HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Wednesday, June 25, 2014

etika ilmu



ETIKA ILMU

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Etika
Dosen Pengampu : Dr. H. M. Darori Amin, MA.





                                                                 

Di susun oleh :
LUKMAN HAKIM                 (124411026)
         
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2014

I.         PENDAHULUAN
Pada abad milinium ini, globalisasi dan modernisasi telah berkembangan pesat dan sudah menguasai dunia ini. Dengan datangnya dua hal tersebut salah satunya ditandai dengan munculnya ilmu teknologi / pengetahuan yang berkembang sangat signifikan dan progres.
Dan sekarang manusia hidup tidak bisa jauh dari perkembangan teknologi, misalnya menggunakan listrik, handpone, motor, mobil, dll. Teknologi ini sangat bermanfaat dan berguna bagi manusia untuk membantu keperluan kehidupan sehari-hari dan ini dalam koridor digunakan untuk hal-hal positif. Namun,  jika menggunakan ilmu tanpa etika maka yang terjadi adalah ilmu itu dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi/kelompok yang bertujuan negatif atau tidak baik, misalnya atom untuk persenjataan perang (untuk mengebom), narkoba digunakan untuk hal negatif dan tanpa resep dokter, dll. Masih banyak penyelewengan-pengelewengan dalam menggunakan ilmu.
Nah, disini pemakalah sedikit akan menjelaskan sebenarnya etika ilmu itu apa dan permasalahan-permasalahan dalm etika ilmu itu apa saja.

II.      RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian etika ilmu?
2.      Apa hakekat etika ilmu?
3.      Apa saja masalah etika dalam pengembangan ilmu?

III.   PEMBAHASAN
1.      Pengertian etika ilmu
Etika (Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari kebiasaan”) adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moralEtika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Etika dalam arti umum adalah dapat dilukiskan sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral yang dipakai oleh seseorang atau suatu kelompok sebagai pegangan bagi tingkah laku. Etika berlaku dalam konteks individu maupun sosial. Yang sesuai dengan etika adalah baik secara moral; yang menyimpang dari etika adalah buruk secara moral. Tetapi kata “etika” mempunyai arti lain, yaitu ilmu. Jadi, etika diartikan sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, tentang yang harus dilakukan manusia dan yang tidak boleh dilakukan oleh manusia.[1]
Kata ilmu dalam bahasa Arab “ilm” yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui. Dalam kaitan penyerapan katanya, ilmu pengetahuan dapat berarti memahami suatu pengetahuan, dan ilmu sosial dapat berarti mengetahui masalah-masalah sosial, dan lain sebagainya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[2]
Objek ilmu meliputi objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran penyelidikan, seperti tubuh manusia adalah objek material ilmu kedokteran. Adapun objek formal adalah cara pandang tertentu tentang objek material tersebut, seperti pendekatan empiris dan eksperimen dalam ilmu kedokteran.
Jika sudah menjadi ilmu pengetahuan, maka klasifikasi ilmu berkembang secara umum menjadi beragam cabang, natural sciences, seperti ilmu fisika, kimia, astronomi, biologi, botani; social sciences seperti ilmu sosiologi, ekonomi, politik, antropologi; serta humanity science seperti ilmu bahasa, agama, kesusastraan, kesenian.[3]
Jadi, etika ilmu adalah suatu analisis yang penerapannya diambil dari konsep benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui apa yang akan dianalisis (diyakini). Atau lebih mudahnya adalah menggunakan etika dalam ilmu, maksudnya bagaimana tujuan, motif, dan motivasi dalam mencari ilmu dan mempergunakan ilmu  dengan konsep baik dan buruk.
2.      Hakikat Etika Ilmu
Untuk melacak kenetralan ilmu, maka applied-science atau ilmu terapan atau teknologi di dunia modern tidak dapat dijadikan sebagai indikator ilmu dalam kategori netral atau tidak netral. Kenetralan ilmu terletak pada pengetahuan yang  asli, murni, tanpa pamrih, tanpa motif atau guna. Artinya, ilmu akan netral bila bebas nilai secara moral dan sosial.
Namun demikian, dalam perkembangan ilmu tidak sedikit yang semestinya netral dan bertujuan baik karena dipraktikkan oleh ilrnuwan yang disebabkan banyak faktor seperti sosial-politik sehingga eksperimen dan penelitian yang dilakukan berkembang sesuai dengan kepentingannya, bukan berdasarkan pada kepentingan ilmu. Kemudian ilmu berkembang sebagai sesuatu yang tidak netral, bahkan seringkali menciptakan traumatik terhadap lingkungan.[4]
Dalam konteks kenetralan ilmu yang kemudian menjadi tidak netral, bahkan menjadi sesuatu yang traumatik, siapa yang mesti bertanggung jawab? Ilmu atau ilmuwan? Apakah Albert Einstein harus bertanggung jawab atas bom-bom yang sebenarnya merupakan perwujudan secara praktis dari pandangan teori murninya mengenai “interconvertablitas” dari zat dan energi?
3.      Masalah etika dalam pengembangan ilmu
Etika sebagai kelompok filsafat merupakan sikap kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika sangat berkaitan dengan pelbagai masalah-masalah nilai (values) karena pokok kajian etika terletak pada ragam masalah nilai “susila” dan “tidak susila”, baik” dan “buruk”.
Etika dalam konteks ilmu adalah nilai (value). Dalam perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan dari sinilah kemudian sering menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan etika sangat dibutuhkan sebagai acuan moral bagi pengembangan ilmu. Dalam konteks ini, eksistensi etika dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan moral.
Ada empat klaster domain etika yang sangat dibutuhkan dalam eksperimen dan pengembangan ilmu, yaitu berupa (1) temuan basic research, (2) rekayasa teknologi, (3) dampak sosial pengembangan teknologi, serta (4) rekayasa sosial. Dari empat klaster tersebut akan melahirkan integritas profesionalitas, tanggungjawab ilmuwan, tanggungjawab terhadap kebenaran, hak azasi manusia, hak masyarakat, dan sebagainya. [5]

1.      Temuan basic research
Beberapa contoh yang berkaitan dengan basic research adalah penemuan DNA sebagai konstitusi genetik makhluk hidup. Ketika ditemukan tentang DNA unggul dan DNA cacat, dan pada saat dikembangkan pada wilayah kehidupan alam seperti DNA pohon jati unggul dipergunakan untuk memperluas dan meningkatkan reboisasi, maka hal ini tidak menemukan masalah. Demikian juga penemuan ilmu tentang kloning, ilmu tidak mengalami kendali etika ketika hanya merambah eksperimen pada hewan, semisal rekayasa domba masa depan agar dapat memberi protein hewani pada manusia yang semakin bertambah dengan cepat juga belum bermasalah. Namun demikian, ilmu tentang pengembangan DNA dan kloning kelas akan tidak mempunyai nilai etika, jika masuk domain manusia.
Atau tentang sinar gamma (sinar X) bermanfaat untuk kedokteran, Sinar beta (sinar laser) bermanfaat dunia konstruksi, Sinar alpha merupakan sinar radioaktif, dan partikel alpha kita kenal sebagai atom helium dan atom hidrogen. Akan tetapi terkadang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi/kelompok dengan direkayasa untuk tujuan perang : untuk mendeteksi musuh dalam gelap, untuk membuat senjata laser, dan untuk membuat bom atom. Menyedihkan.[6]

2.      Temuan Rekayasa Teknologik
Thalidomide, suatu temuan obat tidur yang telah diadakan uji klinis pada binatang, tetapi tidak untuk manusia. Posisi ilmu tidak mengalami masalah etik. Dalam per-kembangan selanjutnya, apabila thalidomide digunakan oleh ibu mengandung memasuki bulan kedua dan terbukti dapat mengakibatkan bentuk janin bayi menjadi tidak normal, maka uji klinis pun mesti diperketat. Masalah berikut adalah bagaimana tanggungjawab etik terhadap eksperimentasi klinis pada manusia? Itu perlu. Akan tetapi terhadap orang yang menjadi obyek eksperimentasi klinis, bagaimana ?[7] haruskan mengorbankan orang lain untuk kemajuan keilmuan?



3.      Dampak Sosial Pengembangan Teknolog
Ada dua dampak sosial yang kemungkinan dihadapi dalam pengembangan teknologi, individual atau sosial secara keseluruhan. Misalnya DNA sebagai konstitusi genetik makhluk hidup maka dapat memberi dampak pada martabat manusia, khususnya nilai-nilai perkawinan yang dapat melahirkan keturunan yang diakui oleh agama. Demikian juga dengan ilmu kloning, jika hanya dengan maksud untuk meningkatkan kualitas manusia, justru akan menghancurkan martabat manusia, diskriminasi terhadap orang lemah.
Bom atom nuklir yang menjadi ancaman seluruh manusia merupakan akibat penemuan energi partikel alpha radioaktif yang dipergunakan secara destruktif yang semestinya untuk keperluan medis dan alternatif energi listrik. Sebagai contoh ketika terjadi di Nagasaki dan Hirosima Jepang yang luluh lantak akibat dibom atom oleh Amerika Serikat pada Akhir Perang Dunia II tahun 1945.[8]

4.      Rekayasa Sosial
Salah satu dari rekayasa sosial adalah pemupukan kepercayaan terhadap pemikiran yang monolitik, seperti sistem monarkhi demi pelanggengan kekuasaan, sistem kapitalisme dan sosialisme, sistem kasta yang mentabukan perkawinan antarkasta, dan lain sebagainya.
     Dari empat klaster berikut contoh-contoh yang dikemukakan menunjukkan bahwa etika dalam pendekatan filsafat ilmu belum muncul kalau hanya pada wilayah epistemologik, namun mem-bicarakan aksiologik keilmuan, mau tidak mau etika harus terlibat.
Etika akan membawa pada perkembangan ilmu untuk menciptakan suatu peradaban yang baik, bukan menciptakan malapetaka dan kehancuran. Misi ilmu tidak sejalan dengan yang dikatakan Bacon bahwa “knowledge is power”,[9] pengetahuan sebagai kekuatan. Siapa yang ingin menguasai alam semesta maka harus menguasai ilmu. Akan tetapi, yang kurang bijaksana adalah jika manusia menguasai alam dan memperlakukannya tanpa memperhitungkan norma-norma etis dalam hubungannya dengan alam. Apa yang terjadi? Banyak sekali terjadi kerusakan lingkungan hidup yang pada gilirannya akan mengancam kelangsungan hidup manusia juga.
IV.   SIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa etika ilmu adalah suatu analisis yang penerapannya diambil dari konsep benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab yang berarti memahami, mengerti, atau mengetahui apa yang akan dianalisis (diyakini). Atau lebih mudahnya adalah menggunakan etika dalam ilmu, maksudnya bagaimana tujuan, motif, dan motivasi dalam mencari ilmu dan mempergunakan ilmu  dengan konsep baik dan buruk.
Yang menjadi catatan khusus adalah pergunakanlah ilmu sebaik-baiknya dalam koridor positif dan jangan menggunakan ilmu yang bersifat merusakan. Serta jangan mengembangkan suatu ilmu yang ada menuju pengembangan ilmu yang bersifat kejahatan yang menguntungkan diri sendiri/kelompok.

V.      PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan kita.

















DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar Amsal, Filsafat Agama, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1997
Bertens Kees, Kepribadian Moral : Telaah atas Masalah Etika, Yogyakarta : Kanisius, 2003
Muhadjir Noeng, Filsafal llmu : Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998
Suijoatmodjo Pranjoto, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta : Depdikbud, 1988
Tim Dosen UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta :  Liberty, 1996



[1] Kees Bertens, Kepribadian Moral : Telaah atas Masalah Etika (Yogyakarta : Kanisius, 2003), hlm. 69-70
[3] Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 1.
[4] Pranjoto Suijoatmodjo, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Depdikbud, 1988), hlm. 146-148.
[5] Noeng Muhadjir, Filsafal llmu : Telaah Sistematis Fungsional Komparatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1998), hal. 148.
[6] Ibid., hlm. 148-149
[7] Ibid., hlm. 150
[8] Ibid., hlm. 151-152
[9] Tim Dosen UGM, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta : Liberty, 1996), hlm. 157.

No comments:

Post a Comment