HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Friday, April 11, 2014

Salman Al-Farisi bag.1



Salman Al Farisi…
Pencari kebenaran sejati….
(Bagian I)




I
a adalah seorang pemuda tampan dan tumbuh  di rumah yang penuh wibawa dan pengaruh. Ia dimulia-kan di kalangan kaumnya, disegani di kotanya, paling menonjol di antara te-man-teman sebayanya dan tidak ada yang sebanding dengannya pada zamannya. Dialah Salman Al Farisi…
Ia seorang Majusi yang menyembah api, Ayahnya adalah seorang tokoh di ka-langan kaumnya dan pemuka dalam agama Majusi. Ayah Salman sangat men-cintai anaknya dan menempatkannya di sisi api di rumahnya. Ia sudah lama me-nyembah api dan selalu bersungguh-sungguh memegang agama Majusi, ia menjadi pelayan api yang selalu siap setiap saat untuk menyalakannya dan tidak membiarkannya padam sesaat pun.
Ayah Salman memiliki kebun yang sangat luas. Setiap hari ia pergi ke sana. Pada suatu hari ia berkata kepada Salman, "Wahai Salman, pergilah ke kebunku lalu kerjakan begini dan begitu."
Salman merasa gembira karena ia dapat keluar dari kungkungan rumahnya. Ia segera menuju ke kebun ayahnya.
Ditengah perjalanan, tanpa sengaja Salman melewati sebuah gereja milik kaum Nasrani. Ia mendengar mereka sedang shalat lalu ia masuk ke dalam untuk melihat apa yang mereka lakukan di situ. Ia kagum dengan shalat mereka dan tertarik untuk mengikuti agama mereka seraya berkata dalam hati, "Agama ini lebih baik dibandingkan agama yang kami anut selama ini." Kemudian ia bertanya kepada mereka tentang asal-usul agama itu. Mereka menjawab, "Asalnya di negeri Syam dan orang yang paling mengerti tentang agama ini ada di sana."
Ia berada di gereja hingga matahari terbenam. Hal tersebut menyebabkan ia terlambat pulang menemui ayahnya.
Sekembalinya dari kebun, sang ayah bertanya: "Wahai anakku, kemana saja engkau?" Ia menjawab: "Tadi tanpa se-ngaja aku lewat di samping orang-orang yang shalat di gereja, aku kagum dengan shalatnya dan menurut pendapatku agama mereka itu lebih baik daripada agama kita."
Ayahnya terkejut dan berkata: "Wahai anakku, agamamu dan agama orang tuamu lebih baik daripada agama mereka."
Salman berkata: "Demi Allah, tidak! Justru agama mereka lebih baik daripada agama kita."
Mendengar hal tersebut ayahnya merasa khawatir jika Salman sampai keluar dari agama Majusi dan beralih ke agama Nasrani. Lalu ia memasang beleng-gu pada kedua kaki anaknya dan me-ngurungnya di rumah. Mendapat per-lakuan seperti itu, Salman mengutus seseorang kepada kaum Nasrani dan me-nitipkan pesannya, "Sesungguhnya aku telah ridha dengan agama kalian dan tertarik untuk mengikutinya, jika nanti ada rombongan kaum Nasrani datang dari Syam, beritahu aku."
Tidak lama setelah itu datanglah rombongan dari Syam, mereka adalah para pedagang dari kaum Nasrani. Lalu mereka mengutus seseorang untuk me-ngabari hal tersebut kepada Salman.
Salman berkata kepada sang utusan, "Jika para pedagang itu telah selesai dari urusannya dan akan bersiap-siap untuk kembali ke Syam, beritahulah aku."
Kemudian, ketika para pedagang itu telah selesai dari urusannya dan bersiap-siap untuk kembali ke Syam, mereka memberitahu Salman dan membuat perjan-jian pertemuan di suatu tempat. Salman pun mencari siasat agar dapat melepaskan belenggu dari kedua kakinya. Ketika ber-hasil, ia segera keluar menuju para pe-dagang tersebut dan pergi bersama mereka ke Syam.
Setelah sampai di Syam, ia bertanya: "Siapakah penganut agama ini yang paling luas ilmunya?" Mereka menjawab, "Seorang uskup yang ada di gereja." Lalu ia mendatangi gereja tersebut dan men-ceritakan kepada uskup itu tentang diri-nya. Ia berkata: "Sesungguhnya aku ter-tarik untuk memeluk agama ini, aku ingin bersamamu, melayanimu, shalat bersamamu dan berguru denganmu."
Uskup menjawab, "Baiklah, tinggal-lah bersamaku." sejak saat itu Salman tinggal bersama uskup tersebut di gereja.
Salman sangat semangat berbuat amal kebaikan, beribadah serta shalat. Sedang-kan sang Uskup, dia orang yang tidak baik dalam agamanya. Dia menyuruh dan memotivasi orang-orang untuk bersedekah tetapi ketika orang-orang telah menyum-bangkan hartanya dia menimbun untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya kepada fakir miskin sedikitpun.
Salman sangat membencinya, tetapi ia tidak dapat memberitahukan orang lain tentang hal ini karena uskup tersebut adalah seorang yang dimuliakan di ka-langan mereka. Sementara ia adalah se-orang pendatang yang masih baru dalam agama mereka.
Tak lama waktu berselang sang Uskup meninggal. Kaumnya sangat bersedih atas meninggalnya Uskup mereka dan berkum-pul untuk menguburkannya.
Melihat kesedihan mereka itu Salman berkata: "Sesungguhnya orang ini adalah orang yang buruk. Ia menyuruh dan me-nganjurkan kalian bersedekah tetapi ke-tika kalian telah datang dengan sedekah-sedekah itu dia menimbunnya untuk dirinya sendiri dan tidak membagikannya kepada fakir miskin sedikit pun.” Mereka berkata: "Apa buktinya?". "Akan aku tunjukkan kepada kalian tempat penim-bunannya," jawab Salman.
Lalu ia mengajak mereka untuk me-lihat tempat penimbunan harta tersebut. Mereka kemudian menggali tanah yang ditunjukkan oleh Salman, disana mereka menemukan tujuh peti yang ternyata pe-nuh dengan emas dan perak.
Melihat hal itu mereka berkata, "Demi Allah, kita tidak akan mengubur-nya." Kemudian mereka menyalibnya di atas sebuah kayu dan melemparinya dengan batu-batu. Lalu mereka memilih seorang laki-laki lain untuk menggantikan kedudukannya di gereja….
Tentang orang ini Salman berkata, "Aku tidak pernah melihat orang yang shalat lebih baik darinya. Ia benar-benar mengharap kehidupan akhirat dan tidak ada orang yang lebih zuhud terhadap dunia, lebih tekun dalam beribadah siang dan malam daripada dia, aku pun mencintainya sehingga hatiku merasa tak seorang pun yang aku cintai seperti itu sebelumnya."
Salman senantiasa melayaninya hingga orang tersebut berusia lanjut dan hampir meninggal.
Salman bersedih karena harus ber-pisah denganya dan ia khawatir tidak dapat istiqomah di atas agama ini sepening-galnya. Lalu ia berkata kepadanya, "Wahai fulan, seperti engkau ketahui, telah dekat takdir Allah atas dirimu, lalu siapakah yang engkau wasiatkan kepada-ku untuk aku ikuti?" Ia berkata, "Wahai anakku, Demi Allah aku tidak menge-tahui seorang pun yang sama langkahnya dengan aku. Manusia telah rusak dan merubah-rubah serta meninggalkan ba-nyak ajaran yang dulu mereka pegang teguh kecuali seorang laki-laki yang tinggal di Mosul (wilayah Irak), yaitu si Fulan. Ia berada satu jalan denganku maka ikutilah dia."
Ketika Uskup yang ahli ibadah itu meninggal, Salman keluar dari Syam menuju Irak lalu mendatangi seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru. Ia tinggal bersamanya sampai ajal hampir menjemputnya. Lalu orang tersebut ber-wasiat kepada Salman untuk meng-hubungi seorang laki-laki di Nasibin…
Salman kemudian menempuh per-jalanan ke Syam sekali lagi dan ketika ia sampai di Nasibin ia menetap bersama seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru. Setelah waktu berjalan lama dan ajal hampir menjemputnya dia berwasiat kepada Salman untuk tinggal menetap dengan seorang laki-laki di 'Amuriya di wilayah Syam. Lalu ia pergi ke sana dan menetap bersama seorang laki-laki yang dimaksud oleh sang guru.
Di ‘Amuriya ia sempat bekerja hingga memiliki beberapa ekor sapi dan kam-bing. Setelah itu rahib (orang sholeh) tersebut sakit dan hampir menjelang ajal-nya, Salman sangat sedih dan berkata sebagai ucapan perpisahan, "Wahai Fulan, siapa yang engkau wasiatkan kepadaku untuk aku ikuti?" Orang sholeh tersebut menjawab, "Wahai Salman, Demi Allah, tidak seorang pun yang aku tahu berjalan di atas jalan yang sama kita tempuh sehingga aku bisa berwasiat agar engkau mengikutinya. Manusia telah merubah-rubah dan mengganti agama Al Masih Isa as akan tetapi telah dekat saat diutusnya seorang nabi yang membawa agama Nabi Ibrahim yang hanif. Ia akan keluar dari tanah Arab dan berhijrah menuju wi-layah yang terletak di antara dua bidang tanah berbatu hitam yang subur dengan pohon-pohon kurma. Ia memiliki bebe-rapa tanda yang jelas, yaitu: mau mema-kan hadiah tetapi tidak mau memakan sedekah dan di antara kedua pundaknya ada cap kenabian dan jika engkau me-lihatnya pasti engkau akan mengenali-nya. Jika engkau mampu untuk tinggal di negeri tersebut maka laksanakanlah."

Tidak lama setelah itu, sang Rahib meninggal dan dimakamkan. Salman tinggal di 'Amuriya beberapa saat yang dikehendaki Allah, sambil mencari-cari siapa yang dapat membawanya ke tanah kenabian sebagaimana yang dipesankan sang Rahib.
Ia terus-menerus mencari hingga pada suatu hari lewatlah serombongan para pedagang dari kabilah Kalb. Lalu Salman bertanya perihal negeri asal mereka. Mereka memberi tahu bahwa mereka rombongan dari tanah Arab.
(Bersambung….)

Sumber: - As Sirah An Nabawiyah, Ibnu
               Hisyam.
      - Fi Bathnil Huut, Dr. Muham-
    mad  al Uraifi

No comments:

Post a Comment