HUKUM PIDANA ISLAM
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqh
Dosen Pengampu : Dr. Muhyar Fanani, M.A
Di susun oleh :
LUKMAN HAKIM (124411026)
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.
PENDAHULUAN
Islam mengajarkan tentang Rohmatan Lil ‘Alamin yang bersifat
universal dan juga menjunjung tinggi harkat martabat manusia. Islam tidak
pernah memandang sebelah mata atau berat sebelah, semua diperlakukan sama dan
itulah yang disebut dengan adil. Orang yang memeluk agama Islam wajib
melaksanakan semua yang diperintahNya dan menjauhi semua yang dilaranganNya,
jika dipenuhi maka mendapat pahala dan jika tidak dipenuhi maka akan mendapat
siksa.
Dan jika seseorang melakukan pelanggaran, penganiayaan, dan hal-hal
negatif yang merugikan terhadap orang lain atau diri sendiri karena melanggar
aturan Allah, maka akan dikenakan hudud, atau qishos/balasan, atau diyat, atau
tak’dzir. Semua permasalahan itu sudah terangkum dalam Al-Qur’an, Hadits,
Ar-Ra’yu. Dan permasalahan itu dinamakan Hukum Islam dan kita akan sama-sama belajar
di makalah ini dan terfokuskan dalam pembahasan Hukum Pidana Islam.
II.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian Hukum Pidana Islam?
2.
Apa dasar Hukum Pidana Islam?
3.
Bagaimana ruang lingkup Hukum Pidana Islam?
III.
PEMBAHASAN
1.
Pengertian Hukum pidana Islam
Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah.
Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat
dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang
terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits. Tindakan criminal yang dimaksud adalah
tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan
melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung
kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat
yang dimaksud, secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia
untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan Allah
sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada
pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban memenuhi perintah
Allah. Perintah Allah dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan
orang lain.[1]
2.
Dasar Hukum Pidana Islam
Sumber hukum tujuan Islam bertujuan untuk memahami sumber nilai
ajaran Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang harus ditaatinya.
Dan sistematis dan urutannya adalah sbb:
1.
Al-Qur’an
Al-Qur’an
adalah sumber ajaran Islam yang pertama, memuat kumpulan wahyu-wahyu Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Di antara kandungan isinya ialah
peraturan-peraturan hidup untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya
dengan Allah, hubungannya dengan perkembangan dirinya, hubungan dengan sesama
manusia, dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya. Serta menjelaskan
tentang ancaman/hukuman bagi hambanya yang melanggar ketentuannya.[2]
Pada garis
besarnya hukum Al-Qur’an itu ada dua macam. Pertama hukum-hukum yang
berhubungan dengan kepercayaan dan peribadatan sebagai penegak agama. Kedua,
hukum-hukum yang berhubungan dengan kenegaraan kemasyarakatan dan perhubungan
antar sesamanya, seperti pidana, perdata, keluarga kenegaraan, hubungan
internasional dam lain-lain.[3]
2.
Sunnah / Hadits Nabi
Sunnah
merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, karena hal-hal yang diungkapkan oleh
Al-Qur’an yang bersifat umum atau memerlukan penjelas, maka Nabi Muhammad SAW.
menjelaskan melalui sunnah. Sunnah adalah perbuatan, perkataan, perizinan Nabi
Muhammad SAW.
3.
Ar-Ra’yu
Ar-Ra’yu atau
penalaran adalah sumber ajaran Islam yang ketiga. Penggunakan akal (penalaran)
manusia dalam menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah yang bersifat
umum. Hal itu dilakukan oleh ahli hukum Islam karena memerlukan penalaran
manusia. Oleh karena itu, Ar’Ra’yu mengandung beberapa pengertian di antaranya.
ü Ijma’
Ijma’ adalah kebulatan pendapat fuqaha mujtahidin pada suatu masa
atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad SAW.
ü Ijtihad
Ijtihad adalah perincian ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an
dan Al-Hadits yang bersifat umum. Orang yang melakukan perincian disebut
Mujtahid.
ü Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada
ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya.
ü Istihsan
Istihsan adalah mengecualikan hukum suatu peristiwa dari hukum
peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang
lain yang sejenisnya. Pengecualian dimaksud dilakukan karena dasar yang kuat.
Hematnya Istihsan adalah menganggap baik sesuatu dengan alasan yang kuat.
ü Maslahat
Mursalah
Ialah penetapan hukum berdasarkan kemaslhatan (kebaikan,
kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan umum maupun
ketentuan khusus.
ü Saddu Zari’ah
Ialah menghambat/menutup sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk
menolak kerusakan. Sebagai contoh, melarang orang meminum seteguk minuman
memabukkan (padahal seteguk itu tidak memabukkan) untuk menutupi jalan samapi
kepada meminum yang banyak
ü Urf
Adalah kebiasan yang sudah turun-temurun tetapi tidak bertentangan
dengan ajaran Islam.[4]
Diantara sumber-sumber hukum tersebut diatas hanya Al-Qur’an dan
Hadits yang berisi aturan-aturan asasi bersifat umum (kulli), sedang
sumber-sumber hukum yang lain lebih sesuai jika dikatakan hanya sebagai cara
mengambil hukum dari Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan diantara kedua sumber hukum
ini hanya Al-Qur’an yang menjadi sumber hukum pokok, sedang Hadits hanya
penjelas terhadap maksud-maksud Al-Qur’an dan mengatur hal-hal yang tidak
diterangkan oleh Al-Qur’an. Oleh karena itu, tidak mungkin Hadits menentang
kepada Al-Qur’an, lebih-lebih sumber hukum yang lain.[5]
3.
Runag lingkup Hukum Pidana Islam
Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian, perzinaan
(termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang yang baik-baik berbuat zina
(al-qadzaf), meminum minuman memabukkan (khamar), menuduh dan/atau melukai
seseorang, pencurian, merusak harta seseorang, malukan gerakan-gerakan
kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan dimaksud adalah jarimah (kejahatan). Jarimah ada
tiga yaitu sbb:
§ Jarimah Hudud
Kata hudud (berasal dari bahasa Arab) adalah jamak dari kata “Hadd”
yang berarti pencegah, pengekangan atau larangan, dan karenanya ia merupakan
suatu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau undang-undang dari
Allah berkenaan dengan hal-hal ya boleh (halal) dan terlarang (haram).
Hudud Allah ini terbagi pada dua kategori. Pertama, peraturan yang
menjelaskan kepada manusia berhubungan dengan makanan, minuman, perkawinan,
perceraian, dan lain-lain yang diperbolehkan dan yang dilarang. Kedua,
hukuman-hukuman yang ditetapkan atau diputuskan agar dikenakan kepada seseorang
yang melakukan hal yang terlarang untuk dikerjakan. [6]
Had dalam pembahasan fiqih (hukum islam) adalah ketentuan tentang
sanksi terhadap pelaku kejahatan, berupa siksaan fisik atau moral; sedangkam
menurut syariat Islam, yaitu ketetapan Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an,
dan/atau kenyataan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. tindak kejahatan
dimaksud, baik dilakukan oleh seseorang atau kelompok, sengaja atau tidak
sengaja, dalam istilah fiqih disebut jarimah. Jarimah hudud adalah tindak
kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih seorang yang menjadikan
pelakunya dikenakan sanksi had.[7]
Menurut Imam Hanafi Jarimah hudud itu ada 5 yaitu : zina, qodzaf
(menuduh zina), syirqoh (pencurian), asyribah (minuman keras), dan khirobah
(penyamunan/perampok). Sedangkan menurut Imam Syafi’I jarimah hudud ada 7,
yaitu selain yang tersebut diatas ditambah riddah (murtad), dan baghyu
(pemberontakan).[8]
ü Zina
Hukuman untuk zina ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hukuman
bagi pelaku ina yang belum menikah (ghoiru muhsan) didasarkan pada ayat
Al-Qur’an Surat An-Nur : 2, yaitu :
èpuÏR#¨9$#
ÎT#¨9$#ur
(#rà$Î#ô_$$sù
¨@ä.
7Ïnºur
$yJåk÷]ÏiB
sps($ÏB
;ot$ù#y_
(
wur
/ä.õè{ù's?
$yJÍkÍ5
×psùù&u
Îû
ÈûïÏ
«!$#
bÎ)
÷LäêZä.
tbqãZÏB÷sè?
«!$$Î/
ÏQöquø9$#ur
ÌÅzFy$#
(
ôpkô¶uø9ur
$yJåku5#xtã
×pxÿͬ!$sÛ
z`ÏiB
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
ÇËÈ
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Sedangkan bagi orang yang sudah menikah
(muhsan) hukum nya menurut para ahli Hukum Islam adalah rajam (dilempari batu)
sampai mati. Hukuman ini didasarkan pada hadits Nabi SAW.
“Terimalah
dariku ! Terimalah dariku ! Terimalah dariku ! Allah telah member jalan kepada
mereka. Bujangan yang berzina dengan bujangan dijilid seratus kali dan
diasingkan selama satu tahun, dan orang yang telah kawin yang berzina didera
seratus kali dan dirajam dengan batu.” (HR. Muslim dari ‘Ubadah bin
Shamit).
ü
Qadzaf (menuduh palsu zina)
Dalam Islam, kehormatan merupakan
satu hak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, tuduhan ina yang tidak terbukti
dianggap sengat berbahaya dalam masyarakat. [9]
Menurut ilmu bahasa qadzaf berarti melempar, sedangkan menurut istilah ialah
menuduh orang baik-baik berbuat zina secara terang-terangan. Perbuatan itu
termasuk dosa besar. Perbuatan qodzaf sebagai delik terdapat dalam ketentuan
QS. An-Nur : 4 sebagai berikut :
tûïÏ%©!$#ur
tbqãBöt
ÏM»oY|ÁósßJø9$#
§NèO
óOs9
(#qè?ù't
Ïpyèt/ör'Î/
uä!#ypkà
óOèdrßÎ=ô_$$sù
tûüÏZ»uKrO
Zot$ù#y_
wur
(#qè=t7ø)s?
öNçlm;
¸oy»pky
#Yt/r&
4
y7Í´¯»s9'ré&ur
ãNèd
tbqà)Å¡»xÿø9$#
ÇÍÈ
“Dan
orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu)
delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat
selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
Para ulama’ sepakat bahwa pelaku
delik qodzaf yang diterapi hukuman ini adalah orang mukalaf, baik laki-laki
maupun perempuan. Hukuman dera bagi qodzif ini menjadi gugur kalu sitertuduh
benar-benar telah melakukan zina; atau sitertuduh telah mengakui sendiri, atau
sitertuduh memaafkan sipenuduh.[10]
ü
Sariqoh (pencurian)
Ketentuan delik sariqoh ini ditetapkan dalam QS. Al-Maidah : 38
sebagai berikut :
ä-Í$¡¡9$#ur
èps%Í$¡¡9$#ur
(#þqãèsÜø%$$sù
$yJßgtÏ÷r&
Lä!#ty_
$yJÎ/
$t7|¡x.
Wx»s3tR
z`ÏiB
«!$#
3
ª!$#ur
îÍtã
ÒOÅ3ym
ÇÌÑÈ
“Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Mengenai kadar nilai barang yang
dicuri (nisab) menurut Imam Syaukani terdapat beberapa pendapat. Ada yang
berpendapat dua dirham; 5 dirham; 10 dirham; ¼ dinar; 1 dinar; ada juga yang
berpendapat 4 dinar. Menurut ijma’ ulama nisab pencurian itu sebanyak : 53, 76
gram perak.
Para ulama telah sepakat bahwa
hukuman pada pencurian pertama dipotong pergelangan tangan sebelah kanan. Kemudian
jika kedua kalinya mencuri lagi dipotong kaki kiri, ketiga kali tangan kiri,
dan yang keempat kaki kanan. Kalu masih
mencuri lagi di ta’zir (kurung).[11]
ü
Minuman yang memabukkan (Asyribah)
Nama yang diberikan kepada delik ini
bermacam-macam. Buchori memberikan nama syarbul chomri (peminum anggur).
Larangan meminum minuman memabukkan didasarkan QS. Al-Maidah : 90
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä
$yJ¯RÎ)
ãôJsø:$#
çÅ£øyJø9$#ur
Ü>$|ÁRF{$#ur
ãN»s9øF{$#ur
Ó§ô_Í
ô`ÏiB
È@yJtã
Ç`»sÜø¤±9$#
çnqç7Ï^tGô_$$sù
öNä3ª=yès9
tbqßsÎ=øÿè?
ÇÒÉÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Al-Qur’an tidak menegaskan hukuman
bagi pelakunya. Hal itu diletakkan oleh Nabi yang melalui sunnah fi’liyahnya
diketahui bahwa hukuman dari jarimah ini adalah 40 kali dera. Abu Bakar
mengikuti jejak ini. Tetapi, Umar ibnul Khaththab menjatuhkan 80 kali dera.
Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sanksi memunum khamr adalah 80 kali
dera, sedangkan Imam Syafi’I adalah 40 dera, tetapi ia kemudian menambahkan
bahwa Imam boleh menambah menjadi 80 kali dera. Jadi yang 40 kali adalah
hukuman had, sedangkan sisanya adalah hukuman ta’zir.[12]
ü
Al-Hirabah (Perampok/Pengacau
Keamanan)
Hukuman bagi jarimah ini
ditegaskan dalam ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah : 33
$yJ¯RÎ)
(#ätÂty_
tûïÏ%©!$#
tbqç/Í$ptä
©!$#
¼ã&s!qßuur
tböqyèó¡tur
Îû
ÇÚöF{$#
#·$|¡sù
br&
(#þqè=Gs)ã
÷rr&
(#þqç6¯=|Áã
÷rr&
yì©Üs)è?
óOÎgÏ÷r&
Nßgè=ã_ör&ur
ô`ÏiB
A#»n=Åz
÷rr&
(#öqxÿYã
ÆÏB
ÇÚöF{$#
4
Ï9ºs
óOßgs9
Ó÷Åz
Îû
$u÷R9$#
(
óOßgs9ur
Îû
ÍotÅzFy$#
ë>#xtã
íOÏàtã
ÇÌÌÈ
“Sesungguhnya
pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat
kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong
tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat
kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka
didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,”
Sanksi bagi perampok adalah bila
hanya mengambil harta dengan paksa dan tidak membunuh, maka sanksinya adalah
potong tangan dan kaki secara bersilang. Bila hanya membunuh, tidak mengambil
harta, maka sanksinya hukuman mati.
Menurut Imam Malik, sanksi hirabah
ini diserahkan kepada Imam untuk memilih salah satu hukuman yang tercantum
dalam ayat di atas sesuai dengan kemaslahatan. Menurut Imam Syafi’I, Imam
Ahmad, dan Imam Zaidiyah bagi pelaku yang mengambil harta dan membunuh maka
hukumannya adalah dihukum mati lalu disalib. Sedangkan menurut Imam Abu
Hanifah, keputusan ditentukan oleh Ulil Amril, sesuai dengan ayat tersebut.[13]
ü
Ar-Riddah (Murtad)
Nash yang berkaitan dengan murtad
ini dalam Al-Qur’an adalh QS. Al-Baqarah : 217
`tBur
÷Ïs?öt
öNä3ZÏB
`tã
¾ÏmÏZÏ
ôMßJusù
uqèdur
ÖÏù%2
y7Í´¯»s9'ré'sù
ôMsÜÎ7ym
óOßgè=»yJôãr&
Îû
$u÷R9$#
ÍotÅzFy$#ur
(
y7Í´¯»s9'ré&ur
Ü=»ysô¹r&
Í$¨Z9$#
(
öNèd
$ygÏù
crà$Î#»yz
ÇËÊÐÈ
“Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka
mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah
penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Dalam satu hadits Nabi SAW.
menyatakan bahwa : “Tidak diijinkan menghilangkan nyawa seorang Muslim yang
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa aku adalah utusan-Nya,
kecuali dalam tiga perkara : orang yang sudah menikah yang berzina, jiwa dengan
jiwa, dan orang yang keluar dari agamanya (Islam) ….” Dalam hadits lain
diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “barangsiapa mengganti
agamanya, maka bunuhlah ia.” (HR. Bukhori dari Ibnu Abbas)[14]
ü Al-Baghy
(Pemberontakan)
Larangan sekaligus ancaman hukuman bagi perbuatan ini dinyatakan
dalam Al-Qur’an surat al-Hujarat : 9 – 10
bÎ)ur
Èb$tGxÿͬ!$sÛ
z`ÏB
tûüÏZÏB÷sßJø9$#
(#qè=tGtGø%$#
(#qßsÎ=ô¹r'sù
$yJåks]÷t/
(
.bÎ*sù
ôMtót/
$yJßg1y÷nÎ)
n?tã
3t÷zW{$#
(#qè=ÏG»s)sù
ÓÉL©9$#
ÓÈöö7s?
4Ó®Lym
uäþÅ"s?
#n<Î)
ÌøBr&
«!$#
4
bÎ*sù
ôNuä!$sù
(#qßsÎ=ô¹r'sù
$yJåks]÷t/
ÉAôyèø9$$Î/
(#þqäÜÅ¡ø%r&ur
(
¨bÎ)
©!$#
=Ïtä
úüÏÜÅ¡ø)ßJø9$#
ÇÒÈ $yJ¯RÎ)
tbqãZÏB÷sßJø9$#
×ouq÷zÎ)
(#qßsÎ=ô¹r'sù
tû÷üt/
ö/ä3÷uqyzr&
4
(#qà)¨?$#ur
©!$#
÷/ä3ª=yès9
tbqçHxqöè?
ÇÊÉÈ
“Dan
kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap
yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut
kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya
menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang Berlaku adil.”
“Orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat
rahmat.”
Sedangkan dalam Hadits dinyatakan : “Barang
siapa mendatangimu sedang urusanmu berada pada tangan seorang pemimpin untuk
mengoyak kekuatanmu atau memecahbelah jamaahmu, maka bunuhlah ia” (HR.
Muslim dari Urfa’iah Ibn Syuriah)
Ulama Syafi’iyah berkata, “Pemberontakan adalah orang-orang Muslim
yang menyalahi Imam dengan cara tidak menaatinya dan melepaskan diri darinya
atau menolak kewajiban dengan memiliki kekuatan, memiliki argumentasi, dan
memiliki pemimpin.”[15]
§ Jarimah Qishash-diyat
Kata Qashash berasal dari kata Arab “Qaseha” berarti dia
memutuskan, atau dia mengikuti jejak buruannya, dan karenanya ia bermakna
sebagai Hukum Balas (yang Adil) atau pembalas yang sama atas pembunuhan yang
telah dilakukan. Perlakuan terhadap si pembunuh harus sama dengan tindakannya
yang mengerikan itu, yaitu nyawanya sendiri harus direnggut persis seperti dia
mencabut nyawa korbannya. Namun ini tidak berarti bahwa dia juga harus dibunuh
dengan alat atau senjata yang sama.[16] Dan
bisa dipahami pulamperumusan hukum qishosh ialah : akibat sama yang dikenakan
kepada orang yang menghilangkan nyawa atau anggota badan atau menghilangkan
kegunaannya atau melukai orang lain seperti apa yang mereka perbuatnya.[17]
Dalam hukum pidana Islam, yang termasuk dalam jarimah qishash-diyat
ini adalah (1) pembunuhan dengan sengaja; (2) pembunuhan semi sengaja (3)
menyebabkan matinya orang karena kealpaan (kesalahan); (4) penganiayaan (dengan
sengaja); dan (5) menyebabkan orang luka karena kealpaan (kesalahan).
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan
antara lain :
$tBur
c%x.
?`ÏB÷sßJÏ9
br&
@çFø)t
$·ZÏB÷sãB
wÎ)
$\«sÜyz
4
`tBur
@tFs%
$·YÏB÷sãB
$\«sÜyz
ãÌóstGsù
7pt7s%u
7poYÏB÷sB
×ptÏur
îpyJ¯=|¡B
#n<Î)
ÿ¾Ï&Î#÷dr&
HwÎ)
br&
(#qè%£¢Át
4
bÎ*sù
c%x.
`ÏB
BQöqs%
5irßtã
öNä3©9
uqèdur
ÑÆÏB÷sãB
ãÌóstGsù
7pt6s%u
7poYÏB÷sB
(
bÎ)ur
c%2
`ÏB
¤Qöqs%
öNà6oY÷t/
OßgoY÷t/ur
×,»sVÏiB
×ptÏsù
îpyJ¯=|¡B
#n<Î)
¾Ï&Î#÷dr&
ãÌøtrBur
7pt6s%u
7poYÏB÷sB
(
`yJsù
öN©9
ôÉft
ãP$uÅÁsù
Èûøïtôgx©
Èû÷üyèÎ/$tFtFãB
Zpt/öqs?
z`ÏiB
«!$#
3
c%x.ur
ª!$#
$¸JÎ=tã
$VJÅ6ym
ÇÒËÈ `tBur
ö@çFø)t
$YYÏB÷sãB
#YÏdJyètGB
¼çnät!#tyfsù
ÞO¨Yygy_
#V$Î#»yz
$pkÏù
|=ÅÒxîur
ª!$#
Ïmøn=tã
¼çmuZyès9ur
£tãr&ur
¼çms9
$¹/#xtã
$VJÏàtã
ÇÒÌÈ
“Dan
tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta
membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali
jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum
(kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah
si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh)
serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak
memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan
berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
“Dan
Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah
Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya
serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa’ : 92-93)
$pkr'¯»t
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
|=ÏGä.
ãNä3øn=tæ
ÞÉ$|ÁÉ)ø9$#
Îû
n=÷Fs)ø9$#
(
çtø:$#
Ìhçtø:$$Î/
ßö6yèø9$#ur
Ïö7yèø9$$Î/
4Ós\RW{$#ur
4Ós\RW{$$Î/
4
ô`yJsù
uÅ"ãã
¼ã&s!
ô`ÏB
ÏmÅzr&
ÖäóÓx«
7í$t6Ïo?$$sù
Å$rã÷èyJø9$$Î/
íä!#yr&ur
Ïmøs9Î)
9`»|¡ômÎ*Î/
3
y7Ï9ºs
×#ÏÿørB
`ÏiB
öNä3În/§
×pyJômuur
3
Ç`yJsù
3ytGôã$#
y֏t/
y7Ï9ºs
¼ã&s#sù
ë>#xtã
ÒOÏ9r&
ÇÊÐÑÈ
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba,
dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari
saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan
cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya
siksa yang sangat pedih” (Al-Baqarah : 178)[18]
Diat berarti denda dalam bentuk
benda atau harta berdasarkan ketentuan yang harus dibayar oleh pelaku pidana
kepada pihak korban sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya. [19]
Ø
Pembunuhan
Menurut para Ulama Hanafiyah,
Syafi’iyah, dan hambali membagi pembunuhan menjadi tiga macam, yaitu :
a.
Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd)
Yaitu suatu perbuatan penganiayaan
terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.
Unsur-unsurnya adalah (1) korban
adalah orang yang hidup; (2) perbuatan si pelaku mengakibatkan kematian korban;
dan (3) niat bagi sipelaku untuk menghilangkan nyawa korban. Serta, dengan alat
yang biasanya membunuh. Contoh pembunuhan ini adalah mencekik, menenggelamkan,
menusuk pakai pisau, mengurung tak memberi makan, menembak dengan pistol, dll.
Sanksinya ada beberapa jenis, keluarga
korban dapat memilih yaitu (1) hukuman pokok (qishash). (2) diyat, yaitu
pembunuhan harus membayar denda sejumlah 100 ekor unta, atau 200 ekor sapi atau
1.000 ekor kambing, atau bentuk lain seperti uang senilai harganya. Dan menurut
Imam Syafi’I diyat ini adalah diyat yang berak, yaitu 100 ekor unta, 30 ekor
unta hiqqoh (3 th), 30 ekor unta jaza’ah (4 th). Dan 40 ekor unta khalifah (7
th unta bunting). (3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat
atau tanpa syarat.
b.
Pembunuhan semi sengaja (qatl
syibh al-‘amd)
Yaitu perbuatan penganiayaan
terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi mengakibatkan
kematian.
Unsurnya adalah (1) pelaku melakukan
perbuatan yang mengakibatkan kematian; (2) ada maksud penganiayaan atau
permusuhan (jadi bukan niat membunuh); dan (3) ada hubungan sebab akibat antara
perbuatan pelaku dengan kematian korban.
Sanksi hukumnya adalah, diyat,
berdasarkan hadits Rasul diriwayatkan oleh Ibnu Umar sebagai berikut : “Bahwasannya
dalam hal terbunuh secara sengaja yang keliru dengan cemeti atau tongkat, ganti
ruginya 100 ekor unta yang diberikan (mughladhoh), diantaranya 40 ekor bunting.”.
Dan menurut Imam Syafi’I diyat ini adalah diyat yang berak, yaitu 100 ekor
unta, 30 ekor unta hiqqoh (3 th), 30 ekor unta jaza’ah (4 th). Dan 40 ekor unta
khalifah (7 th unta bunting). dan kaffarat (memerdekakan budak mukmin),
sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahannya
adalah terhalang menerima warisan dan wasiat.
c.
Pembunuhan karena kesalahan (qatl
al-khata’)
Yaitu pembunuhan yang disebabkan
salah dalam perbuatan, salah dalam maksud, dan kelalaian. Misalnya seorang
pemburu menembak rusa akan tetapi kena manusia yang kebetulan berada dibalik
pohon.
Unsurnya adalah (1) adanya
perbuatan yang menyebabkan kematian; (2)
terjadinya perbuatan itu karena kesalahan; dan (3) adanya hubungan sebab akibat
antara perbuatan kesalahan dan kematian korban.
Sanksinya adalah keluarga korban
diberikan pilihan, yaitu (1) pelaku membayar diyat; Dan menurut Imam Syafi’I
diyat ini adalah diyat yang ringan, yaitu 100 ekor unta, 20 ekor unta betina (1
th), 20 ekor unta jantan (2 th). 20 ekor unta betina (2 th), 20 ekor unta
betina (3 th), dan 20 ekor unta betina (4 th); (2) membayar kifarah
(memerdekakan budak mukmin); (3) jika tidak mampu maka pelaku pembunuhan diberi
hukuman moral, yaitu berpuasa selama dua bulan berturut-turut. (4) pencabutan
hak waris, dan menerima wasiat.[20]
Ø
Pencederaan
Adalah perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau mencederai orang
lain. Ini tercantum dalam QS. Maidah : 45 sebagai berikut:
$oYö;tFx.ur
öNÍkön=tã
!$pkÏù
¨br&
}§øÿ¨Z9$#
ħøÿ¨Z9$$Î/
ú÷üyèø9$#ur
Èû÷üyèø9$$Î/
y#RF{$#ur
É#RF{$$Î/
cèW{$#ur
ÈbèW{$$Î/
£`Åb¡9$#ur
Çd`Åb¡9$$Î/
yyrãàfø9$#ur
ÒÉ$|ÁÏ%
4
`yJsù
X£|Ás?
¾ÏmÎ/
uqßgsù
×ou$¤ÿ2
¼ã&©!
4
`tBur
óO©9
Nà6øts
!$yJÎ/
tAtRr&
ª!$#
y7Í´¯»s9'ré'sù
ãNèd
tbqßJÎ=»©à9$#
ÇÍÎÈ
“Dan
Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa
(dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan
telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang
melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa
baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan
Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”[21]
Dan dalil hadits riwayat dari Amri
Ibn. Hazam bahwa Rasulullah SAW. telah mengirim surat kepada ahli Yaman yang
bunyinya sebagai berikut : Dari Nabi Muhammad kepada Syarjil Ibn. Abdi Kilal,
dan Na’im ibn. Abdi Kilal, dan Harits ibn. Abdi Kilal, yang mempunyai rakyat,
adapun kemudian,
“Bahwasannya
siapa yang terbukti membunuh seorang mukmin secara tidak bersebab maka baginya
qowad, kecuali wali-wali terbunuh merelakannya; dan bahwasannya pada jiwa satu
diyat, seratus ekor unta. Dan pada hidung jika sampai rumpung satu diyat; pada
kedua mata satu diyat; pada lidah satu diyat; pada kedua bibir satu diyat; pada
kemaluan satu diyat; pada kedua buah pelis satu diyat; pada tulang belakang
satu diyat; pada sebuah kaki setengah diyat; pada makmumah (luka sampai kulit
tengkorak) sepertiga diyat; pada jaifah (pelukaan rongga badan) sepertiga
diyat; pada munaqilah (tulang melesat) 15 ekor unta; pada mudhihah (luka sampai
tulang) 5 ekor unta; dan bahwasannya laki-laki dibunuh karena perempuan, dan
menuntut ahli emas 100 dinar.”[22]
§
Jarimah Ta’dzir
Ta’dzir secara harfiah berarti
menghinakan pelaku criminal karena tindak pidananya yang memalukan.
Dalam ta’dzir, hukuman itu tidak
ditetapkan dengan ketentuan (dari Allah dan rasul-Nya), dan Qodhi diperkenankan
untuk mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya.
Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan untuk di pertimbangkan baik bentuk hukuman
yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan ini
diberikan dengan pertimbangan khusus tentang berbagai factor yang mempengaruhi
perubahan social dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan pada
keaneragaman metode yang dipergunakan pengadilan ataupun jenis tindak pidana
yang dapat ditunjukan dalam undang-undang.
Tatanan umum hukum pidana kaum
Muslimin (Al-Siyasati Al-Shara’i) masa kini didasarkan pada prinsip-prinsip
Ta’dzirani. Dengan kata lain, Ta’dzirat membentuk pertimbangan hukuman yang
dikenakan oleh Hakim itu sendiri, baik untuk pelanggaran yang hukumannya tidak
ditentukan, ataupun bagi prasangka yang dilakukan terhadap tetangga seseorang.
Hukuman itu dapat berupa cambukan, kurungan penjara, denda, peringatan, dll.
Ringkasnya, “Ta’dzir” dapat didefinisikan sebagai berikut : “Hukuman yang
memdidik karena pelanggaran (dosa yang dilakukan) (namun) tak ada ketetapan
Hadd, ataupun kaffarah di dalamnya.”[23]
IV.
SIMPULAN
Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah.
Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau
perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat
dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang
terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.
Sedangkan sumber hukum pidanan Islam yaitu Al-Qur’an, Hadits, dan
Ar-Ra’yu (Ijma’, Ijtihad, Qiyas, Istihsan, Maslahat Mursalah, Saddu Zari’ah,
Urf).
Kejahatan/jarimah dalam islam terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.
Jarimah Hudud (hukuman)
Menurut Imam Syafi’i hudud itu ada 7 yaitu : zina, qodzaf (menuduh
zina), syirqoh (pencurian), asyribah (minuman keras), dan khirobah (penyamunan /
perampok), riddah (murtad), dan baghyu (pemberontakan).
2.
Jarimah Qishash-diyat (hukum balas-denda)
Meliputi pembunuhan (Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), Pembunuhan semi sengaja (qatl
syibh al-‘amd), Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata’)) dan pencederaan.
3.
Jarimah tak’dzir
V.
PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. Saya
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena
sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari
saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk
memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah
referensi pengetahuan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Zainuddin Ali, Hukum Pidana islam, (Jakarta : Sinar Grafika
: 2009) cet. 2
Santoso Topo, Membumikan hukum
Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani Press : 2003)
Marsuni, Jinayat (Hukum Pidana
Islam), (Yogyakarta : Perpustakaan Fak. Hukum UII Yogyakarta : 1991) cet.2
Rahman Abdur, Tindak Pidana dalam
Syariat Islam (Jakarta : PT. Rineka Cipta : 1992)
[1]
Zainuddin Ali, Hukum Pidana islam, (Jakarta : Sinar Grafika : 2009) cet.
2, hlm. 1
[2] Ibid,
Zainuddin Ali, hlm. 15
[3]
Marsuni, Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta : Perpustakaan Fak.
Hukum UII Yogyakarta : 1991) cet.2, hlm. 15
[4] Op.Cit,
Zainuddin Ali, hlm. 16-17
[5] Op.Cit,
Marsuni, hlm. 14
[6]
Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta : PT. Rineka
Cipta : 1992), hlm. 6
[7] Op.Cit,
Zainuddin Ali, hlm. 9-10
[8]
Op.Cit, Mursuni, hlm. 86
[9]
Topo Santoso, Membumikan hukum Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani
Press : 2003) hlm. 23-25
[10] Op.Cit,
Marsuni, hlm. 92-93
[11] Ibid.
Marsuni, 94-97
[12] Op.Cit,
Topo Santoso, hlm. 27-28
[13] Ibid.
Topo Santoso, hlm. 29-30
[14] Ibid,
Topo Santoso, hlm. 31
[15] Ibid,
Topo Santoso, hlm. 33
[16] Op.Cit,
Abdur rahman I Doi, hlm. 24
[17] Op.Cit,
Marsuni, hlm. 114
[18] Op.Cit,
Topo Santoso, hlm. 34-35
[19] Op.Cit,
Zainuddin Ali, hlm. 11
[20] Op.Cit,
Topo Santoso, hlm. 36-38, lihat juga Op.Cit, Zainuddin Ali, hlm. 35, dan
Op.Cit, 120-128
[21] Ibid,
Zainuddin Ali, hlm. 33
[22] Op.Cit,
Marsuni, hlm. 135
[23] Op.Cit,
Abdur Rahman I Doi, hlm. 14-15
No comments:
Post a Comment