Salman Al Farisi…
Pencari kebenaran sejati….
(Bagian I)
I
|
a adalah seorang pemuda tampan dan tumbuh di rumah yang penuh wibawa dan pengaruh. Ia
dimulia-kan di kalangan kaumnya, disegani di kotanya, paling menonjol di antara
te-man-teman sebayanya dan tidak ada yang
sebanding dengannya pada zamannya.
Dialah Salman Al Farisi…
Ia seorang Majusi yang menyembah api,
Ayahnya adalah seorang tokoh di ka-langan kaumnya dan pemuka dalam agama
Majusi. Ayah Salman sangat men-cintai anaknya dan menempatkannya di sisi api di
rumahnya. Ia sudah lama me-nyembah api dan selalu bersungguh-sungguh memegang agama Majusi, ia menjadi pelayan api
yang selalu siap setiap saat untuk menyalakannya dan tidak membiarkannya padam
sesaat pun.
Ayah Salman memiliki kebun yang sangat
luas. Setiap hari ia pergi ke sana. Pada suatu hari ia berkata kepada Salman,
"Wahai Salman, pergilah ke kebunku lalu kerjakan begini dan begitu."
Salman merasa gembira karena ia dapat
keluar dari kungkungan rumahnya. Ia segera menuju ke kebun ayahnya.
Ditengah perjalanan, tanpa sengaja
Salman melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Ia mendengar mereka sedang
shalat lalu ia masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan di situ. Ia
kagum dengan shalat mereka dan tertarik untuk mengikuti agama mereka seraya
berkata dalam hati, "Agama ini lebih baik dibandingkan agama yang kami
anut selama ini." Kemudian ia bertanya kepada mereka tentang asal-usul
agama itu. Mereka menjawab, "Asalnya di negeri Syam dan orang yang paling
mengerti tentang agama ini ada di sana."
Ia berada di gereja hingga matahari
terbenam. Hal tersebut menyebabkan ia terlambat pulang menemui ayahnya.
Sekembalinya dari kebun, sang ayah
bertanya: "Wahai anakku, kemana saja engkau?" Ia menjawab: "Tadi
tanpa se-ngaja aku lewat di samping orang-orang yang shalat di gereja, aku
kagum dengan shalatnya dan menurut pendapatku agama mereka itu lebih baik
daripada agama kita."
Ayahnya terkejut dan berkata:
"Wahai anakku, agamamu dan agama orang tuamu lebih baik daripada agama
mereka."
Salman berkata: "Demi Allah,
tidak! Justru agama mereka lebih baik daripada agama kita."
Mendengar hal tersebut ayahnya merasa
khawatir jika Salman sampai keluar dari agama Majusi dan beralih ke agama
Nasrani. Lalu ia memasang beleng-gu pada kedua kaki anaknya dan me-ngurungnya
di rumah. Mendapat per-lakuan seperti itu, Salman mengutus seseorang kepada
kaum Nasrani dan me-nitipkan pesannya, "Sesungguhnya aku telah ridha
dengan agama kalian dan tertarik untuk mengikutinya, jika nanti ada rombongan
kaum Nasrani datang dari Syam, beritahu aku."
Tidak lama setelah itu datanglah
rombongan dari Syam, mereka adalah para pedagang dari kaum Nasrani. Lalu mereka
mengutus seseorang untuk me-ngabari hal tersebut kepada Salman.
Salman berkata kepada sang utusan,
"Jika para pedagang itu telah selesai dari urusannya dan akan bersiap-siap
untuk kembali ke Syam, beritahulah aku."
Kemudian, ketika para pedagang itu
telah selesai dari urusannya dan bersiap-siap untuk kembali ke Syam, mereka memberitahu Salman dan membuat perjan-jian
pertemuan di suatu tempat. Salman pun mencari siasat agar dapat melepaskan
belenggu dari kedua kakinya. Ketika ber-hasil, ia segera keluar menuju para
pe-dagang tersebut dan pergi bersama mereka ke Syam.
Setelah sampai di Syam, ia bertanya:
"Siapakah penganut agama ini yang paling luas ilmunya?" Mereka
menjawab, "Seorang uskup yang ada di gereja." Lalu ia mendatangi
gereja tersebut dan men-ceritakan kepada uskup itu tentang diri-nya. Ia
berkata: "Sesungguhnya aku ter-tarik untuk memeluk agama ini, aku ingin
bersamamu, melayanimu, shalat bersamamu dan berguru denganmu."
Uskup menjawab, "Baiklah,
tinggal-lah bersamaku." sejak saat itu Salman tinggal bersama uskup
tersebut di gereja.
Salman sangat semangat berbuat amal
kebaikan, beribadah serta shalat. Sedang-kan sang Uskup, dia orang yang tidak
baik dalam agamanya. Dia menyuruh dan memotivasi
orang-orang untuk bersedekah tetapi ketika orang-orang telah menyum-bangkan hartanya dia menimbun untuk
dirinya sendiri dan tidak membagikannya kepada fakir miskin sedikitpun.
Salman sangat membencinya, tetapi ia
tidak dapat memberitahukan orang lain tentang hal ini karena uskup tersebut
adalah seorang yang dimuliakan di ka-langan mereka. Sementara ia adalah
se-orang pendatang yang masih baru dalam agama mereka.
Tak lama waktu
berselang sang Uskup
meninggal. Kaumnya sangat bersedih atas meninggalnya
Uskup mereka dan berkum-pul untuk menguburkannya.
Melihat kesedihan mereka itu Salman berkata:
"Sesungguhnya orang ini adalah orang yang buruk. Ia menyuruh dan
me-nganjurkan kalian bersedekah tetapi ke-tika kalian telah datang dengan
sedekah-sedekah itu dia menimbunnya untuk dirinya sendiri dan tidak
membagikannya kepada fakir miskin sedikit pun.” Mereka berkata: "Apa
buktinya?". "Akan aku tunjukkan kepada kalian tempat penim-bunannya,"
jawab Salman.
Lalu ia mengajak mereka untuk me-lihat
tempat penimbunan harta tersebut. Mereka kemudian menggali tanah yang
ditunjukkan oleh Salman, disana mereka menemukan tujuh peti yang ternyata
pe-nuh dengan emas dan perak.
Melihat hal itu mereka berkata,
"Demi Allah, kita tidak akan mengubur-nya." Kemudian mereka
menyalibnya di atas sebuah kayu dan melemparinya dengan batu-batu. Lalu mereka
memilih seorang laki-laki lain untuk
menggantikan kedudukannya di gereja….
Tentang orang ini Salman berkata,
"Aku tidak pernah melihat orang yang shalat lebih baik darinya. Ia
benar-benar mengharap kehidupan akhirat dan tidak ada orang yang lebih zuhud
terhadap dunia, lebih tekun dalam beribadah siang dan malam daripada dia, aku
pun mencintainya sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang aku cintai seperti
itu sebelumnya."
Salman senantiasa
melayaninya hingga orang tersebut berusia lanjut dan hampir
meninggal.
Salman bersedih karena harus ber-pisah
denganya dan ia khawatir tidak dapat istiqomah
di atas agama ini sepening-galnya. Lalu ia berkata kepadanya,
"Wahai fulan, seperti engkau ketahui, telah dekat takdir Allah atas
dirimu, lalu siapakah yang engkau wasiatkan kepada-ku untuk aku ikuti?" Ia
berkata, "Wahai anakku, Demi Allah aku tidak menge-tahui seorang pun yang
sama langkahnya dengan aku. Manusia telah rusak dan merubah-rubah serta
meninggalkan ba-nyak ajaran yang dulu mereka pegang teguh kecuali seorang
laki-laki yang tinggal di Mosul (wilayah Irak), yaitu si Fulan. Ia berada satu
jalan denganku maka ikutilah dia."
Ketika Uskup yang
ahli ibadah itu meninggal,
Salman keluar dari Syam menuju Irak lalu mendatangi seorang laki-laki yang
dimaksud oleh sang guru. Ia tinggal bersamanya sampai ajal hampir menjemputnya.
Lalu orang tersebut ber-wasiat kepada Salman untuk meng-hubungi seorang
laki-laki di Nasibin…
Salman kemudian menempuh per-jalanan ke
Syam sekali lagi dan ketika ia sampai di Nasibin ia menetap bersama seorang
laki-laki yang dimaksud oleh sang guru. Setelah waktu berjalan lama dan ajal
hampir menjemputnya dia berwasiat kepada Salman untuk tinggal menetap dengan
seorang laki-laki di 'Amuriya di wilayah Syam. Lalu ia pergi ke sana dan
menetap bersama seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru.
Di ‘Amuriya ia sempat bekerja hingga
memiliki beberapa ekor sapi dan kam-bing. Setelah itu rahib (orang sholeh)
tersebut sakit dan hampir menjelang ajal-nya, Salman sangat sedih dan berkata sebagai ucapan perpisahan, "Wahai Fulan,
siapa yang engkau wasiatkan kepadaku untuk aku ikuti?" Orang sholeh tersebut
menjawab, "Wahai Salman, Demi Allah, tidak seorang pun yang aku tahu
berjalan di atas jalan yang sama kita tempuh sehingga aku bisa berwasiat agar
engkau mengikutinya. Manusia telah merubah-rubah dan mengganti agama Al Masih
Isa as akan tetapi telah dekat saat diutusnya seorang nabi yang membawa agama
Nabi Ibrahim yang hanif. Ia akan keluar dari tanah Arab dan berhijrah menuju
wi-layah yang terletak di antara dua bidang tanah berbatu hitam yang subur
dengan pohon-pohon kurma. Ia memiliki bebe-rapa tanda yang jelas, yaitu: mau
mema-kan hadiah tetapi tidak mau memakan sedekah dan di antara kedua pundaknya
ada cap kenabian dan jika engkau me-lihatnya pasti engkau akan mengenali-nya.
Jika engkau mampu untuk tinggal di negeri tersebut maka laksanakanlah."
Tidak lama setelah itu, sang Rahib
meninggal dan dimakamkan. Salman tinggal di 'Amuriya beberapa saat yang
dikehendaki Allah, sambil mencari-cari siapa yang dapat membawanya ke tanah
kenabian sebagaimana yang dipesankan sang Rahib.
Ia terus-menerus mencari hingga pada
suatu hari lewatlah serombongan para pedagang dari kabilah Kalb. Lalu Salman
bertanya perihal negeri asal mereka. Mereka memberi tahu bahwa mereka rombongan
dari tanah Arab.
(Bersambung….)
Sumber: - As Sirah An Nabawiyah, Ibnu
Hisyam.
- Fi
Bathnil Huut, Dr. Muham-
mad
al Uraifi
No comments:
Post a Comment