A’MALUL
QULUB (SENI
MENATA HATI)
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Sufi Healing 2
Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. M. Amin Syukur, M.
A.
Disusun Oleh :
LUKMAN HAKIM (124411026)
FAKULTAS
USHULUDDIN
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014
I.
PENDAHULUAN
Kehidupan di dunia ini tak selamanya indah dan nyaman sesuai dengan
yang kita harapkan. Kadang susah kadang mudah, kadang sedih kadang senang.
Semua orang menginginkan kebahagiaan, segala keinginannya tercapai. Untuk hal
itu dia usaha keras untuk mendapatkannya. Namun, ternyata kenyataan seringkali
tak sesuai dengan harapan. Kegagalan, ketidak beruntungan, ataupun musibah yang
sangat ingin dihindari ternyata malah terjadi.
Kekecewaan dan kesedihan, sedih dan penderitaan silih berganti
disela-sela perjalanan dalam hidup. Mengalami berbagai keadaan yang demikian,
jika hati tidak pernah dipersiapkan untuk kuat menjalani berbagai perubahan,
hati akan bergejolak, terombang ambing dan gelisah, galau gundah gulana. Oleh
karena itu kita perlu menata hati sebagi upaya menghadapi berbagai masalah yang
akan dihadapi dalam kehidupan. Karena hati yang memegang peranan penting, hati
adalah mata batin manusia, yang merasa dan mengerti.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian A’mal al-qulub?
2.
Bagaimana Cara
Menata Hati?
3.
Apa Saja Penyebab Hati terhijab?
4.
Baimanakah cara
mengobati hati?
III.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian al-amal al-qulub (Amal hati)
‘Amal berasal dari amila
yamalu amalan. ‘Amal adalah bentuk masdar atau isim, kalau
dijamakkan menjadi a’malu yang artinya pekerjaan-pekerjaan. Dalam Bahasa
Arab kata ’amal dipakai untuk semua bentuk pekerjaan.
Dalam KBBI (Kamus besar bahasa Indonesia)
amal: (1) suatu perbuatan (baik atau buruk): ia dihormati karena-nya yang baik, bukan
karena kedudukan atau kekayaan; (2) perbuatan baik yang mendatangkan pahala
(menurut ajaran agama Islm): beramal kepada fakir miskin; (3)
yang dilakukan dengan tujuan untuk berbuat kebaikan terhadap sesama manusia
(memberi derma, mengumpulkan dana untuk membantu korban bencana alam,
penyandang cacat, orang jompo, anak yatim piatu, dan sebagainya).
Beramal berarti: 1) berbuat kebajikan; memberi sumbangan atau
bantuan kepada orang miskin, organisasi sosial, dan sebagainya; 2) melakukan sesuatu yang baik, seperti memberi nasihat, bekerja untuk
kepentingan masyarakat, mengajarkan ilmu, mengaji; 3) berdoa, memohon kepada Tuhan: tebal imannya dan rajin; 4) berbuat amal.
Pengertian al-Qalb (Hati)
Secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang,
terletak di tepi kanan dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang yang terisi darah hitam. Hati
merupakan sumber dan tambang nyawa.[1] Yang merupakan suatu anugerah Allah
SWT. yang diberikan kepada manusia. Yang mana mempunyai kedudukan dan fungsi
yang sangat penting dan utama, sebab hati berfungsi sebagai penggerak dan
pengontrol anggota tubuh lainnya. Apabila hatinya baik, maka anggota badan yang
lainnya pun akan ikut baik, sedangkan apabila hatinya jelek, maka anggota tubuh
yang lainnya pun akan ikut jelek. Dan hati ini adalah hati yang berbentuk
jasmani.
Hali ini berdasarkan hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim yang artinya :
“Ingatlah bahwa
di dalam tubuh terdapat sepotong daging. Apabila ia baik, maka baiklah badan
itu seluruhnya dan apabila ia rusak, maka rusaklah badan itu seluruhnya.
Ingatlah sepotong daging itu adalah hati”.[2]
Sedang hati secara rohaniah adalah yang berasal dari alam
ketuhanan. Hatilah yang merasa, mengetahui, dan mengenal segala hal, disiksa,
dicaci dan sebagainya. [3]
Hati mempunyai peran penting dalam kehidupan manusia. Secara fisik,
hati sebagai tempat penyimpanan energi, pembentukan protein asam empedu,
pengaturan metabolisme kolesterol, dan pentetralan racun dalam tubuh.[4]
Menurut
Imam Ghazali, ada tiga kondisi hati manusia:
1.
Hati yang shahih
(sehat) yang bisa menjadi hati yang salim (selamat), ini yang dijanjikan
akan dapat ‘bertemu’ Allah. Yaitu orang yang imannya kokoh, mensyukuri nikmat,
tidak serakah, hidupnya tentram, khusyu’ dalam ibadah, banyak berdzikir, dan
sebagainya.
2.
Hati yang mayyit
(mati), yang telah mengeras dan membatu karena banyak kerak (akibat dosa-dosa
yang dilakukan) sehingga menghalangi datangnya petunjuk Allah. Tanda-tandanya antara
lain: tidak ada/tipis iman, mengingkari nikmat Allah, dikuasai hawa nafsu,
pikirannya negatif/buruk sangka, egois, keras kepala dan lain sebagainya.
3.
Hati yang maridl
(sakit), yang di dalamnya ada iman, ada ibadah, ada pahala, tetapi juga ada
kemaksiatan dan dosa-dosa (kecil/besar). Tanda-tandanya antara lain: gelisah
(tidak tenang),
suka marah, tidak pernah punya rasa puas, serba tidak enak/tidak nyaman, tidak
bahagia dan sebagainya.[5]
Hati memiliki kemampuan membedakan antara yang hak dan yang batil,
yang halal dan yang haram, bahkan sesuatu yang berada di antara keduanya, yaitu
yang syubhat (samar). Namun, hati harus ditata karena mengandung dua
kecenderungan, yaitu baik dan buruk. Untuk membuat hati cenderung pada
kebaikan, maka seseorang harus benar-benar mampu mengarahkannya.
Struktur hati
Secara fisik, hati memiliki struktur yang kompleks, di mana
semuanya terhubung dengan syaraf-syaraf ke seluruh tubuh. Syaraf- syaraf itu
pula yang menggerakkan segala aktivitas tubuh manusia. Sedang secara psikis,
Hakim at-Tirmidzi, seorang ulama tasawuf dalam karyanya Bayan al-Faqr Bayn
as-Ahadr wal-Qalb wal-Fuad wal-Lubb memberikan penjelasan gamblang tentang
hati. Menurutnya, hati terdiri dari empat bagian yaitu:
1)
Shadr
Adalah tempat bersemayamnya cahaya iman yang mengandung kualitas
tenang, cinta, rela, yakin, takut, berharap, sabar, dan merasa cukup kepada
Allah SWT. Shadr juga merupakan tempat bersemayamnya rasa dendam,
dengki, dan perbuatan jahat lainnya. Shadr memiliki kemampuan untuk
menerima informasi, dan karenanya di sinilah tempat pembelajaran dilakukan.
Shadr menghasilkan Ammarah,
yaitu nafsu yang mengajak pada perbuatan yang jahat dan dosa, namun jika
ditempatkan pada posisi yang benar, maka akan menjadi baik.
2)
Qalb
Merupakan tempat bersemayam niat dan ilmu. Segala sesuatu yang
keluar dan masuk ke dalam diri manusia berasal dari qalb. Niat
menghasilkan tindakan, dan tindakan berasal dari pengetahuan. Sebab itulah,
semua tindakan seseorang, hasilnya akan dirasakan oleh qalb.
Qalb menghasilkan Mulhimah,
nafsu yang mengajak pada kebaikan, tetapi kadang-kadang mengajak pada
keburukan.
3)
Fuad
Ialah tempat terpancarnya cahaya penglihatan, sehingga seseorang
dapat membedakan antara yang benar dan salah. Fuad mampu melihat sesuatu
secara mendalam, akan tetapi kerja bagian ini amat tergantung pada bantuan qalb.
Seseorang dapat melihat dengan fuad, dan mengetahui dengan qalb.
Jika keduanya bersatu, maka perkara apa pun dapat dilihatnya.
Fuad Menghasilkan Lawwamah,
nafsu yang mengajak pada kebaikan tapi tidak mampu mencegah kejahatan.
4)
Lubb
Yaitu
tempat bersemayam cahaya ketuhanan. Kepercayaan dan keyakinan bersumber dari
bagian hati yang satu ini. Lubb menghasilkan Muthmainnah, nafsu
yang tenang, yang senantiasa mengajak pada kebaikan.[6]
Penulis
mengartikan amalul qulub juga sebagai amalan-amalan batin. Yang mana diketahui
amalan ada dua, yaitu lahir (syari’at) dan bathin (hakikat).
Syariat
ialah amalan-amalan lahir yang diperintahkan baik hukumnya wajib maupun sunat
ataupun larangan yaitu terkait haram dan makhruh. Sedangkan hakikat ialah
amalan bathin yang diperintahkan yaitu dikenal “mahmudah” (sifat-sifat
terpuji) ataupun yang dilarang oleh Allah swt kepada umat Islam yaitu sifat “mazmumah”
(sifat-sifat terkeji).[7]
B.
Cara Menata
Hati
Hati memang mudah memengaruhi dan juga dipengaruhi oleh keadaan diri. Oleh karena
itu, dalam mengelola hati harus dilakukan dengan kiat tertentu, perlu “seni”,
karena seni dapat menghaluskannya.
Ketika hati menjadi halus, maka bisa mengevaluasi dan intropeksi (muhasabah)
diri, atas dosa-dosa yang dilakukan selama ini. Jika seseorang sudah merasakan
lega karena beban tersebut sudah lepas darinya, maka selanjutnya akan
memperbaiki dan tidak pernah mengulang apa yang pernah dilakukan. Jika demikian
hati akan menjadi mudah menerima kenyataan, dalam segala keadaan.[8]
Guna mendidik hati dan menjadikannya bening, tasawuf memiliki
banyak ajaran yang dapat dilakukan oleh setiap orang yang berminat, dalam hal
ini akan dikemukakan sembilan kiat shu-fiyah yang harus diamalkan sebagai
berikut:
1.
Bertaubat:
siapapun dan kapanpun, seseorang yang berusaha mendekatkan diri kepada Allah
swt., taubat merupakan modal dasar,. Guna menjaga kelestarian taubatnya, ada
beberapa hal yang perlu dilakukan terus-menerus:
a.
Muhasabah
b.
Menjaga tujuh
anggota badan (mata, lisan, telinga, perut, tangan, kaki dan kemaluan) dari
kerja mereka yang dapat mendorong kepada maksiat dan dosa-dosa.
c.
Tekun
beribadah.
2.
Qona’ah
3.
Zuhud
4.
Mempelajari
syari’at guna meningkatkan kualitas
takwanya.
5.
Memelihara sunnah-sunnah
Nabi saw.,
6.
Tawakkal
7.
Ikhlas
8.
‘Uzlah
9.
Memperbanyak
wirid dan dzikir, baik dengan hati, lisan, sikap maupun perbuatannya.
Dengan berbagai amalan tersebut di atas diharapkan seseorang dapat
menempuh perjalanan spiritualnya dengan baik dan benar, sehingga benar-benar
sampai pada kondisi ma’rifatullah, dengan hati yang mukhasyafah
(terbukanya hijab.[9]
C. Sebab-sebab Terhijabnya Hati
Terhijabnya hati menjadikan hati seseorang menjadi keras, dan sebab-sebab hati menjadi keras adalah sebagai berikut :
1.
Melupakan
kematian, sakaratul maut, alam kubur, dan kerepotan di dalamnya, siksa dan
nikmat kubur. Padahal alam kubur adalah tempat akhirat yang pertama kali.
2.
Terlalu
mencintai dunia dan tenggelam didalamnya.
3.
Lupa dari
dzikrullah dan lupa membaca kitabNya. Serta tidak meresapi dan menghayatinya.
4.
Suka bergaul
dengan orang yang banyak bergurau dan tertawa. Padahal biasanya mereka
melalaikan kematian dan berbicara dusta.
5.
Terlalu banyak
dosa dan maksiat sehingga menjadi kebiasaan sehari-hari.
Ciri-ciri hati
menjadi keras
1.
Tidak
terpengaruh oleh peristiwa-peristiwa yang terjadi disekitarnya, atau tidak mau
mengambil ibroh suatu kejadian (pelajaran). Contoh: kematian dan
fenomena-fenomena alam
2.
Cinta terhadap
kenikmatan dunia semakin bertambah
3.
Menunda-nunda
melakukan kebaikan / ibadah
4.
Sering
melakukan maksiat dan sudah menjadi kebiasaan
5.
Lemahnya
keinginan untuk melakukan amal sholeh dan lemahnya keinginan/niat untuk
bertaubat.
6.
Selalu merasa
gundah gulana, susah dalam segala hal. Dan merasa berat menjalani kewajiban /
perintahNya.[10]
Dan
diantara penyakit hati terhadap Allah antara lain : Tidak khusyuk beribadah,
lalai dari mengingat Allah, tidak ikhlas dengan Allah, tidak sabar atas ujian
Allah, ria’, ujub, gila pujian dan kemasyhuran, tidak syukur atas nikmat Allah,
tidak ridlo akan takdir Allah, dll
Sedangkan
penyakit hati (mazdmumah) terhadap manusia, antara lain : Saling
membenci, mendo’akan kejatuhan orang lain, tidak mau meminta maaf dan tidak
memaafkan kesalahan orang lain, hasad dengki, dendam, bakhil, buruk sangka,
sombong, tamak, mementingkan diri sendiri, marah, dendam, dan lain-lain.[11]
D. Mengobati Hati
Untuk
penyakit fisik, tentu obatnya terdapat pada medis. Begitu pula dengan penyakit
psikis obatnya kembali yang bersifat psikis. Para ahli mengatakan kondisi
psikis akan mempengaruhi saraf dan saraf akan mempengaruhi kelenjar, kelenjar
akan mengeluarkan cairan (hormon) dalam tubuh, cairan ini akan mempengaruhi
kekebalan tubuh. Dalam dunia medis dikenal dengan Psiko Neuro Endokrin
Immunologi (PNI).
Para
ahli piskologi mencoba memberikan tips untuk obat hati, antara lain :
1. Cintai dan hargai semua hal, semua orang dan diri sendiri;
2. Yakin bahwa kita memiliki kemampuan;
3. Selalu bersyukur akan semua karunia yang kita terima;
4. Selalu gembira (jiwa yang sehat menciptakan tubuh yang sehat; dan
5. Memahami bahwa didunia ini tidak ada penyakit yang tidak dapat
disembuhkan.
Sementara dalam literature Islam, begitu
banyak dikenal tips-tips yang lebih menjanjikan, antara lain yang selama ini
kita kenal dengan istilah “Tombo Ati”, yaitu : pertama, memahami risalah Allah
SWT dengan benar; kedua, berteman dengan orang baik; ketiga, melakukan tirakat
atau puasa; keempat, ingat kepada Allah SWT, seperti bunyi ayat: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” (QS. Ar-Ra’d : 28); kelima, menjalankan perintah Allah SWT dengan
sungguh-sungguh.[12]
Terhadap
semua penyakit ini kita wajib melakuakan mujahadatunnafsi. Firman Allah :
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu (dalam menegakkan agama Allah) dan
sabarlah kamu dalam perjuangan menghadapi musuh (hawa nafsu) dan tetap teguhlah
kamu (dalam barisan perjuangan) dan bertaqwalah kamu kepada Allah semoga
mendapat kemenangan.” (QS.
Ali Imran : 200)
Pada qalb
yang sakit hanya ada dua kemungkinan, bisa sehat apabila disembuhkan, atau mati
jika dibiarkan tetap berpenyakit. Adapun virus dan penyakit yang harus diobati
adalah :
1. Marah (gadhab) berarti
menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Baginda Nabi Muhammad Saw mengajarkan apabila
sedang marah, kita diperintahkan untuk mengubah posisi, atau mengambil air
wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah dengan sabar dan pemaaf (QS. Ali Imran
: 134)
2. Egoisme (ananiyyah) yaitu
sifat yang hanya memikirkan diri sendiri. Mengobatinya dengan menumbuhkan sikap
kebersamaan, mau berbagi dengan orang lain, dan punya kepedulian agar tidak
menjadi manusia yang akan dilemparkan ke neraka jahanam (QS. Al-A’raf : 179)
3. Dengki (hasad) yakni perasaan
tidak senang jika mengetahui orang lain senang dan justru senang apabila orang
lain susah. Mengobatinya dengan membiasakan rasa syukur, apapun dan seberapapun
yang telah diperoleh. Syukur kepada Allah dan kepada orang lain.
4. Sombong (takabbur), yakni
merasa diri lebih baik daripada orang lain. Mengobatinya dengan menumbuhkan
kesadaran bahwa hanya Allah-lah yang berhak sombong (al-Mutakabbir),
selain diri-Nya adalah kecil dan lemah, sebab segala sesuatu bergantug
kepada-Nya. Tumbuhkan sikap rendah hati (tawadhu’) ini, dan sikap
kerendahan hati justru menampakkan kemuliaan seseorang.
5. Kikir (bakhil), yakni
seseorang yang tidak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, disengaja atau
pun tidak. Cara mengobatinya dengan menumbuhkan kesadaran bahwa dunia itu sementara, dan seperti roda
berputar (kadang dibawah dan terkadang diatas). Karena semua itu adalah titipan
Allah.
6. Boros (israf), yakni suka
berfoya-foya atau menghambur-hamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta,
waktu, dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna. Mengobatinya dengan
menumbuhkan kesadaran bahwa manusia itu pada hakikatnya tidak mempunyai
apa-apa, karena semua dunia dan seisinya milik Allah. Sifat ini bisa diarahkan
kepada kedermawaan dan sikap hemat.
7. Rakus (al-hirshu), yakni
sifat ini mendorong seseorang untuk serakah, tidak mau mensyukuri apa yang
sudah ada, hatinya tidak pernah puas sehingga selalu merasa kurang.
Mengobatinya dengan menumbuhkan rasa syukur, menurut ajaran islam orang yang
iman harus bersyukur (QS. Al-Baqarah : 172) dan hawa nafsu harus dikendalikan
agar tidak terjerumus kepada kehinaan.
8. Berburuk sangka (su’u ad-dhan),
yaitu apa yang dilakukan orang lain, diintai dan dicurigai, apa pun yang ada
dan terjadi dihadapannya selalu salah, yang benar dan baik hanyalah dirinya.
Mengobatinya dengan menyadari bahwa mempercayai orang lain itu penting dan akan
membawa kebaikan, bagi diri orang yang mempercayai orang lain tersebut hati
menjadi tenang, dan bagi orang yang dipercaya merasa diuwongke (Jawa : dihargai
sebagai manusia). Waspada itu perlu tetapi jangan sampai su’u dhan kepada orang
lain.
9. Suka bohong (kidzib) adalah
suka membolak-balikkan fakta, dan menyembunyikan kebenaran. Maka untuk
mengobatinya diperlukan sifat jujur karena dapat membimbing seseorang pada
kebaikan.[13]
IV.
SIMPULAN
A’malul qulub atau
amalan-amalan bathin sejatinya adalah pekerjaan-pekerjaan berkaitan dengan
psikis (jiwa) yang diperintahkan yaitu dikenal dengan “mahmudah” (sifat-sifat terpuji)
ataupun yang dilarang oleh Allah swt kepada umat Islam yaitu sifat “mazmumah”
(sifat-sifat terkeji).
Hati ini sangat mudah sekali terkena penyikit ataupun virus-virus
jahat yang dapat merusak jiwa seseorang. Diantara penyakit hati adalah dengki,
hasut, sombong, riya’, boros, marah, melakukan dosa/maksiat, cinta dunia, dan lain-lai.
Itu semua dapat menhijab diri kita dengan Allah.
Dan cara mengobatinya adalah melawatnya dengan sejenisnya, misalnya
kikir maka harus dermawan, bohong maka harus jujur, dan lain-lain. Dan juga
selalu mendekatkan diri kepada Allah, membaca, memahami, dan menghayati isi
Al-qur’an, menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya dengan lahir dan
bathin.
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. Saya menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena
sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk
memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
referensi pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
As-Zaibari, Amir Said, manajemen Kalbu Resep Sufi
Menghentikan Kemaksiatan, penerjemah Abdul Mustaqim dari Tanbihul ‘Ashi Ila
Tarkil Ma’ashi, Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2004, cet. IV
Muhammad,
Ashaari, Mengenal Diri Melalui Rasa Hati, Yogyakarta : Penerbit Jendela,
2001
Syukur, Amin, Menata Hati Agar Disayang Ilahi, Jakarta: Erlangga, 2013,
___________, Tasawuf Bagi Orang Awam, Yogyakarta : LPK-2,
Suara Merdeka, 2006
___________ dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Jakarta: Erlangga, 2012
_____________________________,
Insan Kamil (paket pelatihan Seni Menata Hati), Semarang : CV. Bima
Sejati, 2006, cet. II
Zumroh, Tombo Ati Upaya Membersihkan Qalbu dari
Kuman-kuman Penyakit, Surabaya : Bintang Usaha Jaya : 2011 cet. 1
[1] Amin Syukur
dan Fathimah Usman, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 3
[2] Zumroh, Tombo
Ati Upaya Membersihkan Qalbu dari Kuman-kuman Penyakit, (Surabaya : Bintang
Usaha Jaya : 2011) cet. 1, hlm. 11
[3] Amin Syukur
dan Fathimah Usman, Terapi Hati, Op.Cit., hlm. 3.
[4] Amin Syukur, Menata
Hati Agar Disayang Ilahi, (Jakarta: Erlangga, 2013), hlm. 2.
[5] Dikutip dari Amin
Syukur dan Fatimah Usman, Insan Kamil (paket pelatihan Seni Menata Hati), (Semarang
: CV. Bima Sejati, 2006), cet. II, hlm. 13-14.
[6] Amin Syukur, Menata
Hati Agar Disayang Ilahi, Op.Cit., hlm. 6.
[7] Ashaari
Muhammad, Mengenal Diri Melalui Rasa Hati, (Yogyakarta : Penerbit
Jendela, 2001), hlm. 15-16
[8] Amin Syukur, Tasawuf
Bagi Orang Awam, (Yogyakarta: LPK-2, Suara Merdeka, 2006), hlm. 81.
[9] Amin Syukur
dan Fatimah Usman, Insan Kamil (paket pelatihan Seni Menata Hati), Op.Cit.,
hlm. 16.
[10] Amir Said
as-Zaibari, manajemen Kalbu Resep Sufi Menghentikan Kemaksiatan,
penerjemah Abdul Mustaqim dari Tanbihul ‘Ashi Ila Tarkil Ma’ashi, (Yogyakarta :
Mitra Pustaka, 2004), cet. IV, hlm. 208-212
[11] Ashaari
Muhammad, Op.Cit., hal. 42-44
[12] Amin Syukur dan
Fathimah Usman, Terapi Hati, Op.Cit., hlm. 8
[13] Ibid., hlm.
40-44
No comments:
Post a Comment