HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Wednesday, November 27, 2013

REBO WEKASAN

REBO WEKASAN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Dr. H. Asmoro Achmadi, M.Hum



                                                                 


Di susun oleh :
LUKMAN HAKIM                 (124411026)
M. SYUKRON MHd               (124411032)
FAIQOTUL MUNIROH                   (124411018)
M. SYAIFUL BAHRI             (124411035)
         
FAKULTAS USHULUDDIN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013
I.          PENDAHULUAN
Peran islam dalam kebudayaan jawa sangatlah besar pengaruhnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam peninggalan islam, khususnya ditanah jawa. Islam dalam hal ini menerima segala aspek yang baik dari budaya jawa khususnya untuk memperkaya khasanah budaya jawa itu sendiri. Peran islam dalam kebudayaan jawa ini terkait dengan peran seorang raja mataram (islam) yaitu raja Sultan Agung Hanyokro kusumo.
Peristiwa budaya yang diadakan oleh kraton khususnya kraton Surakarta dan kraton Yogyakarta, ini mengandung makna mendalam bagi bangsa islam di Indonesia, yaitu menjadikan pendorong semangat baru / semangat hijrah Nabi Muhammad Saw. Sebagai peristiwa untuk memberikan inspirasi membangun semangat baru dari semangat lama (peradaban materi dan peradaban hindu) kesemangat baru (peradaban dengan nilai nilai islam)
Dalam tradisi budaya jawa terdapat beberapa ritual yang memuat aspek religious islam. Yang menjadi sebuah rujukan adalah beberapa keutamaan ritual keagamaan Asyura. Disinilah terjadi sinkritisme antara nilai nilai budaya jawa dengan nilai nilai keagamaan (islam). Beberapa Aspek islam yang melekat dalam budaya jawa sangatlah banyak. Contoh yang kami ketahui yaitu tentang perayaan rebo wekasan.

II.         RUMUSAN MASALAH
1.      Apa pengertian dari Rebo Wekasan itu?
2.      Bagaimana asal usul dan dinamika pelaksanaan perayaan Rebo wekasan itu?
3.      Apa makna dari perayaan Rebo wekasan itu?

III.     PEMBAHASAN
1.      PengertiandariReboWekasan
Istilah ‘’Rebo wekasan’’ secara bahasa artinya Rebo hari Rabu., istilah wekasan berasal dari bahasa jawa ‘Wekas’ yang berarti yang paling akhir.[1] Rebo wekasan berarti Rabo yang terakhir pada bulan Sapar. Rabo wekasan berarti Rabu yang jatuh pada urutan keempat nomor urut empat dari hari Ahad. Senin, Selasa, Rabo.
Kata Rebo mengisyaratkan hari Rabu dan kata Wekasan berasal dari kata pungkasan atau pamungkas yang berarti terakhir.[2] Selain istilah Rebo Wekasan dikenal pula istilah Rebo Kasan dan Rebo Pungkasan. Sebagian masyarakat mengasumsikan kata kasan merupakan penggalan dari kata Pungkasan yang berarti akhir dengan membuang suku kata depan menjadi kasan. Hal ini lebih mudah untuk dimengerti karena yang dimaksud dengan Rebo kasan adalah hari rabu yang terakhir dari bulan sapar atau shafar, bulan Kedua dari penanggalan Hijriyyah.[3] Kata kasan berasal dari bahasa Arab Hasan yang berarti baik.[4]
Secara terminologi, Rebo Wekasan dapat di definiskan sebagai bentuk ungkapan yang  menjelaskan satu posisi penting pada hari rabo diakhir bulan khususnya pada akhir bulan shafar, untuk kemudian dilakukan berbagai macam ritual seperti shalat, dzikir, pembuatan wafaq untuk keselamatan, dan sebagainya, supaya terhindar dari berbagai musibah yang turun pada hari rabu akhir bulan shafar.
Rebon wekasan inin dirayakan oleh sebagian umat islam di Indonesia, terutama di Palembang, Lampung, Kalimantan Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, JawaTimur, DIY, dan kemungkinan sebagian kecil masyarakat Nusa Tenggara Barat.

2.      Asal-usul dan dinamika pelaksanaan perayaan rebo wekasan
Menurut ceritannya (gugon tuhon), Rebo Wekasan adalah sebuah kepercayaan untuk memperingati hari perkabungan dimana nabi Muhammad Saw sakit dan wafatnya tepat dihari Rabu akhir bulan safar. Maka, terdapat sebagian masyarakat yang menganggap pada hari itu membawa kesedihan.
Mengenai asal usul pemerkarsa dan dari mana peristiwa itu muncul. Sumber-sumber yang didapatkan sebagian besar dari cerita mulut kemulut dari para orang tua kegenerasi selanjutnya, sehingga tidak ada yang dapat memastikan darimana ritual perayaan ini berasal meskipun sudah tersebar dimana-mana. Bahkan mungkin ada sebagia masyarakat Malaysia dan juga Pattani (sebuah propinsi bagian selatan Thailand)  juga ulama Pattani yang menyebut tentang kena’asan rabo terakhir.
Untuk cerita dari mulut kemulut dari para orang tua, hal ini menimbulkan perbedaan beberapa versi sehingga menjadi berbeda nuansa ritualnya. Seperti kejadian yang ada di Gresik Jawa Timur. Berbeda dengan masyarakat Gresik, masyarakat Jogyakarta tradisi Rebo Wekasan dianggap sakral dan penting, karena menurut cerita pada hari rabo terakhir tersebut merupakan waktu pertemuan antara Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan Mbah Kyai Faqih Usman, seorang ulama’ islam terkenal di Yogyakakarta. Tradisi rebo wekasan atau rebo pungkasan dilaksanakan sebagai wujud ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. Puncak acara dalam tradisi ini adalah kirab lemper (makanan yang terbuat dari beras ketan) , seperti halnya yang tejadi pada masyarakat `desa Wonokromo. Lemper ini dikirab dari masjid desa Wonokromo menuju balai desa Wonokromo.
Rebo wekasan yang dirayakan oleh masyarakat Gresik dan Yogyakarta lebih bernuansa kirab budaya dan rasa syukur atas nikmat Allah yang mereka terima, karena asal usulnya berbeda. Sementara itu, ecara umum masyarakat justru perayaan rebo wekasan ni dengan nuansa prihatin karena diyakini bahwa pada hari rabu terakhir pada bulan Safar Allah telah menurunkan 320 ribu balak (marabahaya) kepada umat manusia. Sehingga pada hari ini umat manusia dianjurkan selalu mendekatkan diri kepada Allah dengan cara berdo’a selamatan dan sholat tolak balak.

3.      Makna dari Rebo Wekasan
Setidaknya ada dua makna yang terselubung dalam perayaan rebo wekasan bagi masyarakat muslim, kedua makna tersebut adalah makna yang sangat sakral dan makna ketenangan. 
Ø  Makna Sakral
Bagi masyarakat muslim Demak kebanyakan mereka meyakini bahwa hari rabu terakhir bulan Shafar atau rebo wekasan mempunyai makna yang mendalam dan disakralkan karena dianggap hari nahas, hari dimana Allah SWT menurunkan 320 ribu bala’, hari yang menakutkan atau hari yang bisa menjadikan seseorang mendapatkan bahaya. Kemudian sebutan hari nahas ini menurut beberapa orang berdasarkan pada tafsir QS. Al-Qomar : 19 yang berbunyi :
!$¯RÎ) $uZù=yör& öNÍköŽn=tã $\tÍ #ZŽ|À÷Ž|À Îû ÏQöqtƒ <§øtwU 9hÏJtGó¡B ÇÊÒÈ  
Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang pada hari nahas yang terus menerus,
Seperti Muslim jawa lainnya, Masyarakat Muslim Demak juga melakukan ritual-ritual khusus pada hari Rebo Wekasan ini. Ritual ini merupakan suatu bentuk upacara tradisional yang dilakukan dengan maksud untuk menghindari marabahaya yang datang dihari rabu yaitu dengan melaksanakan sholat sunnah 4 rakaat dan membuang rajah disumur (sumber air) sebagai tumbal agar terhindar dari segala mara bahaya serta membaca bacaan-bacaan tertentu dan bersedekah.[5] Berkenaan dengan sholat sunnah, setelah rakaat pertama membaca surat Al-Kaustsar 11 kali, rekaat kedua membaca surat Al-Ikhlas 11 kali, rakaat ketiga membaca surat Al-Naas 11 kali. Setelah salam, membaca sholawat dan membaca doa yang intinya mohon kepada Allah SWT memberikan dan terhindar dari segala macam balak. [6]Dengan demikin maka penyakit, marabahaya tidak akan pernah datang.
Ø  Makna Ketenangan
Setelah mereka melakukan ritual sebagaimana diatas, mereka merasakan ketenangan dalam hati serta tidak was-was kan bahaya yang menimpanya. Sebutlah Kyai Mastur, seorang kyai Majid di desa Gajah Lor, ia meyakini bahwa setelah melakukan ritual dengan segala rangkaiannya ia merasa tenang karena sudah berusaha dengan berdo’a, shalat li daf’il bala, melakukan sedekah yang menurut keyakinanorang Islam sebagai penolak bala’ karena berdasarkan hadits, bahwa shadaqah akan menolak segala bahaya. Di samping itu, ia sudah merasa berusaha untuk meminum air yang telah diberikan wafaq atau rajah yang berisi tulisan-tulisan al-Qur’an, dengan harapan mendapatkan berkah dari tulisan tadi.
Seandainya perbuatan yang mereka lakukan itu kurang ada tuntunannya menurut teks-teks al-Qur’an atau hadits, mereka masih mengatakan itu sekedar ibadah afdhaliyatu a’mal dan tentu tetap mendapatkan pahala.
Dari keyakinan-keyakinan inilah mereka merasa puas bahagia, tenang, tentram tidak merasa takut dalam menjalani hari-hari mereka pada hari Rebo Wekasan.[7]

IV.     SIMPULAN
Istilah ‘’Rebo wekasan’’ secara bahasa artinya Rebo hari Rabu., istilah wekasan berasal dari bahasa jawa ‘Wekas’ yang berarti yang paling akhir. Rebo wekasan berarti Rabo yang terakhir pada bulan Sapar.
Menurut ceritannya (gugon tuhon), Rebo Wekasan adalah sebuah kepercayaan untuk memperingati hari perkabungan dimana nabi Muhammad Saw sakit dan wafatnya tepat dihari Rabu akhir bulan safar. Maka, terdapat sebagian masyarakat yang menganggap pada hari itu membawa kesedihan.
Setidaknya ada dua makna yang terselubung dalam perayaan rebo wekasan bagi masyarakat muslim, kedua makna tersebut adalah makna yang sangat sakral dan makna ketenangan.

V.     PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami uraikan. kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan. Karena sesungguhnya kesempurnaan itu milik Allah dan kekurangan adalah bagian dari kami. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang kontruktif untuk memperbaiki makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat dan menambah referensi pengetahuan kita.


DAFTAR PUSTAKA
Asmoro Achmadi, Islam dan kebudayaan Jawa, (Surakarta : CV. Cendrawasih Asri Anggota IKapi: 2013)
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka: 1995)
Idris al-Marbawi, Kamus Bahasa Arab Idris Marbawi, (Semarang : Thoha Putra: 1987), hal. 126
Ahmad Muthohar, Perayaan Rebo Wekasan,  dibiayai dengan Anggaran DIPA Walisongo Semarang, (Semarang : Lembaga Penelitian IAIN Walisongo Semarang : 2012)




[1]Asmoro Achmadi, Islam dan kebudayaan Jawa, (Surakarta : CV. Cendrawasih Asri Anggota IKapi: 2013), hal. 27-28
[2] Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka: 1995), cet.4, hal 352
[3] Sebutan bulan kedua menurut kalender Tahun Jawa gubahan Sultan Agung Mataram
[4] Idris al-Marbawi, Kamus Bahasa Arab Idris Marbawi, (Semarang : Thoha Putra: 1987), hal. 126
[5] Ahmad Muthohar, Perayaan Rebo Wekasan,  dibiayai dengan Anggaran DIPA Walisongo Semarang, (Semarang : Lembaga Penelitian IAIN Walisongo Semarang : 2012), hal. 77-78
[6] Op.Cit, Asmoro Achmadi, hlm. 28
[7] Op.Cit, Ahmad Muthohar, hal. 78-80

2 comments: