-tandanya antara lain: tidak ada/tipis iman, mengingkari nikmat Allah, dikuasai hawa nafsu, pikirannya negatif/buruk sangka, egois, keras kepala dan lain sebagainya.
3.         Hati yang maridl (sakit), yang di dalamnya ada iman, ada ibadah, ada pahala, tetapi juga ada kemaksiatan dan dosa-dosa (kecil/besar). Tanda-tandanya antara lain: gelisah (tidak tenang), suka marah, tidak pernah punya rasa puas, serba tidak enak/tidak nyaman, tidak bahagia dan sebagainya.[5]
Hati memiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan yang batil, yang halal dan yang haram, bahkan sesuatu yang berada di antara keduanya, yaitu yang syubhat (samar). Namun, hati harus ditata karena mengandung dua kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Untuk membuat hati cenderung pada kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu mengarahkannya.
Struktur hati
Secara fisik, hati memiliki struktur yang kompleks, di mana semuanya terhubung dengan syaraf-syaraf ke seluruh tubuh. Syaraf- syaraf itu pula yang menggerakkan segala aktivitas tubuh manusia. Sedang secara psikis, Hakim at-Tirmidzi, seorang ulama tasawuf dalam karyanya Bayan al-Faqr Bayn as-Ahadr wal-Qalb wal-Fuad wal-Lubb memberikan penjelasan gamblang tentang hati. Menurutnya, hati terdiri dari empat bagian yaitu:
1)   Shadr
Adalah tempat bersemayamnya cahaya iman yang mengandung kualitas tenang, cinta, rela, yakin, takut, berharap, sabar, dan merasa cukup kepada Allah SWT. Shadr juga merupakan tempat bersemayamnya rasa dendam, dengki, dan perbuatan jahat lainnya. Shadr memiliki kemampuan untuk menerima informasi, dan karenanya di sinilah tempat pembelajaran dilakukan.
Shadr menghasilkan Ammarah, yaitu nafsu yang mengajak pada perbuatan yang jahat dan dosa, namun jika ditempatkan pada posisi yang benar, maka akan menjadi baik.
2)   Qalb
Merupakan tempat bersemayam niat dan ilmu. Segala sesuatu yang keluar dan masuk ke dalam diri manusia berasal dari qalb. Niat menghasilkan tindakan, dan tindakan berasal dari pengetahuan. Sebab itulah, semua tindakan seseorang, hasilnya akan dirasakan oleh qalb.
Qalb menghasilkan Mulhimah, nafsu yang mengajak pada kebaikan, tetapi kadang-kadang mengajak pada keburukan.
3)   Fuad
Ialah tempat terpancarnya cahaya penglihatan, sehingga seseorang dapat membedakan antara yang benar dan salah. Fuad mampu melihat sesuatu secara mendalam, akan tetapi kerja bagian ini amat tergantung pada bantuan qalb. Seseorang dapat melihat dengan fuad, dan mengetahui dengan qalb. Jika keduanya bersatu, maka perkara apa pun dapat dilihatnya.
Fuad Menghasilkan Lawwamah, nafsu yang mengajak pada kebaikan tapi tidak mampu mencegah kejahatan.
4)   Lubb
Yaitu tempat bersemayam cahaya ketuhanan. Kepercayaan dan keyakinan bersumber dari bagian hati yang satu ini. Lubb menghasilkan Muthmainnah, nafsu yang tenang, yang senantiasa mengajak pada kebaikan.[6]
Penulis mengartikan amalul qulub juga sebagai amalan-amalan batin. Yang mana diketahui amalan ada dua, yaitu lahir (syari’at) dan bathin (hakikat).
Syariat ialah amalan-amalan lahir yang diperintahkan baik hukumnya wajib maupun sunat ataupun larangan yaitu terkait haram dan makhruh. Sedangkan hakikat ialah amalan bathin yang diperintahkan yaitu dikenal “mahmudah” (sifat-sifat terpuji) ataupun yang dilarang oleh Allah swt kepada umat Islam yaitu sifat “mazmumah” (sifat-sifat terkeji).[7]
B.     Cara Menata Hati
Hati memang mudah memengaruhi dan juga dipengaruhi oleh keadaan diri. Oleh karena itu, dalam mengelola hati harus dilakukan dengan kiat tertentu, perlu “seni”, karena seni dapat menghaluskannya.
Ketika hati menjadi halus, maka bisa mengevaluasi dan intropeksi (muhasabah) diri, atas dosa-dosa yang dilakukan selama ini. Jika seseorang sudah merasakan lega karena beban tersebut sudah lepas darinya, maka selanjutnya akan memperbaiki dan tidak pernah mengulang apa yang pernah dilakukan. Jika demikian hati akan menjadi mudah menerima kenyataan, dalam segala keadaan.[8]
Guna mendidik hati dan menjadikannya bening, tasawuf memiliki banyak ajaran yang dapat dilakukan oleh setiap orang yang berminat, dalam hal ini akan dikemukakan sembilan kiat shu-fiyah yang harus diamalkan sebagai berikut:
1.      Bertaubat: siapapun dan kapanpun, seseorang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah swt., taubat merupakan modal dasar,. Guna menjaga kelestarian taubatnya, ada beberapa hal yang perlu dilakukan terus-menerus:
a.      Muhasabah
b.      Menjaga tujuh anggota badan (mata, lisan, telinga, perut, tangan, kaki dan kemaluan) dari kerja mereka yang dapat mendorong kepada maksiat dan dosa-dosa.
c.       Tekun beribadah.
2.      Qona’ah
3.      Zuhud
4.      Mempelajari syari’at guna meningkatkan kualitas takwanya.
5.      Memelihara sunnah-sunnah Nabi saw.,
6.      Tawakkal
7.      Ikhlas
8.      Uzlah
9.      Memperbanyak wirid dan dzikir, baik dengan hati, lisan, sikap maupun perbuatannya.
Dengan berbagai amalan tersebut di atas diharapkan seseorang dapat menempuh perjalanan spiritualnya dengan baik dan benar, sehingga benar-benar sampai pada kondisi ma’rifatullah, dengan hati yang mukhasyafah (terbukanya hijab.[9]
C.     Sebab-sebab Terhijabnya Hati
Terhijabnya hati menjadikan hati seseorang menjadi keras, dan sebab-sebab hati menjadi keras adalah sebagai berikut :
1.      Melupakan kematian, sakaratul maut, alam kubur, dan kerepotan di dalamnya, siksa dan nikmat kubur. Padahal alam kubur adalah tempat akhirat yang pertama kali.
2.      Terlalu mencintai dunia dan tenggelam didalamnya.
3.      Lupa dari dzikrullah dan lupa membaca kitabNya. Serta tidak meresapi dan menghayatinya.
4.      Suka bergaul dengan orang yang banyak bergurau dan tertawa. Padahal biasanya mereka melalaikan kematian dan berbicara dusta.
5.      Terlalu banyak dosa dan maksiat sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.

Ciri-ciri hati menjadi keras
1.      Tidak terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya, atau tidak mau mengambil ibroh suatu kejadian (pelajaran). Contoh: kematian dan fenomena-fenomena alam
2.      Cinta terhadap kenikmatan dunia semakin bertambah
3.      Menunda-nunda melakukan kebaikan / ibadah
4.      Sering melakukan maksiat dan sudah menjadi kebiasaan
5.      Lemahnya keinginan untuk melakukan amal sholeh dan lemahnya keinginan/niat untuk bertaubat.
6.      Selalu merasa gundah gulana, susah dalam segala hal. Dan merasa berat menjalani kewajiban / perintahNya.[10]
Dan diantara penyakit hati terhadap Allah antara lain : Tidak khusyuk beribadah, lalai dari mengingat Allah, tidak ikhlas dengan Allah, tidak sabar atas ujian Allah, ria’, ujub, gila pujian dan kemasyhuran, tidak syukur atas nikmat Allah, tidak ridlo akan takdir Allah, dll
Sedangkan penyakit hati (mazdmumah) terhadap manusia, antara lain : Saling membenci, mendo’akan kejatuhan orang lain, tidak mau meminta maaf dan tidak memaafkan kesalahan orang lain, hasad dengki, dendam, bakhil, buruk sangka, sombong, tamak, mementingkan diri sendiri, marah, dendam, dan lain-lain.[11]


D.    Mengobati Hati
Untuk penyakit fisik, tentu obatnya terdapat pada medis. Begitu pula dengan penyakit psikis obatnya kembali yang bersifat psikis. Para ahli mengatakan kondisi psikis akan mempengaruhi saraf dan saraf akan mempengaruhi kelenjar, kelenjar akan mengeluarkan cairan (hormon) dalam tubuh, cairan ini akan mempengaruhi kekebalan tubuh. Dalam dunia medis dikenal dengan Psiko Neuro Endokrin Immunologi (PNI).
Para ahli piskologi mencoba memberikan tips untuk obat hati, antara lain :
1.      Cintai dan hargai semua hal, semua orang dan diri sendiri;
2.      Yakin bahwa kita memiliki kemampuan;
3.      Selalu bersyukur akan semua karunia yang kita terima;
4.      Selalu gembira (jiwa yang sehat menciptakan tubuh yang sehat; dan
5.      Memahami bahwa didunia ini tidak ada penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
Sementara dalam literature Islam, begitu banyak dikenal tips-tips yang lebih menjanjikan, antara lain yang selama ini kita kenal dengan istilah “Tombo Ati”, yaitu : pertama, memahami risalah Allah SWT dengan benar; kedua, berteman dengan orang baik; ketiga, melakukan tirakat atau puasa; keempat, ingat kepada Allah SWT, seperti bunyi ayat: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d : 28); kelima, menjalankan perintah Allah SWT dengan sungguh-sungguh.[12]
Terhadap semua penyakit ini kita wajib melakuakan mujahadatunnafsi. Firman Allah :
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçŽÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ  
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah) dan sabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah kamu (dalam barisan perjuangan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah semoga mendapat kemenangan.” (QS. Ali Imran : 200)
Pada qalb yang sakit hanya ada dua kemungkinan, bisa sehat apabila disembuhkan, atau mati jika dibiarkan tetap berpenyakit. Adapun virus dan penyakit yang harus diobati adalah :
1.      Marah (gadhab) berarti menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Baginda Nabi Muhammad Saw mengajarkan apabila sedang marah, kita diperintahkan untuk mengubah posisi, atau mengambil air wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar dan pemaaf (QS. Ali Imran : 134)
2.      Egoisme (ananiyyah) yaitu sifat yang hanya memikirkan diri sendiri. Mengobatinya dengan menumbuhkan sikap kebersamaan, mau berbagi dengan orang lain, dan punya kepedulian agar tidak menjadi manusia yang akan dilemparkan ke neraka jahanam (QS. Al-A’raf : 179)
3.      Dengki (hasad) yakni perasaan tidak senang jika mengetahui orang lain senang dan justru senang apabila orang lain susah. Mengobatinya dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan seberapapun yang telah diperoleh. Syukur kepada Allah dan kepada orang lain.
4.      Sombong (takabbur), yakni merasa diri lebih baik daripada orang lain. Mengobatinya dengan menumbuhkan kesadaran bahwa hanya Allah-lah yang berhak sombong (al-Mutakabbir), selain diri-Nya adalah kecil dan lemah, sebab segala sesuatu bergantug kepada-Nya. Tumbuhkan sikap rendah hati (tawadhu’) ini, dan sikap kerendahan hati justru menampakkan kemuliaan seseorang.
5.      Kikir (bakhil), yakni seseorang yang tidak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, disengaja atau pun tidak. Cara mengobatinya dengan menumbuhkan kesadaran bahwa  dunia itu sementara, dan seperti roda berputar (kadang dibawah dan terkadang diatas). Karena semua itu adalah titipan Allah.
6.      Boros (israf), yakni suka berfoya-foya atau menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta, waktu, dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Mengobatinya dengan menumbuhkan kesadaran bahwa manusia itu pada hakikatnya tidak mempunyai apa-apa, karena semua dunia dan seisinya milik Allah. Sifat ini bisa diarahkan kepada kedermawaan dan sikap hemat.
7.      Rakus (al-hirshu), yakni sifat ini mendorong seseorang untuk serakah, tidak mau mensyukuri apa yang sudah ada, hatinya tidak pernah puas sehingga selalu merasa kurang. Mengobatinya dengan menumbuhkan rasa syukur, menurut ajaran islam orang yang iman harus bersyukur (QS. Al-Baqarah : 172) dan hawa nafsu harus dikendalikan agar tidak terjerumus kepada kehinaan.
8.      Berburuk sangka (su’u ad-dhan), yaitu apa yang dilakukan orang lain, diintai dan dicurigai, apa pun yang ada dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah dirinya. Mengobatinya dengan menyadari bahwa mempercayai orang lain itu penting dan akan membawa kebaikan, bagi diri orang yang mempercayai orang lain tersebut hati menjadi tenang, dan bagi orang yang dipercaya merasa diuwongke (Jawa : dihargai sebagai manusia). Waspada itu perlu tetapi jangan sampai su’u dhan kepada orang lain.
9.      Suka bohong (kidzib) adalah suka membolak-balikkan fakta, dan menyembunyikan kebenaran. Maka untuk mengobatinya diperlukan sifat jujur karena dapat membimbing seseorang pada kebaikan.[13]

IV.             SIMPULAN
A’malul qulub atau amalan-amalan bathin sejatinya adalah pekerjaan-pekerjaan berkaitan dengan psikis (jiwa) yang diperintahkan yaitu dikenal dengan  mahmudah” (sifat-sifat terpuji) ataupun yang dilarang oleh Allah swt kepada umat Islam yaitu sifat “mazmumah” (sifat-sifat terkeji).
Hati ini sangat mudah sekali terkena penyikit ataupun virus-virus jahat yang dapat merusak jiwa seseorang. Diantara penyakit hati adalah dengki, hasut, sombong, riya’, boros, marah, melakukan dosa/maksiat, cinta dunia, dan lain-lai. Itu semua dapat menhijab diri kita dengan Allah.
Dan cara mengobatinya adalah melawatnya dengan sejenisnya, misalnya kikir maka harus dermawan, bohong maka harus jujur, dan lain-lain. Dan juga selalu mendekatkan diri kepada Allah, membaca, memahami, dan menghayati isi Al-qur’an, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya dengan lahir dan bathin.

V.                PENUTUP
       Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan kita.



DAFTAR PUSTAKA


As-Zaibari, Amir Said, manajemen Kalbu Resep Sufi Menghentikan Kemaksiatan, penerjemah Abdul Mustaqim dari Tanbihul ‘Ashi Ila Tarkil Ma’ashi, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004, cet. IV
Muhammad, Ashaari, Mengenal Diri Melalui Rasa Hati, Yogyakarta : Penerbit Jendela, 2001
Syukur, Amin, Menata Hati Agar Disayang Ilahi, Jakarta: Erlangga, 2013,
___________, Tasawuf Bagi Orang Awam, Yogyakarta : LPK-2, Suara Merdeka, 2006
___________ dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Jakarta: Erlangga, 2012
_____________________________, Insan Kamil (paket pelatihan Seni Menata Hati), Semarang : CV. Bima Sejati, 2006, cet. II
Zumroh, Tombo Ati Upaya Membersihkan Qalbu dari Kuman-kuman Penyakit, Surabaya : Bintang Usaha Jaya : 2011 cet. 1


[1] Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 3
[2] Zumroh, Tombo Ati Upaya Membersihkan Qalbu dari Kuman-kuman Penyakit, (Surabaya : Bintang Usaha Jaya : 2011) cet. 1, hlm. 11
[3] Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Op.Cit., hlm. 3.
[4] Amin Syukur, Menata Hati Agar Disayang Ilahi, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 2.
[5] Dikutip dari Amin Syukur dan Fatimah Usman, Insan Kamil (paket pelatihan Seni Menata Hati), (Semarang : CV. Bima Sejati, 2006), cet. II, hlm. 13-14.
[6] Amin Syukur, Menata Hati Agar Disayang Ilahi, Op.Cit., hlm. 6.
[7] Ashaari Muhammad, Mengenal Diri Melalui Rasa Hati, (Yogyakarta : Penerbit Jendela, 2001), hlm. 15-16
[8] Amin Syukur, Tasawuf Bagi Orang Awam, (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka, 2006), hlm. 81.
[9] Amin Syukur dan Fatimah Usman, Insan Kamil (paket pelatihan Seni Menata Hati), Op.Cit., hlm. 16.
[10] Amir Said as-Zaibari, manajemen Kalbu Resep Sufi Menghentikan Kemaksiatan, penerjemah Abdul Mustaqim dari Tanbihul ‘Ashi Ila Tarkil Ma’ashi, (Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004), cet. IV, hlm. 208-212
[11] Ashaari Muhammad, Op.Cit., hal. 42-44
[12] Amin Syukur dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Op.Cit., hlm. 8
[13] Ibid., hlm. 40-44

No comments:

Post a Comment