SKOLASTIK : St. THOMAS AQUINAS
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu : Tsuwaibah, M.Ag
Di susun oleh :
LUKMAN HAKIM (124411026)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Hanya ada dau kekuatan yang menggerakkan gemuruhnya dunia : agama
dan filsafat. Aquinas membicarakan kedua-duanya, hakikat masing-masing, serta
hubungan kedua-duanya. Keterkaitan pemikirannya dengan Augustinus yang hidup
hamper seribu tahun sebelumnya cukup jelas: Augustinus juga membicarakan agama
dan filsafat, hakikat serta hubungan kedua-duanya.
Aquinas memancarkan seluruh babakan pemikiran Abad Pertengahan.
Dalam sistemnya kelihatan dengan jelas kerangka hubungan antara agama dan
filsafat. Hal itu belum jelas pada Plotinus dan Augustinus. Sebagaimana
Augustinus, ia membuat perbedaan yang jelas antara Tuhan dan manusia; ia juga
meyakini bahwa jiwa manusia immortal.
Pandangannya tentang pengetahuan dipengaruhi oleh keyakinannya
bahwa Tuhan adalah Awal dan Akhir segala kebajikan. Kita, katanya, tidak dapat
menjelaskan masalah penciptaan berdasarkan hukum kausalitas. Akan tetapi, dalam
argumennya ia menggunakan prinsip kausalitas itu. Di sini kausalitas diangap
sebagai hukum yang berasal dari Yang MahaTinggi.[1] Thomas
juga membicarakan tentang teori Kodrati dan wahyu. Untuk lebih lanjutnya
sedikit akan dibahas dimakalah ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa masa Skolastik itu?
2.
Bagaimana Biografi dari Thomas Aquinas?
3.
Apa itu teori kodrati dan wahyu ?
4.
Bagaimana tentang pembuktian bahwa Allah itu ada ?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Masa Skolastik
Istilah skolastik adalah sifat yang berasal dari kata school,
yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau yang berkaitan dengan
sekolah. Perkataan skolastik merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad
pertengahan.
Terdapat beberapa pengertian dari corak khas skolastik, sebagai
berikut :
a.
Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata
agama. Skolastik ini sebagian dari kebudayaan abad pertengahan yang religius.
b.
Filsafat Skolastik adalah filsafat yang mengabdi pada teologi atau
filsafat yang rasional memecahkan persoalan-persoalan mengenai berfikir, sifat
ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk. Dari rumusan tersebut kemudian muncul
istilah skolastik Yahudi, skolastik Arab dan lain-lainnya.
c.
Filsafat Skolastik adalah suatu sistem filsafat yang termasuk
jajaran pengetahuan alam kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesis yang
lebih tinggi antara kepercayaan dan akal.
d.
Filsafat skolastik adalah filsafat Nasrani karena banyak
dipengaruhi oleh ajaran gereja.
Filsafat
Skolastik ini dapat berkembang dan tumbuh karena beberapa faktor berikut :
Ø Faktor religius
Faktor religius
dapat mempengaruhi corak pemikiran filsafatnya. Yang dimaksud dengan faktor
religius adalah keadaan lingkungan saat itu yang berperikehidupan religius.
Mereka beranggapan bahwa hidup di dunia ini suatu perjalanan ke tanah suci
Yerussalem, dunia ini bagaikan negeri asing dan sebagai tempat pembuangan
limbah air mata saja (tempat kesedihan). Sebagai dunia yang menjadi tanah
airnya adalh surga. Manusia tidak dapat samapai ke tanah airnya (surga) dengan
kemampuannya sendiri, sehingga harus ditolong. Karena manusia itu menurut sifat
kodratnya mempunyai cela atau kelemahan yang dilakukan (diwariskan) oleh Adam,
mereka juga berkeyakinan bahwa Isa anak Tuhan berperan sebagai pembebas dan
pemberi bahagia. Ia akan memberi pengampunan sekaligus menolongnya. Maka, hanya
dengan jalan pengampunan inilah manusia dapat tertolong agar dapat mencapai
tanah airnya (surga). Anggapan dan keyakinan inilah yang dijadikan dasar
pemikiran filsafatnya.
Ø Faktor ilmu
pengetahuan
Pada saat itu
telah banyak didirikan lembaga pengajaran yang diupayakan oleh biara-biara,
gereja, ataupun dari keluarga istana. Kepustakaannya diambil dari para penulis
Latin, Arab (Islam), dan Yunani.
Masa skolastik terbagi menjadi tiga periode, yaitu :
1.
Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800 – 1200
2.
Skolastik Puncak, berlangsung dari tahun 1200 – 1300
3.
Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun 1300 – 1450 [2]
1. Skolastik Awal
Sejak abad
ke-5 hingga ke-8 Masehi, pemikiran filsafat Patristik[3]
mulai merosot, terlebih lagi pada abad ke-6 dan 7 dikatakan abad kacau. Hal ini
disebabkan pada saat itu terjadi serangan terhadap Romawi sehingga kerajaan
Romawi beserta peradabanya ikut runtuh yang telah dibangun selama berabad-abad.[4]
Baru pada abad ke-8 Masehi, kekuasaan berada dibawah Karel Agung (742-814)[5] dapat memberikan suasana ketenangan dalam bidang politik, kebudayaan dan
ilmu pengetahuan, termasuk kehidupan manusia dan pemikiran filsafat yang
semuanya menampakkan mulai adanya kebangkitan. Kebangkitan
inilah yang merupakan kecemerlangan abad pertengahan, dimana arah pemikirannya
berbeda sekali dengan sebelumnya.
Saat ini
merupakan zaman baru bagi bangsa Eropa. Hal ini di tandai dengan
skolastik yang didalamnya banyak diupayakan pengembangan ilmu pengetahuan di
sekolah-sekolah. Pada mulanya skolastik ini timbul pertama kalinya di Biar
Italia Selatan dan akhirnya sampai berpengaruh ke Jerman
dan Belanda.
Kurikulum
pengajarannya meliputi studi duniawi atau Artes liberals, meliputi tata
bahasa, retorika, dialektika (seni
berdiskusi), ilmu hitung, ilmu ukur, ilmu perbintangan, dan musik.
Di antara
okoh-tokohnya adalah Aquinas (735-805), Johannes Scotes Eriugena (815-870),
Peter Lombard (1100-1160), John Salisbury (1115-1180), Peter Abaelardus (1079-1180).
Peter Abaelardus (
1079-1180 )
Ia
dilahirkan di Le Pallet, Prancis. Ia mempunyai kepribadian yang
keras dan pandangannya sangat tajam sehingga sering kali bertengkar dengan para
ahli pikir dan pejabat gereja. Ia termasuk orang konseptualisme dan sarjana
terkenal dalam sastra romantic sekaligus sebagai rasionalistik, artinya peranan
akal dapat menundukan kekuatan iman.Iman harus mau didahului akal. yang harus
dipercaya adalah apa yang telah disetujui atau dapat diterima oleh akal.
Berbeda
dengan Anselmus yang mengatakan bahwa berpikir harus sejalan dengan
iman, Abaelardus memberikan alasan bahwa berpikir itu ada di luar iman( di
luar kepercayaan). Karena itu sesuai dengan metode dialektika yang tanpa
ragu-ragu ditunjukan dalam teologi, yatiu bahwa teologi harus memberikan tempat
bagi semua bukti-bukti.
2. Skolastik Puncak.
Masa ini
merupakan masa kejayaan skolastik yang berlangsung dari tahun 1200-1300 dan
masa ini juga disebut masa berbunga. Masa itu ditandai dengan
munculnya Universitas-universitas dan ordo-ordo, yang secara bersama-sama
ikut menyelenggarakan atau memajukan ilmu pengetahuan, disamping juga peranan
universitas sebagai sumber atau pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Berikut ini pendapat factor mengapa masa skolastik mencapai puncaknya.
a.
Adanaya
pengaruh dari Aristoteles, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina sejak abad ke-12 sehingga
sampai abad ke-13 telah tumbuh menjadi ilmu pengetahuan yang lurus.
b.
Tahun 1200
didirikan Universitas Almamater di Prancis. Universitas
ini merupakan gabungan dari beberapa sekolah. Almamater inilah sebagai awal
(embrio) berdirinya Universitas di Paris, di Oxford, di Mont Pellier, di
Cambridge dan lain-lainnya.
c.
Beridirinya
ordo-ordo. Ordo-ordo inilah yang muncul karena banyaknya perhatian orang
terhadap ilmu pengetahuan sehingga menimbulkan dorongan yang kuat untuk
memberikan suasana yang semarak pada abad ke-13. Hal ni akan
berpengarh terhadap kehidupan kerohanian di mana kebanyakan tokoh-tokohnya
memegang peran di bidang filsafat dan teologi, seperti Albertus de Grote,
Thomas Aquinas, Binaventura, J.D. Scotus.
Upaya
Kristenisasi Ajaran Aristoteles
Pada mulanya hanya sebagian ahli pikir yang membawa dan meneruskan ajaran
Aristoteles, akan tetapi upaya ini mendapatkan perlawanan dari Augustinus, hal
ini di sebabkan oleh adanya suatu anggapan bahwa ajaran Aristoteles yang mulai
di kenal pada abad ke-12 telah diolah dan tercemar oleh ahli pikir Arab
(Islam). Hal ini dianggap sangat membahayakan ajaran Kristen. Keadaan ini
bertolak belakang bahwa ajaran Aristoteles masih diajarkan di
fakultas-fakultas, bahkan dianggpnya sebagai pelajaran penting yang harus di
pelajari.
Untuk menghindari adanya pencemaran tersebut diatas (dari ahli pikir Arab
atau Islam), Albertus Magnus dan Thoman Aquinas sengaja menghilangkan
unsur-unsur atau selipan dari Ibnu Rusyd, denga menerjemahkan langsung dari
bahasa Latinnya. Juga, bagian-bagian ajaran Aristoteles yang
bertentangan dengan ajaran Kristen. Langkah terakhir, dari ajaran Aristoteles
telah diselaraskan dengan ajaran iliah (suatu sintesis antara kepercayaan dan
akal).
Upaya Thomas Aquinas ini sangat berhasil dengan terbitnya sebuah buku Summa
theologiae dan sekaligus merupakan bukti bahwa ajaran Aristoteles telah
mendapatkn kemenangan dan sangat mempengaruhi seluuh perkembangan skolastik.
Albertus Magnus (1203-1280)
Disamping
sebagai biarawan, Albertus Magnus[6] juga
terkenal sebagai cendikiawan abad pertengahan. Ia mempunyai kepandaian yang
luar biasa. Di Universitas Padua ia belajar artes liberals, ilmu-ilmu
pengetahuan alam, kedokteran, Filsafat Aristoteles, belajar teologi
diBologna, dan masuk ordo domican tahun 1223, kemudian masuk ke Koln
menjadi dosen filsafat dan teologi.
Terakhir dia
diangkat sebagai Uskup Agung. Pola pemikirannya
meniru Ibnu Rusyd dalam menulis tentang Aritoteles. Dalam bidang
ilmu pengetahuan, ia mengadakan penelitian dalam ilmu biologi dan ilmu kimia.
Thomas Aquinas (1225-1274)
Nama
sebenarnya adalah Santo Thomas Aquinas. Yang artinya Thomas yang suci dari
Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir, ia juga seoarang dokter gereja bangsa
Italia. Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari tuhan. Kebenaran
diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan ilmu berjalan di luar
jangkauan pemikiran. Ia mengimbau bahwa agar orang-orang untuk mengetahui hukum
alamiah ( pengetahuan ) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi
antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara ketuhanan
walaupun iman di ungkapkan lewat beberapa kebenaran yang berada diluar kekuatan
pikiran.
3. Skolastik Akhir
Masa ini ditandai dengan adanya rasa jemu terhadap segala macam pemikiran
filsafat yang menjadi kiblatnya sehingga memperlihatkan stagnasi( kemandegan). Diantara
tokoh-tokohnya adalah Wiliiam Ockham (1285-1349), Nicolas Cusasus (1401-1464).
William Ockham(1285-1349)
Pendapatnya, pikiran manusia hanya dapat mengetahui
barang-barang dan kejadian-kejadian individual. Konsep-konsep atau
kesimpulan-kesimpulan unmum tentang alam hanya merupakan abstraksi
buatan tanpa kenyataan. Pemikiran yang demikian ini, dapat dilalui hanya lewat
intuisi, bukan logika.
Nicolas causasus ( 1401-1464)
Menurut
pendapatnya, terdapat tiga cara untuk mengenal, yaitu lewat indra, akal, dan
intuisi. Dengan indra kita akan mendapatkan pengetahuan benda-benda berjasad,
yang sifatnya tidak sempurna. Dengan akal kita akan mendapatkan bentuk-bentuk
pergertian yang abstrak berdasar pada sajian atau tangkapan indra. Dengan
ituisi, kita akan mendapatkan pengetahuan yang lebih tinggi.[7]
2.
Biografi Thomas Aquinas
Nama sbenarnya adalah Santo Thomas Aquinas, yang artinya Thomas
yang suci dari Aquinas. Disamping sebagai ahli pikir, ia juga seorang dokter
gereja bangsa Italia.[8] Thomas
Aquinas lahir di Roccasecca, Napoli, Italia, pada tahun 1225 dari keluarga
bangsawan, baik bapaknya maupun ibunya. Pada masa mudanya dia hidup bersama
pamannnya yang menjadi pemimpin ordo di Monte Cassino. Ia berada disana pada
tahun 1230-1239. Pada tahun 1239-1244 ia belajar di Universitas Napoli, tahun
1245-1248 di Universitas Paris di bawah bimbingan Albertus Magnus (S. Albert
the Great). Sampai tahun 1252 ia dan Albertus tetap berada di Cologne. Tahun
1252 ia kembali belajar di Universitas Paris pada Fakultas Theologi. Tahun 1256
ia diberi ijazah (licentia Docendi) dalam bidang theologi, dan ia mengajar
disana samapi tahun 1259. Tahun 1269-1272 ia kembali ke Universitas Paris untuk
menysuun tantangan terhadap ajaran Ibn Ruys. Sejak tahun 1272 ia mulai mengajar
di University Napoli.[9]
Ia merupakan tokoh terbesar Skolastisisme, salah seorang suci
gereja Katolik Romawi dan pendiri aliran yang dinyatakan menjadi filsafat resmi
gereja Katolik. Pada tahun 1250 ia menjadi guru besar dalam ilmu agama di
Prancis dan tahun 1259 menjadi guru besar dan penasihat Istana Paus.[10]
Ia meninggal pada tahun 1274 di Lyons. Karyanya yang penting dan
berpengaruh adalah Multivolume Suma Contra Gentiles tahun
1258-1264 (Sebuah Rangkuman Melawan Orang Kafir) dan karyanya yang tidak
lengkap Summa Theologica tahun 1266-1273 (Rangkuman Teologi). Summa
Theologica adalah penyajian teologi secara sitematik, yang ditulis bagi
para calon biarawan dalam kependetaan, tetapi juga merupakan rangkuman definitive
filsafat katolik. Target Summa Contra Gentiles adalah kecenderungan naturalistic
yang dilihatnya dengan jelas terhadap pada filsuf-filsuf Arab tertentu. Akan
tetapi, dalam arti tertentu, karyanya memberikan beberapa premis kepada para
naturalis. Thomas bermaksud menunjukkan bahwa iman Kristen didasari pada akal
budi dan bahwa hukum yang melekat pada alam bersifat rasional.[11]
3.
Theologi kodrati dan theologi wahyu
Filsafat Thomas dihubungkan erat sekali dengan teologia. Sekalipun
demikian pada dasarnya filsafatnya dapat dipandang sebagai suatu filsafat
kodrati yang murni. Sebab ia tahu benar akan tuntutan penelitian kebenaran, dan
secara jujur mengakui bahwa pengetahuan insan dapat diandalkan juga.
Demikianlah ia membela hak-hak akal dan mempertahankan kebebasan akal dalam
bidangnya sendiri. Wahyu berwibawa juga dalam bidangnya sendiri. Di samping
memberi kebenaran alamiah wahyu juga member kebenaran yang adikodrati, memberi
misteri atau hal-hal yang bersifat rahasia, yaitu umpamanya : kebenaran tentang
trinitas, inkarnasi, sakramen, dll. Untuk itu diperlukan Iman. Iman adalah
suatu cara tertentu guna mencapai pengetahuan, yaitu pengetahuan yang mengatasi
akal, pengetahuan yang tidak bisa ditembus oleh akal. Iman adalah suatu
penerimaan atas dasar wibawa Allah. Sekalipun misteri mengatasi akal, namun
tidak bertentangan dengan akal, tidak anti akal. Sekalipun akal tidak dapat
menemukan misteri, akan tetapi akal dapat meratakan jalan yang menuju kepada
misteri (prae ambula fidei). Dengan demikian Thomas menyimpulkan adanya dua
macam pengetahuan, yang saling tidak bertentangan, tetapi yang berdiri
sendiri-sendiri secara berdampingan, yaitu pengetahuan alamiah, yang berpangkal
pada akal yang terang serta memiliki hal-hal yang bersifat insan umum sebagai
sasarnnya, dan pengetahuan iman, yang berpangkal dari wahyu dan memiliki
kebenaran Ilahi, yang ada di dalam Kitab Suci, sebagai sasarannya.
Perbedaan antara pengetahuan dengan akal dan pengetahuan iman itu
menentukan hubungan antara filsafat dan teologi. Filsafat bekerja keras atas
dasar terang yang bersifat alamiah semata-mata, yang datang dari akal manusia.
Oleh karena itu filsafat adalah ilmu pengetahuan insani yang bersifat umum,
yang hasil pemikirannya diterima oleh tiap orang yang berakal. Akal memang
mencakapkan manusia untuk mengenal kebenaran di kawasan alamiah, sehingga
manusia karenanya dapat naik dari hal-hal yang bersifat inderawi ke hal-hal
yang bersifat mengatasi indera, naik dari hal-hal yang bersifat bendani ke
hal-hal yang bersifat rohani, dari hal-hal yang serba terbatas ke hal-hal yang
tidak terbatas. Teologia sebaliknya memerlukan wahyu, yang memberikan
kebenaran-kebenaran yang mengatasi segala yang bersifat alamiah, karena teologi
memiliki kebenaran-kebenaran ilahi sebagai sasarannya. Padahal
kebenaran-kebenaran ilahi hanya diberikan dengan wahyu, di dalam kitab suci.
Sekalipun demikian ada bidang-bidang yang dimilki bersama, baik
oleh filsafat maupun teologia. Umpamanya pengetahuan tentang Allah dan jiwa.
Baik filsafat maupun teologi keduanya dapat mengadakan penelitian sesuai dengan
kecakapan masing-masing. Sebaliknya ada bidang-bidang yang sama sekali berada
di luar jangkauan maaing-masing, umpamanya : filsafat hanya dapat menjangkau
hal-hal di kawasan alam, sedang misteri berada di luar jangkauannya, karena
misteri hanya dapat didekati dengan iman. Dengan demikian nisbah antara
filsafat dan teologia dapat dirumuskan demikian, bahwa menurut Thomas, filsafat
dan teologia adalah laksana dua lingkaran, yang sekalipun yang satu berada di
luar yang lain, bagian tepinya ada yang bertindihan.[12]
Menurut Thomas, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran
diungkapkan dengan jalan yang berbeda-beda, sedangkan iman berjalan di luar
jangkauan pemikiran. Ia mengimbau agar orang-orang untuk mengetahui hukum
alamiah (pengetahuan) yang terungkap dalam kepercayaan. Tidak ada kontradiksi
antara pemikiran dan iman. Semua kebenaran mulai timbul secara keutuhan
walaupun iman diungkpakan lewat beberapa kebenaran yang berada di luar kekuatan
sendiri.
Selanjutnya ia katakana bahwa iman lebih tinggi dan berada di luar
pemikiran yang berkenaan sifat Tuhan dan alam semesta. Timbulnya pokok
persoalan yang actual dan praktis dari gagasannya adalah “pemikirannya dan
kepercayaannya telah menemukan kebenaran muthlak yang harus diterima oleh
orang-orang lain.” Pandangan inilah yang menjadikan perlawannan kaum Protestan
karena sikapnya yang otoriter. [13]
4.
Pembuktian keberadaan tuhan
Memahami kerja hukum Tuhan melalui dunia alamiah, Thomas mengklaim
bahwa semua metafisika (yang berurusan dengan segala sesuatu yang ada)
diarahkan terhadap pengetahuan tentang Tuhan. Thomas percaya bahwa akal budi
dituntun kearah ini hanya dengan merenungkan dunia alamiah. Dengan masyhur
Thomas mengajukan bukti-bukti eksistensi Tuhan yang didasarkan pada analisis
akal budi terhadap para pengada kontingen (dengan kata lain, pengada-pengada
yang bergantung pada sesuatu yang lain dari dirinya agar dapat mengada atau
agar dapat berperilaku sebagaimana adanya). [14]
Thomas mengajarkan apa yang disebut theologia naturalis, yang
mengajarkan, bahwa manusia dengan pertolongan akalnya dapat mengenal Allah,
sekalipun pengetahuan tentang Allah yang diperolehnya dengan akal itu tidak
jelas dan tidak menyelamatkan. Dengan akalnya manusia dapat tahu bahwa Allah
ada, dan juga tahu beberapa sifat Allah. Dengan akal orang dapat mengenal
Allah, setelah ia mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang mengenai dunia dan
mengenai manusia sendiri.
Dibawah ini adalah sejumlah pemikiran filsafat yang ditulis oleh
dia, tetapi deskripsi di bawah ini akan dibatasi pada ajarannya mengenai “Lima
Argumen Untuk Membuktikan Keberadaan Tuhan”. Argumen-argumen tersebut adalah
sebagai berikut:
1.
Gerak
Tidak ada
sesuatupun yang mampu bergerak dengan sendirinya. Sesuatu yang bergerak
dipastikan memiliki sesuatu yang menggerakkan. Bila sesuatu bergerak hanya
karena ada penggerak yang menggerakkannya, tentu penggerak itu pun memerlukan
pula penggerak di luar dirinya. Bila demikian, terjadilah penggerak berangkai
yang tidak terbatas. Konsekuensinya ialah tidak ada penggerak. Menjawab
persoalan ini Aquinas mengatakan bahwa justru karena itulah maka sepantasnya
kita sampai pada Penggerak Pertama, yaitu Penggerak yang tidak digerakkan oleh
orang lain. Itulah Tuhan. Penggerak pertama itu harus berupa kekuatan yang maha
besar, jadi pasti bukan manusia atau makhluk serupa manusia.
2.
Sebab – Akibat
Tidak ada
sesuatu pun yang eksistensinya disebabkan oleh dirinya sendiri. Tidak mungkin
sesuatu menjadi sebab sekaligus akibat bagi eksistensinya sendiri. Suatu
kejadian adalah akibat dari suatu penyebab dan penyebab itu pun merupakan
akibat dari penyebab-penyebab lainnya. Demikian seterusnya sampai ditemukan
penyebab awal. Jika tidak ada penyebab awal, tidak akan terjadi rangkaian
akibat sesudahnya. Atau, rangkaian kejadian tersebut tidak mungkin tanpa
penyebab awal. Penyebab awal itu adalah Tuhan.
3.
Ada dan Tiada
Segala sesuatu
yang terdapat dalam alam semesta ini dating dan pergi, lahir dan mati. Sesuatu
yang bias ada dan tiada berarti ada di dalam waktu, terkena arus waktu, jadi
tidak mungkin selamanya ada. Dengan begitu, ada masa di mana alam semesta ini
belum ada. Keberadaan alam semesta dengan demikian bersifat kontingen
(contingent being). Sangat tidak masuk akal jika ketika alam semesta ini belum
ada, belum ada sesuatu yang Niscaya Ada (exact being). Dipastikan bahwa ada
sesuatu yang Niscaya Ada sepasang masa. Sesuatu yang Niscaya Ada itu adalah
Tuhan.
4.
Kelas kualitas
Ada beragam
kualitas yang melekat pada obyek, mulai kualitas yang lebih baik sampai yang
lebih buruk. Penilaian kualitas tersebut memerlukan acuan yang
paling absolute dan sempurna.
Acuan paling absolute dan sempurna itu
tidak lain adalah Tuhan.
5.
Keteraturan perencanaan
Alam semesta
berjalan secara teratur dan keteraturan itu pasti bukan sesuatu yang kebetulan.
Keteraturan itu geraknya mengikuti suatu pola, berjalan seperti sebuah anak
panah menuju tujuan tertentu yang dikehendaki pemanahnya. Pemanahnya itu adalah
Tuhan.[15]
Demikianlah
lima argument tentang adanya tuhan. Argumen ini amat terkenal pada Abad
Pertengahan. Argumen ini ditulis oleh Aquinas dalam Summa Teologica.
Agama mencakup
kepastian tentang adanya Allah. Bahwa Allah ada, hal itu dapat dibela terhadap
ateisme dengan alasan-alasan yang akali dan yang semata-mata bersifat ilmiah.
Penyusunan alam semesta dan peraturan-peraturan umum dari kejadian-kejadian
alamiah mengajarkan kepada kita adanya Pekerja yang Tertinggi, yang mengadakan
semuanya itu, yaitu Allah. Arti kepercayaan kepada Allah oleh suatu kewajiban
untuk menyembah dan mengasihiNya serta mengharapkan daripadaNya pembalasan yang
adil terhadap kebaikan dan kejahatan, sekalipun kewajiban itu baru diketahuinya
secara samar-samar.[16]
Setelah Aquinas
merasa berhasil menyusun argumen-argumen di atas, dan ia merasa filsafat itu
telah membuktikan adanya Tuhan, selanjutnya ia berusaha menjelaskan sifat-sifat
Tuhan itu. Menurut Aquinas, tuhan tidak tersusun dari esensi dan aksidensi,
karena Tuhan tidak dapat berubah. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa Tuhan sama
dengan esensinya. Untuk memahami ini hendaknya kita telah mengetahui bahwa
sesuatu terdiri atas esensi dan aksidensi. Tatkala orang membuat definisi,
hanya sifat esensi itulah yang disebut; sifat-sifat aksidensi dibuang. Tuhan
bukan terdiri dari esensi dan aksidensi; Tuhan seluruhnya esensi, yaitu
definisinya saja, maka pengertiannya tetap. Karena Tuhan hanya esensi, maka
Tuhan tidak pernah mengalami perubahan. Yang berubah itu ialah sifat-sifat
aksidensi.[17]
BAB
III
SIMPULAN
Masa Skolastik istilah skolastik adalah sifat yang berasal dari
kata school, yang berarti sekolah. Jadi, skolastik berarti aliran atau
yang berkaitan dengan sekolah. Filsafat Skolastik ini dapat berkembang dan
tumbuh karena beberapa faktor berikut faktor religious, yang didasari oleh
keimanan dan yang kedua faktor ilmu pengetahuan, yang didasari oleh akal yang
bersifat alamiah.
Masa sekolastik terbagi menjadi tiga yaitu :
Skolastik Awal, berlangsung dari tahun 800 – 1200, Skolastik Puncak,
berlangsung dari tahun 1200 – 1300, dan Skolastik Akhir, berlangsung dari tahun
1300 – 1450
Thomas Aquinas menjelaskan bahwa teori
kodrati/pengetahuan alamiah, yaitu yang berpangkal pada akal yang terang serta
memiliki hal-hal yang bersifat insan umum sebagai sasarnnya, dan pengetahuan
iman, yang berpangkal dari wahyu dan memiliki kebenaran Ilahi, yang ada di
dalam Kitab Suci, sebagai sasarannya. Di
samping memberi kebenaran alamiah wahyu juga memberi kebenaran yang adikodrati,
memberi misteri atau hal-hal yang bersifat rahasia, yaitu umpamanya : kebenaran
tentang trinitas, inkarnasi, sakramen, dll.
Dalam rangka pembuktian adanya Allah, Thomas Aquinas memberikan
Argumen-argumennya sebagai penguat atas keyakinannya bahwa Tuhan itu ada,
argumen-argumennya yaitu gerak (adanya Penggerak), Sebab-akibat (adanya sebab
pertama yang melakukan), Ada dan tiada (semua makhluk ciptaanya bergerak mulai
ada – berkembang – sampai menuju kerusakan, ketiadaan. Yang ada cuma Allah,
awal dan akhir), kelas kualitas (semua kebaikan pasti ada sumbernya yaitu tidak
lain sumber kebaikan adalah Allah), dan Keteraturan perencanaan (tidak ada
makhluk ciptaanNya yang bisa merencanakan dan membuat sesempurna ciptanNya).
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. Saya
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena
sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari
saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk
memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
referensi pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Zainal Abidin, Pengantar
Filsafat Barat, (Jakarta : Rajawali Pers : 2011), cet. 1
Asmoro Achmadi,
Filsafat Umum, (Jakarta : Rajawali Pers : 2011), cet. 12
Harun Hadiwijono,
Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta : Penerbit Kanisus : 1985),
cet. 3
Robert C.Solomon,
Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, diterjemah Saut Pasaribu
(Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya : 2002)
Sudarsono, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta : 1993)
Ahmad Tafsir, Filsafat
Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, (Bandung : PT. Remaja
Rosdakarya : 2003), cet. 12
[1]
Ahmad Tafsir, Filsafat Umum Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra,
(Bandung : PT. Remaja Rosdakarya : 2003), cet. 12, hlm. 97-98
[2]
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Jakarta : Rajawali Pers : 2011), cet.
12, hlm. 72-73
[3] Istilah Patristik berasal dari kata latin Pater atau bapak, yang
artinya para pemimpin gereja. Para pemimpin gereja ini dipilih dari golongan
atas atau golongan ahli pikir. Dari golongan ahli pikir inilah menimbulkan
sikap yang beragam pemikirannya. Mereka ada yang menolak filsafat Yunani dan
ada yang menerimanya. Lihat Ibid. Asmoro Achmadi, hlm. 68
[4]
Roma dirampok oleh Kaum Visigot di bawah Alarik I (tahun 410) sehingga kota
tersebut kehilangan artinya dan menderita berat dalam perang terhadap
orang-orang Germania dan Byzantium (Kekaisaran Romawi Lenyap)
[5] Ia
menyerbu Italia untuk membantu Paus (tahun 800) – Paus Leo III dinobatkan
sebagai Kaisar di Roma.
[6]
Karya-karya Albertus Magnus yang terbit pada tahun 1951 di Lyon terdiri atas 21
Jilid. Sebuah di antaranya adalah komentarnya terhadap Aristoteles, sehingga ia
dianggap sebagai pelopor yang membawa filsafat Aristoteles ke dalam agama
Kristen Katolik. Albertus Magnus menyebut Aristoteles sebagai orang yang
sempurna (the perfect). Filsafat moralnya berdasarkan pada tiga hal : kesatuan,
cinta, dan harapan.
[8] Ibid,
Asmoro Achmadi, hlm. 77
[9] Op.Cit,
Ahmad Tafsir, hlm. 98
[10] Op.Cit,
Asmoro Achmadi, hlm. 78
[11]
Robert C. Solomon, Kathleen M. Higgins, Sejarah Filsafat, diterjemah
Saut Pasaribu (Yogyakarta : Yayasan Bentang Budaya : 2002), hlm.289
[12]
Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 1, (Yogyakarta : Penerbit
Kanisus : 1985), cet. 3, hlm. 104-105
[13] Op.Cit,
Asmoro Achmadi, hlm. 78-79
[14] Op.Cit,
Robert C. Solomon, hlm. 291
[15]
Zainal Abidin, Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta : Rajawali Pers :
2011), cet. 1, 108-110
[16]
Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta :
1993), hlm. 134
[17] Op.Cit,
Ahmad Tafsir, hlm. 100-101
No comments:
Post a Comment