HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Wednesday, November 27, 2013

HUKUM PIDANA ISLAM

HUKUM PIDANA ISLAM

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Fiqh
Dosen Pengampu : Dr. Muhyar Fanani, M.A





                                                                 



Di susun oleh :
LUKMAN HAKIM                 (124411026)
         
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I.          PENDAHULUAN
Islam mengajarkan tentang Rohmatan Lil ‘Alamin yang bersifat universal dan juga menjunjung tinggi harkat martabat manusia. Islam tidak pernah memandang sebelah mata atau berat sebelah, semua diperlakukan sama dan itulah yang disebut dengan adil. Orang yang memeluk agama Islam wajib melaksanakan semua yang diperintahNya dan menjauhi semua yang dilaranganNya, jika dipenuhi maka mendapat pahala dan jika tidak dipenuhi maka akan mendapat siksa.
Dan jika seseorang melakukan pelanggaran, penganiayaan, dan hal-hal negatif yang merugikan terhadap orang lain atau diri sendiri karena melanggar aturan Allah, maka akan dikenakan hudud, atau qishos/balasan, atau diyat, atau tak’dzir. Semua permasalahan itu sudah terangkum dalam Al-Qur’an, Hadits, Ar-Ra’yu. Dan permasalahan itu dinamakan Hukum Islam dan kita akan sama-sama belajar di makalah ini dan terfokuskan dalam pembahasan Hukum Pidana Islam.

II.       RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian Hukum Pidana Islam?
2.      Apa dasar Hukum Pidana Islam?
3.      Bagaimana ruang lingkup Hukum Pidana Islam?

III.    PEMBAHASAN
1.      Pengertian Hukum pidana Islam
Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits. Tindakan criminal yang dimaksud adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits.
Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Syariat yang dimaksud, secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksanakannya. Konsep kewajiban asasi syariat, yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana yang berkewajiban memenuhi perintah Allah. Perintah Allah dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.[1]


2.      Dasar Hukum Pidana Islam
Sumber hukum tujuan Islam bertujuan untuk memahami sumber nilai ajaran Islam yang dijadikan petunjuk kehidupan manusia yang harus ditaatinya. Dan sistematis dan urutannya adalah sbb:
1.      Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah sumber ajaran Islam yang pertama, memuat kumpulan wahyu-wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. Di antara kandungan isinya ialah peraturan-peraturan hidup untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah, hubungannya dengan perkembangan dirinya, hubungan dengan sesama manusia, dan hubungannya dengan alam beserta makhluk lainnya. Serta menjelaskan tentang ancaman/hukuman bagi hambanya yang melanggar ketentuannya.[2]
Pada garis besarnya hukum Al-Qur’an itu ada dua macam. Pertama hukum-hukum yang berhubungan dengan kepercayaan dan peribadatan sebagai penegak agama. Kedua, hukum-hukum yang berhubungan dengan kenegaraan kemasyarakatan dan perhubungan antar sesamanya, seperti pidana, perdata, keluarga kenegaraan, hubungan internasional dam lain-lain.[3]

2.      Sunnah / Hadits Nabi
Sunnah merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, karena hal-hal yang diungkapkan oleh Al-Qur’an yang bersifat umum atau memerlukan penjelas, maka Nabi Muhammad SAW. menjelaskan melalui sunnah. Sunnah adalah perbuatan, perkataan, perizinan Nabi Muhammad SAW.

3.      Ar-Ra’yu
Ar-Ra’yu atau penalaran adalah sumber ajaran Islam yang ketiga. Penggunakan akal (penalaran) manusia dalam menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur’an dan sunnah yang bersifat umum. Hal itu dilakukan oleh ahli hukum Islam karena memerlukan penalaran manusia. Oleh karena itu, Ar’Ra’yu mengandung beberapa pengertian di antaranya.
ü  Ijma’
Ijma’ adalah kebulatan pendapat fuqaha mujtahidin pada suatu masa atas sesuatu hukum sesudah masa Nabi Muhammad SAW.
ü  Ijtihad
Ijtihad adalah perincian ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits yang bersifat umum. Orang yang melakukan perincian disebut Mujtahid.
ü  Qiyas
Qiyas adalah mempersamakan hukum suatu perkara yang belum ada ketetapan hukumnya dengan suatu perkara yang sudah ada ketentuan hukumnya.
ü  Istihsan
Istihsan adalah mengecualikan hukum suatu peristiwa dari hukum peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang lain yang sejenisnya. Pengecualian dimaksud dilakukan karena dasar yang kuat. Hematnya Istihsan adalah menganggap baik sesuatu dengan alasan yang kuat.
ü  Maslahat Mursalah
Ialah penetapan hukum berdasarkan kemaslhatan (kebaikan, kepentingan) yang tidak ada ketentuannya dari syara’ baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus.
ü  Saddu Zari’ah
Ialah menghambat/menutup sesuatu yang menjadi jalan kerusakan untuk menolak kerusakan. Sebagai contoh, melarang orang meminum seteguk minuman memabukkan (padahal seteguk itu tidak memabukkan) untuk menutupi jalan samapi kepada meminum yang banyak
ü  Urf
Adalah kebiasan yang sudah turun-temurun tetapi tidak bertentangan dengan ajaran Islam.[4]
Diantara sumber-sumber hukum tersebut diatas hanya Al-Qur’an dan Hadits yang berisi aturan-aturan asasi bersifat umum (kulli), sedang sumber-sumber hukum yang lain lebih sesuai jika dikatakan hanya sebagai cara mengambil hukum dari Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan diantara kedua sumber hukum ini hanya Al-Qur’an yang menjadi sumber hukum pokok, sedang Hadits hanya penjelas terhadap maksud-maksud Al-Qur’an dan mengatur hal-hal yang tidak diterangkan oleh Al-Qur’an. Oleh karena itu, tidak mungkin Hadits menentang kepada Al-Qur’an, lebih-lebih sumber hukum yang lain.[5]

3.      Runag lingkup Hukum Pidana Islam
Ruang lingkup hukum pidana Islam meliputi pencurian, perzinaan (termasuk homoseksual dan lesbian), menuduh orang yang baik-baik berbuat zina (al-qadzaf), meminum minuman memabukkan (khamar), menuduh dan/atau melukai seseorang, pencurian, merusak harta seseorang, malukan gerakan-gerakan kekacauan dan semacamnya berkaitan dengan hukum kepidanaan.
Hukum kepidanaan dimaksud adalah jarimah (kejahatan). Jarimah ada tiga yaitu sbb:

§  Jarimah Hudud
Kata hudud (berasal dari bahasa Arab) adalah jamak dari kata “Hadd” yang berarti pencegah, pengekangan atau larangan, dan karenanya ia merupakan suatu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau undang-undang dari Allah berkenaan dengan hal-hal ya boleh (halal) dan terlarang (haram).
Hudud Allah ini terbagi pada dua kategori. Pertama, peraturan yang menjelaskan kepada manusia berhubungan dengan makanan, minuman, perkawinan, perceraian, dan lain-lain yang diperbolehkan dan yang dilarang. Kedua, hukuman-hukuman yang ditetapkan atau diputuskan agar dikenakan kepada seseorang yang melakukan hal yang terlarang untuk dikerjakan. [6]
Had dalam pembahasan fiqih (hukum islam) adalah ketentuan tentang sanksi terhadap pelaku kejahatan, berupa siksaan fisik atau moral; sedangkam menurut syariat Islam, yaitu ketetapan Allah yang terdapat di dalam Al-Qur’an, dan/atau kenyataan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. tindak kejahatan dimaksud, baik dilakukan oleh seseorang atau kelompok, sengaja atau tidak sengaja, dalam istilah fiqih disebut jarimah. Jarimah hudud adalah tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih seorang yang menjadikan pelakunya dikenakan sanksi had.[7]
Menurut Imam Hanafi Jarimah hudud itu ada 5 yaitu : zina, qodzaf (menuduh zina), syirqoh (pencurian), asyribah (minuman keras), dan khirobah (penyamunan/perampok). Sedangkan menurut Imam Syafi’I jarimah hudud ada 7, yaitu selain yang tersebut diatas ditambah riddah (murtad), dan baghyu (pemberontakan).[8]
ü  Zina
Hukuman untuk zina ditegaskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Hukuman bagi pelaku ina yang belum menikah (ghoiru muhsan) didasarkan pada ayat Al-Qur’an Surat An-Nur : 2, yaitu :
èpuÏR#¨9$# ÎT#¨9$#ur (#rà$Î#ô_$$sù ¨@ä. 7Ïnºur $yJåk÷]ÏiB sps($ÏB ;ot$ù#y_ ( Ÿwur /ä.õè{ù's? $yJÍkÍ5 ×psùù&u Îû ÈûïÏŠ «!$# bÎ) ÷LäêZä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# ( ôpkôuŠø9ur $yJåku5#xtã ×pxÿͬ!$sÛ z`ÏiB tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËÈ  
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.”
Sedangkan bagi orang yang sudah menikah (muhsan) hukum nya menurut para ahli Hukum Islam adalah rajam (dilempari batu) sampai mati. Hukuman ini didasarkan pada hadits Nabi SAW.
“Terimalah dariku ! Terimalah dariku ! Terimalah dariku ! Allah telah member jalan kepada mereka. Bujangan yang berzina dengan bujangan dijilid seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, dan orang yang telah kawin yang berzina didera seratus kali dan dirajam dengan batu.” (HR. Muslim dari ‘Ubadah bin Shamit).
ü  Qadzaf (menuduh palsu zina)
Dalam Islam, kehormatan merupakan satu hak yang harus dilindungi. Oleh sebab itu, tuduhan ina yang tidak terbukti dianggap sengat berbahaya dalam masyarakat. [9] Menurut ilmu bahasa qadzaf berarti melempar, sedangkan menurut istilah ialah menuduh orang baik-baik berbuat zina secara terang-terangan. Perbuatan itu termasuk dosa besar. Perbuatan qodzaf sebagai delik terdapat dalam ketentuan QS. An-Nur  : 4 sebagai berikut :
tûïÏ%©!$#ur tbqãBötƒ ÏM»oY|ÁósßJø9$# §NèO óOs9 (#qè?ù'tƒ Ïpyèt/ör'Î/ uä!#ypkà­ óOèdrßÎ=ô_$$sù tûüÏZ»uKrO Zot$ù#y_ Ÿwur (#qè=t7ø)s? öNçlm; ¸oy»pky­ #Yt/r& 4 y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÍÈ  
“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik.”
Para ulama’ sepakat bahwa pelaku delik qodzaf yang diterapi hukuman ini adalah orang mukalaf, baik laki-laki maupun perempuan. Hukuman dera bagi qodzif ini menjadi gugur kalu sitertuduh benar-benar telah melakukan zina; atau sitertuduh telah mengakui sendiri, atau sitertuduh memaafkan sipenuduh.[10]
ü  Sariqoh (pencurian)
Ketentuan delik sariqoh ini ditetapkan dalam QS. Al-Maidah : 38 sebagai berikut :
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtƒÏ÷ƒr& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îƒÍtã ÒOŠÅ3ym ÇÌÑÈ  
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Mengenai kadar nilai barang yang dicuri (nisab) menurut Imam Syaukani terdapat beberapa pendapat. Ada yang berpendapat dua dirham; 5 dirham; 10 dirham; ¼ dinar; 1 dinar; ada juga yang berpendapat 4 dinar. Menurut ijma’ ulama nisab pencurian itu sebanyak : 53, 76 gram perak.
Para ulama telah sepakat bahwa hukuman pada pencurian pertama dipotong pergelangan tangan sebelah kanan. Kemudian jika kedua kalinya mencuri lagi dipotong kaki kiri, ketiga kali tangan kiri, dan yang keempat kaki kanan.  Kalu masih mencuri lagi di ta’zir (kurung).[11]
ü  Minuman yang memabukkan (Asyribah)
Nama yang diberikan kepada delik ini bermacam-macam. Buchori memberikan nama syarbul chomri (peminum anggur). Larangan meminum minuman memabukkan didasarkan QS. Al-Maidah : 90
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä $yJ¯RÎ) ãôJsƒø:$# çŽÅ£øŠyJø9$#ur Ü>$|ÁRF{$#ur ãN»s9øF{$#ur Ó§ô_Í ô`ÏiB È@yJtã Ç`»sÜø¤±9$# çnqç7Ï^tGô_$$sù öNä3ª=yès9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÒÉÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Al-Qur’an tidak menegaskan hukuman bagi pelakunya. Hal itu diletakkan oleh Nabi yang melalui sunnah fi’liyahnya diketahui bahwa hukuman dari jarimah ini adalah 40 kali dera. Abu Bakar mengikuti jejak ini. Tetapi, Umar ibnul Khaththab menjatuhkan 80 kali dera. Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sanksi memunum khamr adalah 80 kali dera, sedangkan Imam Syafi’I adalah 40 dera, tetapi ia kemudian menambahkan bahwa Imam boleh menambah menjadi 80 kali dera. Jadi yang 40 kali adalah hukuman had, sedangkan sisanya adalah hukuman ta’zir.[12]
ü  Al-Hirabah (Perampok/Pengacau Keamanan)
 Hukuman bagi jarimah ini ditegaskan dalam ayat Al-Qur’an surat Al-Maidah : 33
$yJ¯RÎ) (#ätÂty_ tûïÏ%©!$# tbqç/Í$ptä ©!$# ¼ã&s!qßuur tböqyèó¡tƒur Îû ÇÚöF{$# #·Š$|¡sù br& (#þqè=­Gs)ム÷rr& (#þqç6¯=|Áム÷rr& yì©Üs)è? óOÎgƒÏ÷ƒr& Nßgè=ã_ör&ur ô`ÏiB A#»n=Åz ÷rr& (#öqxÿYムšÆÏB ÇÚöF{$# 4 šÏ9ºsŒ óOßgs9 Ó÷Åz Îû $u÷R9$# ( óOßgs9ur Îû ÍotÅzFy$# ë>#xtã íOŠÏàtã ÇÌÌÈ  
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka didunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar,”
Sanksi bagi perampok adalah bila hanya mengambil harta dengan paksa dan tidak membunuh, maka sanksinya adalah potong tangan dan kaki secara bersilang. Bila hanya membunuh, tidak mengambil harta, maka sanksinya hukuman mati.
Menurut Imam Malik, sanksi hirabah ini diserahkan kepada Imam untuk memilih salah satu hukuman yang tercantum dalam ayat di atas sesuai dengan kemaslahatan. Menurut Imam Syafi’I, Imam Ahmad, dan Imam Zaidiyah bagi pelaku yang mengambil harta dan membunuh maka hukumannya adalah dihukum mati lalu disalib. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, keputusan ditentukan oleh Ulil Amril, sesuai dengan ayat tersebut.[13]
ü  Ar-Riddah (Murtad)
Nash yang berkaitan dengan murtad ini dalam Al-Qur’an adalh QS. Al-Baqarah : 217
`tBur ÷ŠÏs?ötƒ öNä3ZÏB `tã ¾ÏmÏZƒÏŠ ôMßJuŠsù uqèdur ֍Ïù%Ÿ2 y7Í´¯»s9'ré'sù ôMsÜÎ7ym óOßgè=»yJôãr& Îû $u÷R9$# ÍotÅzFy$#ur ( y7Í´¯»s9'ré&ur Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $ygŠÏù šcrà$Î#»yz ÇËÊÐÈ  
“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Dalam satu hadits Nabi SAW. menyatakan bahwa : “Tidak diijinkan menghilangkan nyawa seorang Muslim yang bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan bahwa aku adalah utusan-Nya, kecuali dalam tiga perkara : orang yang sudah menikah yang berzina, jiwa dengan jiwa, dan orang yang keluar dari agamanya (Islam) ….” Dalam hadits lain diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW. bersabda : “barangsiapa mengganti agamanya, maka bunuhlah ia.” (HR. Bukhori dari Ibnu Abbas)[14]
ü  Al-Baghy (Pemberontakan)
Larangan sekaligus ancaman hukuman bagi perbuatan ini dinyatakan dalam Al-Qur’an surat al-Hujarat : 9 – 10
bÎ)ur Èb$tGxÿͬ!$sÛ z`ÏB tûüÏZÏB÷sßJø9$# (#qè=tGtGø%$# (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ( .bÎ*sù ôMtót/ $yJßg1y÷nÎ) n?tã 3t÷zW{$# (#qè=ÏG»s)sù ÓÉL©9$# ÓÈöö7s? 4Ó®Lym uäþÅ"s? #n<Î) ̍øBr& «!$# 4 bÎ*sù ôNuä!$sù (#qßsÎ=ô¹r'sù $yJåks]÷t/ ÉAôyèø9$$Î/ (#þqäÜÅ¡ø%r&ur ( ¨bÎ) ©!$# =Ïtä šúüÏÜÅ¡ø)ßJø9$# ÇÒÈ   $yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ  
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.”
“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Sedangkan dalam Hadits dinyatakan : “Barang siapa mendatangimu sedang urusanmu berada pada tangan seorang pemimpin untuk mengoyak kekuatanmu atau memecahbelah jamaahmu, maka bunuhlah ia” (HR. Muslim dari Urfa’iah Ibn Syuriah)
Ulama Syafi’iyah berkata, “Pemberontakan adalah orang-orang Muslim yang menyalahi Imam dengan cara tidak menaatinya dan melepaskan diri darinya atau menolak kewajiban dengan memiliki kekuatan, memiliki argumentasi, dan memiliki pemimpin.”[15]

§  Jarimah Qishash-diyat
Kata Qashash berasal dari kata Arab “Qaseha” berarti dia memutuskan, atau dia mengikuti jejak buruannya, dan karenanya ia bermakna sebagai Hukum Balas (yang Adil) atau pembalas yang sama atas pembunuhan yang telah dilakukan. Perlakuan terhadap si pembunuh harus sama dengan tindakannya yang mengerikan itu, yaitu nyawanya sendiri harus direnggut persis seperti dia mencabut nyawa korbannya. Namun ini tidak berarti bahwa dia juga harus dibunuh dengan alat atau senjata yang sama.[16] Dan bisa dipahami pulamperumusan hukum qishosh ialah : akibat sama yang dikenakan kepada orang yang menghilangkan nyawa atau anggota badan atau menghilangkan kegunaannya atau melukai orang lain seperti apa yang mereka perbuatnya.[17]
Dalam hukum pidana Islam, yang termasuk dalam jarimah qishash-diyat ini adalah (1) pembunuhan dengan sengaja; (2) pembunuhan semi sengaja (3) menyebabkan matinya orang karena kealpaan (kesalahan); (4) penganiayaan (dengan sengaja); dan (5) menyebabkan orang luka karena kealpaan (kesalahan).
Ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan antara lain :
$tBur šc%x. ?`ÏB÷sßJÏ9 br& Ÿ@çFø)tƒ $·ZÏB÷sãB žwÎ) $\«sÜyz 4 `tBur Ÿ@tFs% $·YÏB÷sãB $\«sÜyz ㍃̍óstGsù 7pt7s%u 7poYÏB÷sB ×ptƒÏŠur îpyJ¯=|¡B #n<Î) ÿ¾Ï&Î#÷dr& HwÎ) br& (#qè%£¢Átƒ 4 bÎ*sù šc%x. `ÏB BQöqs% 5irßtã öNä3©9 uqèdur ÑÆÏB÷sãB ㍃̍óstGsù 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( bÎ)ur šc%Ÿ2 `ÏB ¤Qöqs% öNà6oY÷t/ OßgoY÷t/ur ×,»sVÏiB ×ptƒÏsù îpyJ¯=|¡B #n<Î) ¾Ï&Î#÷dr& ㍃̍øtrBur 7pt6s%u 7poYÏB÷sB ( `yJsù öN©9 ôÉftƒ ãP$uÅÁsù Èûøïtôgx© Èû÷üyèÎ/$tFtFãB Zpt/öqs? z`ÏiB «!$# 3 šc%x.ur ª!$# $¸JŠÎ=tã $VJŠÅ6ym ÇÒËÈ   `tBur ö@çFø)tƒ $YYÏB÷sãB #YÏdJyètGB ¼çnät!#tyfsù ÞO¨Yygy_ #V$Î#»yz $pkŽÏù |=ÅÒxîur ª!$# Ïmøn=tã ¼çmuZyès9ur £tãr&ur ¼çms9 $¹/#xtã $VJŠÏàtã ÇÒÌÈ  
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan Barangsiapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada Perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, Maka (hendaklah si pembunuh) membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa yang tidak memperolehnya, Maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah. dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
“Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (An-Nisa’ : 92-93)
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNä3øn=tæ ÞÉ$|ÁÉ)ø9$# Îû n=÷Fs)ø9$# ( çtø:$# Ìhçtø:$$Î/ ßö6yèø9$#ur Ïö7yèø9$$Î/ 4Ós\RW{$#ur 4Ós\RW{$$Î/ 4 ô`yJsù uÅ"ãã ¼ã&s! ô`ÏB ÏmŠÅzr& ÖäóÓx« 7í$t6Ïo?$$sù Å$rã÷èyJø9$$Î/ íä!#yŠr&ur Ïmøs9Î) 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 y7Ï9ºsŒ ×#ÏÿøƒrB `ÏiB öNä3În/§ ×pyJômuur 3 Ç`yJsù 3ytGôã$# y÷èt/ y7Ï9ºsŒ ¼ã&s#sù ë>#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÊÐÑÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih” (Al-Baqarah : 178)[18]
Diat berarti denda dalam bentuk benda atau harta berdasarkan ketentuan yang harus dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya. [19]
Ø  Pembunuhan
Menurut para Ulama Hanafiyah, Syafi’iyah, dan hambali membagi pembunuhan menjadi tiga macam, yaitu :
a.       Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd)
Yaitu suatu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang dengan maksud untuk menghilangkan nyawanya.
Unsur-unsurnya adalah (1) korban adalah orang yang hidup; (2) perbuatan si pelaku mengakibatkan kematian korban; dan (3) niat bagi sipelaku untuk menghilangkan nyawa korban. Serta, dengan alat yang biasanya membunuh. Contoh pembunuhan ini adalah mencekik, menenggelamkan, menusuk pakai pisau, mengurung tak memberi makan, menembak dengan pistol, dll.
Sanksinya ada beberapa jenis, keluarga korban dapat memilih yaitu (1) hukuman pokok (qishash). (2) diyat, yaitu pembunuhan harus membayar denda sejumlah 100 ekor unta, atau 200 ekor sapi atau 1.000 ekor kambing, atau bentuk lain seperti uang senilai harganya. Dan menurut Imam Syafi’I diyat ini adalah diyat yang berak, yaitu 100 ekor unta, 30 ekor unta hiqqoh (3 th), 30 ekor unta jaza’ah (4 th). Dan 40 ekor unta khalifah (7 th unta bunting). (3) pihak keluarga memaafkannya apakah harus dengan syarat atau tanpa syarat.

b.      Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd)
Yaitu perbuatan penganiayaan terhadap seseorang tidak dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi mengakibatkan kematian.
Unsurnya adalah (1) pelaku melakukan perbuatan yang mengakibatkan kematian; (2) ada maksud penganiayaan atau permusuhan (jadi bukan niat membunuh); dan (3) ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian korban.
Sanksi hukumnya adalah, diyat, berdasarkan hadits Rasul diriwayatkan oleh Ibnu Umar sebagai berikut : “Bahwasannya dalam hal terbunuh secara sengaja yang keliru dengan cemeti atau tongkat, ganti ruginya 100 ekor unta yang diberikan (mughladhoh), diantaranya 40 ekor bunting.”. Dan menurut Imam Syafi’I diyat ini adalah diyat yang berak, yaitu 100 ekor unta, 30 ekor unta hiqqoh (3 th), 30 ekor unta jaza’ah (4 th). Dan 40 ekor unta khalifah (7 th unta bunting). dan kaffarat (memerdekakan budak mukmin), sedangkan hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir, dan hukuman tambahannya adalah terhalang menerima warisan dan wasiat.

c.       Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata’)
Yaitu pembunuhan yang disebabkan salah dalam perbuatan, salah dalam maksud, dan kelalaian. Misalnya seorang pemburu menembak rusa akan tetapi kena manusia yang kebetulan berada dibalik pohon.
Unsurnya adalah (1) adanya perbuatan  yang menyebabkan kematian; (2) terjadinya perbuatan itu karena kesalahan; dan (3) adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dan kematian korban.
Sanksinya adalah keluarga korban diberikan pilihan, yaitu (1) pelaku membayar diyat; Dan menurut Imam Syafi’I diyat ini adalah diyat yang ringan, yaitu 100 ekor unta, 20 ekor unta betina (1 th), 20 ekor unta jantan (2 th). 20 ekor unta betina (2 th), 20 ekor unta betina (3 th), dan 20 ekor unta betina (4 th); (2) membayar kifarah (memerdekakan budak mukmin); (3) jika tidak mampu maka pelaku pembunuhan diberi hukuman moral, yaitu berpuasa selama dua bulan berturut-turut. (4) pencabutan hak waris, dan menerima wasiat.[20]

Ø  Pencederaan
Adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dengan sengaja atau tidak sengaja untuk melukai atau mencederai orang lain. Ini tercantum dalam QS. Maidah : 45 sebagai berikut:
$oYö;tFx.ur öNÍköŽn=tã !$pkŽÏù ¨br& }§øÿ¨Z9$# ħøÿ¨Z9$$Î/ šú÷üyèø9$#ur Èû÷üyèø9$$Î/ y#RF{$#ur É#RF{$$Î/ šcèŒW{$#ur ÈbèŒW{$$Î/ £`Åb¡9$#ur Çd`Åb¡9$$Î/ yyrãàfø9$#ur ÒÉ$|ÁÏ% 4 `yJsù šX£|Ás? ¾ÏmÎ/ uqßgsù ×ou$¤ÿŸ2 ¼ã&©! 4 `tBur óO©9 Nà6øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqßJÎ=»©à9$# ÇÍÎÈ  
“Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.”[21]
Dan dalil hadits riwayat dari Amri Ibn. Hazam bahwa Rasulullah SAW. telah mengirim surat kepada ahli Yaman yang bunyinya sebagai berikut : Dari Nabi Muhammad kepada Syarjil Ibn. Abdi Kilal, dan Na’im ibn. Abdi Kilal, dan Harits ibn. Abdi Kilal, yang mempunyai rakyat, adapun kemudian,
“Bahwasannya siapa yang terbukti membunuh seorang mukmin secara tidak bersebab maka baginya qowad, kecuali wali-wali terbunuh merelakannya; dan bahwasannya pada jiwa satu diyat, seratus ekor unta. Dan pada hidung jika sampai rumpung satu diyat; pada kedua mata satu diyat; pada lidah satu diyat; pada kedua bibir satu diyat; pada kemaluan satu diyat; pada kedua buah pelis satu diyat; pada tulang belakang satu diyat; pada sebuah kaki setengah diyat; pada makmumah (luka sampai kulit tengkorak) sepertiga diyat; pada jaifah (pelukaan rongga badan) sepertiga diyat; pada munaqilah (tulang melesat) 15 ekor unta; pada mudhihah (luka sampai tulang) 5 ekor unta; dan bahwasannya laki-laki dibunuh karena perempuan, dan menuntut ahli emas 100 dinar.”[22]

§  Jarimah Ta’dzir
Ta’dzir secara harfiah berarti menghinakan pelaku criminal karena tindak pidananya yang memalukan.
Dalam ta’dzir, hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan (dari Allah dan rasul-Nya), dan Qodhi diperkenankan untuk mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan untuk di pertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan ini diberikan dengan pertimbangan khusus tentang berbagai factor yang mempengaruhi perubahan social dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan pada keaneragaman metode yang dipergunakan pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukan dalam undang-undang.
Tatanan umum hukum pidana kaum Muslimin (Al-Siyasati Al-Shara’i) masa kini didasarkan pada prinsip-prinsip Ta’dzirani. Dengan kata lain, Ta’dzirat membentuk pertimbangan hukuman yang dikenakan oleh Hakim itu sendiri, baik untuk pelanggaran yang hukumannya tidak ditentukan, ataupun bagi prasangka yang dilakukan terhadap tetangga seseorang. Hukuman itu dapat berupa cambukan, kurungan penjara, denda, peringatan, dll. Ringkasnya, “Ta’dzir” dapat didefinisikan sebagai berikut : “Hukuman yang memdidik karena pelanggaran (dosa yang dilakukan) (namun) tak ada ketetapan Hadd, ataupun kaffarah di dalamnya.”[23]


IV.    SIMPULAN
Hukum pidana islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Qur’an dan Hadits.
Sedangkan sumber hukum pidanan Islam yaitu Al-Qur’an, Hadits, dan Ar-Ra’yu (Ijma’, Ijtihad, Qiyas, Istihsan, Maslahat Mursalah, Saddu Zari’ah, Urf).
Kejahatan/jarimah dalam islam terbagi menjadi tiga, yaitu :
1.      Jarimah Hudud (hukuman)
Menurut Imam Syafi’i hudud itu ada 7 yaitu : zina, qodzaf (menuduh zina), syirqoh (pencurian), asyribah (minuman keras), dan khirobah (penyamunan / perampok), riddah (murtad), dan baghyu (pemberontakan).
2.      Jarimah Qishash-diyat (hukum balas-denda)
Meliputi pembunuhan (Pembunuhan sengaja (qatl al-‘amd), Pembunuhan semi sengaja (qatl syibh al-‘amd), Pembunuhan karena kesalahan (qatl al-khata’)) dan pencederaan.
3.      Jarimah tak’dzir

V.       PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat saya uraikan. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari saya. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan kita.

DAFTAR PUSTAKA

Zainuddin Ali, Hukum Pidana islam, (Jakarta : Sinar Grafika : 2009) cet. 2
Santoso Topo, Membumikan hukum Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani Press : 2003)
Marsuni, Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta : Perpustakaan Fak. Hukum UII Yogyakarta : 1991) cet.2
Rahman Abdur, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta : PT. Rineka Cipta : 1992)



[1] Zainuddin Ali, Hukum Pidana islam, (Jakarta : Sinar Grafika : 2009) cet. 2, hlm. 1
[2] Ibid, Zainuddin Ali, hlm. 15
[3] Marsuni, Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta : Perpustakaan Fak. Hukum UII Yogyakarta : 1991) cet.2, hlm. 15
[4] Op.Cit, Zainuddin Ali, hlm. 16-17
[5] Op.Cit, Marsuni, hlm. 14
[6] Abdur Rahman, Tindak Pidana dalam Syariat Islam (Jakarta : PT. Rineka Cipta : 1992), hlm. 6
[7] Op.Cit, Zainuddin Ali, hlm. 9-10
[8] Op.Cit, Mursuni, hlm. 86
[9] Topo Santoso, Membumikan hukum Pidana Islam, (Jakarta : Gema Insani Press : 2003) hlm. 23-25
[10] Op.Cit, Marsuni, hlm. 92-93
[11] Ibid. Marsuni, 94-97
[12] Op.Cit, Topo Santoso, hlm. 27-28
[13] Ibid. Topo Santoso, hlm. 29-30
[14] Ibid, Topo Santoso, hlm. 31
[15] Ibid, Topo Santoso, hlm. 33
[16] Op.Cit, Abdur rahman I Doi, hlm. 24
[17] Op.Cit, Marsuni, hlm. 114
[18] Op.Cit, Topo Santoso, hlm. 34-35
[19] Op.Cit, Zainuddin Ali, hlm. 11
[20] Op.Cit, Topo Santoso, hlm. 36-38, lihat juga Op.Cit, Zainuddin Ali, hlm. 35, dan Op.Cit, 120-128
[21] Ibid, Zainuddin Ali, hlm. 33
[22] Op.Cit, Marsuni, hlm. 135
[23] Op.Cit, Abdur Rahman I Doi, hlm. 14-15

No comments:

Post a Comment