HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Monday, June 16, 2014

LA TAHZAN


LA TAHZAN, SEMUA UJIAN BISA KITA SELESAIKAN DAN KEBAHAGIAAN ADA DITANGAN KITA

Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 $ygs9 $tB ôMt6|¡x. $pköŽn=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3 $oY­/u Ÿw !$tRõÏ{#xsè? bÎ) !$uZŠÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4 $oY­/u Ÿwur ö@ÏJóss? !$uZøŠn=tã #\ô¹Î) $yJx. ¼çmtFù=yJym n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB $uZÎ=ö6s% 4 $uZ­/u Ÿwur $oYù=ÏdJysè? $tB Ÿw sps%$sÛ $oYs9 ¾ÏmÎ/ ( ß#ôã$#ur $¨Ytã öÏÿøî$#ur $oYs9 !$uZôJymö$#ur 4 |MRr& $uZ9s9öqtB $tRöÝÁR$$sù n?tã ÏQöqs)ø9$# šúï͍Ïÿ»x6ø9$# ÇËÑÏÈ  
Artinya : Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al-Baqarah : 286)
Mengenai keutamaan ayat ini dan sebelumnya yaitu ayat 285, terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud r.a. yang berkata, “Rasululah SAW, bersabda : ‘Barangsiapa yang membaca dua ayat tdiakhir surat al-Baqarah pada suatu malam, maka ia (dua ayat itu) telah mencukupinya’.” (HR. al-Bukhary). Maknanya, mencukupi dari semua kejahatan (alias terhindar darinya). Hal ini karena makna-makna agung yang dikandung oleh kedua ayat tersebut. Menurut pendapat lain, “Dua ayat itu cukup baginya sebagai pengganti shalat malam waktu itu.[1]
Penggalan ayat yang pertama adalah Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Sejatinya Allah sudah sejak zaman azali dulu mengetahui seluk beluk dari manusia. Karena Allah-lah yang menciptakan dan yang memberikan potensi-potensi pada hambanya. Sehingga Allah tidak mungkin memberikan suatu cobaan/ujian melainkan mampu bisa diselesaikan hambanya. Allah maha Rohman (pengasih) dan Rahim (penyayang).
Sesungguhnya orang yang dekat dengan Allah, tidak akan merasakan kesusahan atas hidupnya. Mungkin karena sudah semakin jauh dari Allah maka rasa gelisah, kesusahan, terbebani, menghinggapi dirinya. Makna dari ujian/cobaan adalah belajar. Allah bertujuan ingin mencerdaskan hambanya baik secara IQ, SQ, EQ.
Kecerdasan IQ adalah kecerdasan yang mampu bekerja mengukur hal-hal yang baru, menyimpan, mengingat kembali informasi objektif, serta berperan aktif dalm menghitung angka. Cerdas secara IQ dengan ujian/cobaan, seharusnya manusia itu mampu mengingat kembali informasi/pesan-pesan yang ada dalam Al-qur’an, hadits, maupun ucapan dari para ulama terkait tentang ujian dan beserta pemecahannya. Disamping itu setiap ada masalah baru tidak selalu kaget dan terjebak, ternina book oleh masalah itu sendiri melainkan bisa mengukur kejadian/masalah baru tersebut, dengan menggunakan pemecahan masalah dengan metode lama jugaditambah kekreatifitasan. Kemudian jika ada suatu masalah seseorang akan berfikir dan berikhtiyar sekuat tenaga agar suatu permasalah bisa terselesaikan, dan setiap masalah yang terselesaikan maka masalah baru akan muncul dengan tingkat yang lebih sulit dari pada sebelumnya. Karena masih hidup didunia tidak mungkin tidak ada masalah. Nah, otak/fikiran kitapun tidak mau kalah dengan masalahnya sendiri, maka seseorang akan meningkatkan berfikirnya (semakin dewasa dan semakin matang) untuk bisa menyelesaikan masalah tersebut, dan begitu seterusnya (meningkatkan dan meningkatkan.
Kemudian kecerdas secara EQ, yaitu merupakan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi situasi, mengendalikandorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga beban stress sehingga tidak melupakan kemampuan berfikir dan berempati.
Indicatornya adalah berempati, mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemampuan menyesuaikan diri, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat.
Pendapat lain mengatakan bahwa Indicatornya adalah kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi diri.
Contoh lain berkaitan dengan emosi (perasaan). Setiap maslaah sedikit banyak  bersinggungan dengan manusia lain, boleh jadi kita yang menciptakan masalah itu atau orang lain yang ingin mencari gara-gara kepada kita.
Jika kita yang menciptakan masalah itu, maka yang harus kita lakukan adalah bertaubat, menyesalinya dan meminta maaf kepada orang yang kita ajak rebut, agar masalahnya tidak semakin ruwet. Mungkin seseorang yang melakukan ini karena hatinya sedang terkena virus yang sangat berbahaya dan mematikan (sulit diobati) yaitu dengki, iri, hasud, fitnah, su’udhon, dll. dan jika sudah mengetahui kesalahannya maka segeralah taubat kemudia berbenahlah diri serta tingkatkan rasa emosi yang positif kepada yang lain.
Sedangkan orang lain yang mencari gara-gara (masalah) kepada kita jangan langsung menjustifikasi bahwa perbuatannya itu buruk. Lihat dulu diri kita apakah kita sudah baik, apakah cara bergaul dengan orang lain baik dan tidak menyakiti hati orang tersebut, atau sifat kita yang ujub, sombong, takabur, dll. Terus diri kita kah atau orang lain yang salah ? menurut penulis, jika masalahnya seperti diatas maka yang salah adalah diri kita sendiri, karena kita yang mempunyai penyakit hati, dan orang lainlah yang kita anggap sebagai musuh sebetulnya adalah penolong kita, karena dia sudah mengingatkan kita dan menampakkan sifat-sifat tercela kita. Kemudian jika diri kita sudah benar sedangkan orang lain selalu menyalahkan kita. Nah, yang berpenyakit sekarang adalah orang lain (orang yang membenci kita), maka sikap kita jangan langsung membencinya atau melakukan tindakan-tindakan negative lainnya. Misalnya orang yang difitnah atau disu’udhoni akan menyebabkan lingkaran pada diri sesorang yang difitnahnya, lingkaran ini bersifat negative, jika kita tidak kuat maka kita akan jatuh kepada sifat negative, contohnya sikap saling membenci, menyerag dengan fitanh juga, rasa berputus asa (semangat hidup lemah), dll. Akan tetapi jika selalu mendekatkan diri pada Allah maka lingkaran negative itu akan hilang dan tidak akan terjerus dalam sifat negative pula dan memiliki sifat positif yang tinggi, contohnya : bersabar, ikhlas, memaafkan, tawakal, memaknai sebagai teguran Allah lewat orang lain. Dll.
Jika sudah mengetahui akan hal itu, maka kita sehari-hari bergaul dengan masyarakat dengan kehati-hatian jangan sampai melukai hati seseorang dan selalu memancarkan sifat dan sikap positif.
Kemudian kecerdasan secara SQ, yaitu merupakan hati nurani yang lebih bermakna disbanding dengan semua jenis kecerdasan lain, karena kecerdasan spiritual ini dipandang sebagai “kemampuan makna ibdaha terhadap setiap tindakan dan perbutan”
Suatu masalah/ujian/cobaan jika cuma mengandalkan rasio/akal maka sulit baginya untuk memecahkannya atau sulit mengetahui makna yang ada dalam masalah tersebut. Dan jika Cuma mengandalkan emosi semata terkadang bertujuan untuk kepentingan diri sendiri / keegoaan tinggi. Orang yang beragama dan cerdas spiritual setiap ada masalah maka tuhanNya tempat ia mengadu dan tempat untuk berdo’a bermunjat agar cepat diselesaikan suatu masalahnya serta ibadahnya ditingkatkan. Maka tingkat spiritualnya meningkat, dan menjadikannya lebih tenang setelah beribadah dengan Allah dan juga bersikap qona’ah, tawakal, ikhlas, ridlo, sabar, dsb. Bagi orang yang beriman ujian/cobaan adalah untuk meningkatkan derajatnya, setiap selesai suatu ujian yaitu lulus maka meningkatlah derajatnya dan begitu seterusnya.
Memecahkan suatu masalah dengan IQ dan EQ saja itu kurang, harus disempurnakan dengan SQ.
Dan kesimpulannya adalah suatu masalah dapat kita selesaikan dengan mudah kalau mengetahui ilmunya, salah satunya yang sudah dijelaskan diatas. Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, Allah bukanlah pemberi murka dan siksaan semata, maha maha Adil, maha mengetahui diri kita sedetail-detailnya, jadi jangan takut kita mampu mengatasi permasalah hidup kita dan Allah member yang terbaik bagi hambanya.
Dan berbicara tentang penggalan ayat yang selanjutnya, penulis mencoba menghubungkan dengan takdir Allah. Yang mana sesungguhnya semua yang ada telah ditentukan oleh Allah sejak zaman azali yaitu yang diqadarkan oleh Allah. Termasuk perbuatan dan nasib seorang manusia. Qadar dibagi lagi menjadi 2 yaitu :
pertama, takdir dalam ilmunya Allah (takdir mubrom), yang mengetahui adalah Allah semata tidak ada yang lain dan sudah ditetapkan sejak zaman azali, takdir ini juga tidak bisa diubah lagi (lihat QS. Al-Baqarah : 29 dan QS. : 19).
Sedangkan yang kedua, Takdir yang tertulis di Lauh Mahfudh, ini masih mungkin berubah. Karena takdir yang tertulis di situ ada yang sudah keputusan final dan ada yang belum. Yang belum merupakan keputusan final dinamakan takdir mu’allaq. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Ar-Ra’ad, QS. Qaff : 39, dan QS. Ar-Ra’ad : 11. Dan adapun takdir yang tertulis di Lauh Mahfudh hanya bisa berubah lantaran tiga sebab, yaitu :
a.       Do’a, sebagaiman hadits Rasul yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, bahwa Rasulullah bersabda yang artinya : “Tidak ada yang bisa menolak takdir selain do’a, dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur kecuali berbuat kebaikan”.
b.      Berbuat baik. Salah satu bentuk perbuatan baik ialah silaturrochim. Dengan itu pun bisa merubah takdir. Rasulullah Saw. Bersabda yang artinya : “Barangsiapa yang menyenangi banyak rezeki dan berumur panjang hendaknya memperbanyak hubungan silaturrochim.” (HR. Bukhori dan Muslim)
c.       Berikhtiyar dan jangan putus asa. Allah SWT berfirman yang artinya : “Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir". (QS. Yusuf : 87)[2]
Dalam ayat al-Qur’an diatas, ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Allah sudah menginformasikan bahwa semua perbuatan akan dibalas sesuai dengan yang dikerjakan, yang berbuat baik mendapat pahala dan yang berbuat jahat mendapatkan siksa. Maka hukum kausalitas Allah berlaku. Dan jika dikaitkan dengan takdir Allah maka ini adalah takdir yang bisa diusahakan berubah, sebagaimana yang dijelaskan diatas, bahwasannya perbuatan baik akan mengubah takdir yang buruk, dan perbuatan yang buruk bisa menjadikan terhapusnya takdir baik.
Oleh karena itu, bagi orang yang beriman, La Tahzan. Jangan takut dengan takdir buruk. Sesungguhnya manusia pun tidak ada yang tahu takdirnya, Jika toh, takdir seseorang itu buruk maka ketahuilah Allah maha Rohman dan Rohim. Kasih sayang Allah sangatlah tinggi, Allah masih memberi kesempatan kepada hambanya untuk merubah takdirnya, salah satunya berbuat kebajikan. Dan Allah akan membalas semua perbuatan kita dengan balasan yang setimpal.
Penggalan ayat selanjutnya adalah (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang kafir.
Ayat diatas menginformasikan bahwa manusia itu sering melakukan kesalahan, karena manusia adalah tempatnya dosa dan lupa. Maka berdo’alah, memohlah kepada Allah agar kita mendapatkan yang terbaik bagi hidup kita. Semua orang tidak mengetahui takdirnya kecuali orang terpilih, maka kita sebagai orang Islam mengantisipasi seandainya takdir kita buruk. Dan caranya dengan berbuat baik, ikhtiyar dan jangan putus asa dan selalu berdo’a kepada Allah. Kita merendah dan mengiba-iba kepada Allah agar selalu terhindar dari takdir/nasib buruk yang menimpa kita, dan memohon terbaik.
Do’a di ayat tersebut, ringkasnya memohon ampun kepada Allah, meminta Rahmat dari Allah, serta memohon agar tidak mendapat beban yang berat. Ini menunjukkan ke dhoifan diri kita, manusia itu lemah dan tidak mempunyai daya apa-apa. Allah-lah maha segalanya, Allah yang menciptakan semuanya tanpa desain. Maka beruntunglah orang-orang yang selalu mendekatkan diri kepada Allah dan selalu berdo’a kepadanya. Dan Sesungguhnya “Tidak ada yang bisa menolak takdir selain do’a, dan tidak ada yang bisa memperpanjang umur kecuali berbuat kebaikan”. (HR. Tirmidzi)
 Dalam surat lain, Allah menegaskan dalam QS. Ar-Ra’d : 11 bahwa hambanya-lah yang dapat merubah nasibnya sendiri :
¼çms9 ×M»t7Ée)yèãB .`ÏiB Èû÷üt/ Ïm÷ƒytƒ ô`ÏBur ¾ÏmÏÿù=yz ¼çmtRqÝàxÿøts ô`ÏB ̍øBr& «!$# 3 žcÎ) ©!$# Ÿw çŽÉitóム$tB BQöqs)Î/ 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/ 3 !#sŒÎ)ur yŠ#ur& ª!$# 5Qöqs)Î/ #[äþqß Ÿxsù ¨ŠttB ¼çms9 4 $tBur Oßgs9 `ÏiB ¾ÏmÏRrߊ `ÏB @A#ur ÇÊÊÈ  
Artinya : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[3]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[4] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Sudah jelas bahwasannya Allah itu sangat sayang kepada hambaNya dan sayangnya Allah melibihi hambanya. Salah satu keseriusan Allah sayang kepada hambanya adalah dengan selalu mengontrol dan mengawasi hambanya, setiap gerak-gerik manusia diikuti oleh Allah lewat malaikat-malaikatNya, tidak sampai itu saja, Allah juga selalu menjaganya. Allah berfirman : “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah
Kemudian sambungan ayat berikutnya adalah : “Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[5] yang ada pada diri mereka sendiri. Ayat ini adalah kunci dari nasib seseorang, Allah tidak akan merubah kecuali hambanya sendiri yang berkeinginan merubah. Jika kita sedang dalam keadaan susah atau sedang dalam keadaan jiwa/fisik buruk maka bergeraklah, janganlah pasif (KBBI : bersifat menerima saja, tidak giat, dan tidak aktif) melainkan harus dinamis (KBBI : semangat dan tenaga sehingga cepat bergerak dan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan) dengan cara menjalankan sunnatullah, Allah mempunyai hukum kausalitas yaitu sebab-akibat. Ada pepatah menagtakan rajin pangkal mandai, hemat pangkal kaya. Itulah kausalitas Allah. Jika kita sakit maka harus ikhtiyar mencari obatnya dan juga berdo’a, jangan pasif dibiarkan saja, itu akan menyebabkan sakitnya sulit untuk terobati. Atau contoh lain, jika dalam diri kita terdapat penyakit-penyakit hati misalnya malas, dusta atau kikir, maka menurut Imam Ghozali obatnya adalah melawannya dengan sebaliknya, kalau perlu dengan paksaan/memaksa diri sendiri untuk melakukan. Malas obatnya adalah rajin, dusta obatnya adalah jujur, dan kikir obatnya adalah dermawan.
Terkadang seseorang merasa bahwa Allah tidaklah adil, Allah jahat karena selalu mendatangkan musibah/ujian atau nasibnya selalu buruk. Maka ketahuilah Allah memanglah tidak adil melainkan maha adil, jika Allah adil maka semua orang akan dikasih kaya semua atau miskin semua atau juga semua dikasih sehat dan sakit semua. Jika begitu, repotkan jadinya, Allah mengetahui sistematis hidup kita ini, ada yang kaya ada miskin untuk saling membantu, bahu membahu. Kemudian jika semua sudah kaya, siapa yang mau bekerja lagi, apakah mungkin ada pertanian, pembangunan, kreatifitas, maka jawabannya adalah mustahil. Begitu juga dengan nasib kita, Allah sudah mengetahui potensi diri kita, bahwa kita mampu dan sanggup menjalani serentetan ujian dari Allah, cuma terkadang kita salah ambil sikap atau kurang pertimbangan (bhs jawa : grusa-grusu, sembrono), dan bisa jadi jiwa kita belum/tidak siap untuk menerimanya karena masih banyak noda sehingga terhalang/terhijab kepada Allah. Ini yang menjadikan pikiran selalu negative dan kotor/buruk. Ketahuilah sesungguhnya Rasulullah juga pernah bersabda didalam hadits qudsynya bahwasanya Allah tergantung prasangka hambanya. Allah itu mengikuti apa yang dikehendaki manusia, jadi la tahzan, Allah mendukung kita dengan catatan harapan/keinginannya adalah benar/baik.
Kemudian Allah melanjutkan firmanNya : “dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya;Jadi jelas bahwasannya keputusan mutlak adalah ditangan Allah, Allah tugasnya adalah berikhtiyar dan berdo’a semata, kemudian Allahlah yang menentukan. Perlu digaris bahawi, takdir bisa berubah, tergantug usaha hambanya dan juga tergantung keputusanNya, jika kita mempunyai keinginan atau harapan-harapan maka berusahalah dan yakinlah bahwa Allah pasti mengabulkannya dan jika toh nanti akhirnya tidak berhasil maka kita harus bertawakal kepadaNya (pasrah menerima dengan sepasrah-pasrahnya) bahwa inilah yang terbaik untuk kita. Jika Allah sudah berkehendak buruk terhadap kita maka kehendak itu tidak bisa dirubah oleh siapapun. Dan itulah yang disebut dengan takdir yang disebutkan diatas yaitu takdir dalam Ilmunya Allah (yang diketahui Allah semata) atau bisa juga disebut dengan takdir mubrom. Namun bagi orang-orang beriman itu bukanlah suatu masalah, jika keburukan menghampiri maka itu tandanya Allah sayang karena sedang mengingatkan kita terhadap perilakunya. Dan sikap yang paling baik yang pertama kali adalah istighfar 9memohon ampun) kemudian menerimanya, pasrah, dan berdo’alah agar keburukan itu cepat-cepat diangkat oleh Allah.
Ini selaras dengan firman Allah yang selanjutnya : “Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”
Dalam Surat lain bahwasanya Allah berfirman :
¨bÎ*sù yìtB ÎŽô£ãèø9$# #·Žô£ç ÇÎÈ   ¨bÎ) yìtB ÎŽô£ãèø9$# #ZŽô£ç ÇÏÈ   #sŒÎ*sù |Møîtsù ó=|ÁR$$sù ÇÐÈ   4n<Î)ur y7În/u =xîö$$sù ÇÑÈ  
Artinya : 5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. 7. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, 8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (QS. Alam Nasyrah : 5-8)
Ayat diatas menginformasikan bahwasannya pasti yang namanya mulanya kesulitan selanjutnya kemudahan. Ada pepatah mengatakan berakit-rakit kehulu, berenang-berang ketepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudia. Pesan ini diulung dua kali dalam surat tersebut yaitu : “5. karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, 6. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” Maka janganlah berputus asa, sesungguhnya kegagalan adalah awal kesuksesan, semakin kita belajar, belajar berusaha dan berdo’a maka kita insyaAllah berhasil.
Dan diayat ke 7 Allah berfirman :  “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain,” yang dimaksud disini adalah jika kita sudah selesai dengan urusan-urusan dunia, maka bersegeralah mengerjakan urusan akhirat. Sebagai orang yang beriman, seharusnya kita malu kepada Allah, sering kali kita masih diingat oleh Allah melalui ayat-ayatnya ataupun kejadian-kejadian disekitar kita. Allah sudah membantu urusan dunia kita, terkadang kita malah monomer duakanNya. Maka dari itu, kita harus sesegera mungkin menuju kepada Allah, berharap selalu diberi rahmat, ridlo, dan selalu dibibing dijalan yang lurus.
Dan diayat yang terakhir Allah menegaskan “8. dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. Dan sekali lagi Allah memberi pembelajaran bagi kita, bahwasannya Allah-lah yang patut disembah dan Allah-lah tempat kita mengadu dan berdo’a. Karena Allah adalah tuhan kita, yang mana telah menciptakan dan memberikan potensi-potensi kepada Allah, Allah juga yang member kita kehidupan dan nikmat dan rizki kepada kita. Maka jangan sekali-kali kita berharap dan ta’aluk kepada selain Allah.
Kemudian Allah memberikan penegasan dalam firmannya QS. Al-baqarah : 216 yaitu
|=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãA$tFÉ)ø9$# uqèdur ×nöä. öNä3©9 ( #Ó|¤tãur br& (#qèdtõ3s? $\«øx© uqèdur ׎öyz öNà6©9 ( #Ó|¤tãur br& (#q6Åsè? $\«øx© uqèdur @ŽŸ° öNä3©9 3 ª!$#ur ãNn=÷ètƒ óOçFRr&ur Ÿw šcqßJn=÷ès? ÇËÊÏÈ  
Artinya : “Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
Ayat ini sesungguhnya motivasi untuk kaumnya baginda Nabi Muhammad waktu perang. Allah berfirman “Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci.Bahwasannya kaumnya baginda Nabi menyadari bahwa peperangan adalah suatu hal yang buruk, atau sesuatu yang menakutkan karena mempertaruhkan nyawa. Belum lagi kalau mereka mati terus bagaimana dengan keluarganya, siapa yang mencarikan nafkah, dll. Kemudian istrinya menjadi janda, anaknya menjadi yatim, dan orang tuanya kehilangannya. Maka turunlah ayat ini untuk memotivasi kaumnya untuk bersemangat berjihat dijalan Allah untuk memerangi orang-orang kafir dan memuliakan kaum tertindas. Dan sifatnya adalah wajib, jika ada yang mundur dari peperangan maka dia berdosa besar dan jika mereka gugur maka syahid-lah yang didapat. Maka LA TAHZAN sesungguhnya Allah sudah memperhitungkan keadaan kita, jangan takut mati dijalan Allah karena Allah menjanjikan suatu kenikmatan yang sangat luar biasa, dan jangan khawatir dengan nasib keluarganya, berkaitan dengan rizki, semua sudah dijatah oleh Allah, urusan rezeki urusan Allah, burung yang tidak dibekali akal saja bisa dapat rezeki, berangkat pagi dalam keadaan lapar dan sore hari pulang dalam keadaan kenyang. Nah, itulah perang yang terjadi pada masa lampau, di zaman sekarangpun kita masih diwajibkan perang, malahan perangnya lebih dahsyat dari yang dahulu dan jika berhasil maka syurga dunia akhirat ia peroleh. Perang itu adalah memerangi hawa nafsunya.
Kemudian Allah melanjutkan motivasiNya : “boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Jadi, perang itu sesungguhnya hal yang paling mulia dizaman itu. Dan itupun atas petunjuk dari Allah dan baginda Nabi. Islam menyukai perdamaian tidaklah menyukai peperangan, jika masih bisa diadakan negosisai maka bernegosisilah yang diambil namun jika bernegosisi gagal dan melakukan serangan untuk menantang peperangan, maka umat islam sudah tidak ada pilihan lagi untuk melakukan perang tersebut. Allah maha mengetahui segala sesuatu yang ada, jika turan perintah maka harus dilaksanakan tidak perlu untuk difikir seribu kali. Perintah Allah pasti baik.
Ayat ini tidak serta berkaitan dengan peprangan saja. Ayat ini jika diserap secara luas maka ini menjadi suatu ilmu yang sangat dahsyat sekali. Secara terus menerus Allah mengingatkan hambanya bahwa kebanyakan kita masih dikendalikan nafsu sehingga fikiran kita tidak bisa berfikir jernih terhadap masalah-masalah yang ada. Berbicara tentang ibadah, sebagian orang membenci adanya sholat shubuh karena waktu-waktu itu sangatlah nyaman untuk dibuat tidur atau yang lebih sering kita lakukan adalah tidur setalh sholat shubuh. Kebanyakan orang membencinya akan tetapi sesungguhnya itu terbaik bagi kita, adanya bangun diwaktu fajar/shubuh memberikan kesehatan bagi kita yaitu dengan sebab menghirup udara yang masih segar tanpa polusi dan kemudian menjalankan wudlu untuk sholat shubuh, secara medis melakukan wudlu setelah bangun tidur bisa mengecilkan pori-pori yang ada diwajah, ini berakibat wajah menjadi cerah dan sehat, dan selanjutnya sholat shubuh, sesungguhnya gerakan-gerakan sholat memberikan kesehatan bagi tubuh kita pula.
Atau contoh lain lagi adalah kita menyukai khamar tapi sesungguhnya itu buruk bagi kita. Dan biasanya lagi ini berkaitan dengan penyakit hati seperti iri dan dengki, kita membenci jika ada orang lain mendapatkan kenikmatan dan kita bahagia jika orang lain mendapatkan musibah.
Dan jangan sekali-kali membenci ilmu, jika sudah membenci maka ilmu itu tidak akan pernah datang kepadanya lagi melainkan harus menyukai semuanya dan mempergunakan dengan semestinya. Misalnya saja sangat membenci ilmu matematika, fisika, kimia, dll, maka yang akan terjadi adalah ilmu itu menjauh dan tidak tidak bisa menguasai ilmu tersebut. Sedangkan kalau dipikiran secara dalam, belum tentu yang kita benci adalah baik bagi kita bisa saja yang kita benci itulah hakikatnya yang baik buat kita.  
Terkadang juga kita sulit membedakan antara kebutuhan dengan keinginan. Belum tentu semua keinginan kita baik Misalnya saja tentang rasa lapar dari seseorang, jika berbicara tentang kebutuhan maka ia pasti akan memakan apapun (asalkan baik untuk tubuhnya) untuk menghilangkan rasa lapar tersebut. Dan jika berbicara tentang keinginan maka ia kemungkinan akan memilah dan memilih makanan yang enak-enak, terkadang jika tidak ada makanan enak ia pun bisa bertahan tidak makan sekalipun. Jelas jika keinginan ini sudah terpenuhi nafsu perutnya dan tidak sedikit pula makannya secara berlebihan/kekenyangan karena rasa laparnya yang sudah tak tertahankan, rasa laparnya cukup bisa diatasi dengan porsi 1 pirang saja melainkan ditambah dengan 1 piring lagi menjadi 2 piring seperti orang balas dendam saja (tidak imbang, membalasnya dengan lebih. Misalnya memukul 1 kali tapi dibalas 2 kali).
Nafsu diibaratkan seperti anak kecil, jika sering dituruti maka semakin manja, bertambah-tambah pula keinginannya. Seperti halnya dengan konsumerism dan hedonism, selalu berfoya-foya untuk kesenangan nafsunya belaka, setiap ada model/tren baru selalu membelinya dalam hal apapun termasuk pakian, sepatu, perhiasan, dll. itu bukanlah kebutuhan melainkan keinginan dan ini bisa memunculkan sifat baru yaitu rakus dan boros. Padalah belum tentu semua keinginan atau hal yang kita sukai itu baik untuk diri kita.


[1] Tausyah.wordpress.com/tafsir-al-quran/al-baqarah/al-baqarah-285-286-dua-ayat-terakhir/
[2] Zainuddin, Ilmu Tauhid Lengkap, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992), hlm. 138-141
[3] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
[4] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.
[5] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

No comments:

Post a Comment