HINAAN ADALAH POWERKU
Keluarga saya bisa dikategorikan
kurang mampu, tidak ada kata lebih adanya pas atau malah banyak kurang. Saya
menghidupi keluargaku dengan bekerja sebagai buruh tani, penjahit, buruh rokok,
ternak kambing, dan juga mencari sisa-sisa hasil panen di sawah misalnya
ketela, kacang tanah, dll. Anakku berjumlah 9, tapi sungguh sedih anak pertama
saya meninggal dunia. Suamiku bekerja sebagai buruh bangunan di luar kota.
Sedangkan ibuku bekerja sebagai buruh tani dan pencari sisa-sisa hasil panen
saja. Anak-anakku masih kecil-kecil semua belum ada yang dewasa/besar, tapi
saya sangat bahagia tidak merasa terbebani karena keluarga saya sangat
harmonis, anakku juga mau menerima keadaan yang sedemikian rupa dan meraka
malah sering membantu pekerjaan saya, misalnya mencari rumput buat makanan
kambing, ikut menjadi buruh tani dan pencari sisa-sisa panen.
Mereka semua saya sekolahkan walau
dengan ekonomi yang pas-pasan tapi saya yakin bahwa saya bisa dan Allah pasti
bersama saya. Ketika menjelang bayar spp (biaya sekolah) saya menjual kambing,
karena tidak cukup uang untuk membayar.
Saya sebagai orang tua menginginkan
anak-anakku sekolah yang setinggi-tingginya dan memilihkan sekolah yang terbaik
untuknya yaitu dikota. Nor Ismiyati itulah anak ketiga saya yang saya
sekolahkan dikota. Pada waktu awal-awal sekolah anakku, saya sering dihina dan
dipojokkan oleh salah satu tetanggaku, mereka bilang “jangan sok-sok an deh,
anakmu kamu sekolahkan di kota,
tidak bakalan jadi apa-apa. Jadi orang miskin belagu, sudah bisa makan saja
syukur” seketika itu
hati saya sangat sedih, ya wajar memang akan tetapi
dari hinaan itu menjadikan saya semakin semangat untuk mensekolahkan anakku,
saya selalu berdo’a kepada Allah yang terbaik buat anakku dan suatu saat akan
terbukti bahwa omongan tetanggaku adalah salah, bahwa anakku pasti akan menjadi
orang hebat.
Allah mendengar semua do’a dan
harapanku, anakku menjadi siswa pintar dan teladan, selalu dapat rangking
dikelasnya. Dan anakku
jarang saya beri uang saku karena memang ekonomi kami kurang, toh dianya pun
juga tidak meminta uang saku itu. Akibat dari jarangnya saya kasih uang saku
dia akhirnya selalu berpuasa. Dan Subhana Allah sewaktu masih sekolah kelas 2
MA (Madrasah Aliyah) anakku sudah menjadi guru disalah satu MI swasta dikota. Saya sangat merasa bahagia dan bersyukur kepada Allah, bahwa
pilihan mensekolahkan anakku dikota ternyata benar dan sekaligus membantah
anggapan tetanggaku. Dan anakku juga andil
besar dalam perekonomian keluarga, dia ikut menjadi buruh tani, berjualan
makanan-makanan ringan dan buruh jahit.
Tetangga yang menghina saya
tercengang melihat kenyataan ini, dia akhirnya mengakui bahwa pilihku adalah
benar dan tepat serta miskin atau kaya bukanlah jaminan anak menjadi pintar. Tidak habis sampai itu, ketika anakku ini mau menikah, saya
bersikeras agar diadakan pengajian waktu pernikahannya dan menggelar tasyakuran (walimah). Tapi saya sadar bahwa saya belum punya uang, dan ada tetangga
saya lagi yang mengatakan “Jangan belagu sok-sok an deh, orang miskin tidak
punya uang kok mau ngadain yang aneh-aneh, mau tasyakuran lah, mau pengajian
lah, jangan berhayal”. Saya sudah berprinsip dan berkeyakinan bisa, tidak
mungkin saya menyerah begitu saja, dengan hinaan itu tidak menjadikan saya
pesimis akan tetapi menjadi power bagi saya, saya semakin optimis dan mantap
bahwa saya bisa. Akhirnya, saya memutuskan untuk mencarikan hutangan dahulu
kepada paman saya dan Alhamdulillah paman saya berhasil cari hutangan dan acara
pengajian serta tasyakuran berjalan. Allah bersma keluarga saya, ternyata
tamu-tamu yang datang kepernikahan anak saya sangat banyak sekali. Dan Subhana
Allah dari sumbangan itu saya berhasil melunasi hutang saya dan masih ada sisa
yang banyak. Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah.
Dan
banyak pula hinaan dn sindiran dari tetangga yang lian, tapi Alhamdulillah
Allah selalu bersama saya yang menjadikan saya tidak merasa sedih, gelisan, dan
gundah menjalaninya. Berkat hinaan itu pula menjadikan semangat baru serta
tambahan power yang sangat luar biasa bagi saya, dan menjadikan saya bersikeras
mewujudkannya. Prinsipku adalah yakin pasti bisa.
(kisah nyata)
No comments:
Post a Comment