HARAM COPY PASTE KESELURUHAN

Catatan yang ada diblog ini saya harap jangan di copy paste semua. karena ini arsip pribadi perkuliahan saya. Jika toh memang membutuhkan referensi tambahan dari blog saya ini, cantumkan juga alamat laman ini.
terima kasih..

Friday, October 24, 2014

Mulai dari NOL

MULAI DARI NOL

Namaku MIA (nama disamarkan), aku bukanlah dari keluarga yang kaya melainkan dari keluarga yang bisa dikategorikan kurang mampu, sehari-hari keluarga kami bisa dikatakan kekurangan dari pada cukup. Akan tetapi keluarga kami bukanlah keluarga yang sering mengeluh atau selalu merasa kurang terus, kami selalu menerima dan mensyukuri semua pemberian dariNya. Aku anak no.3 dari 9 bersaudara. Bapakku meninggal pada tahun 1995 ketika aku masih duduk dibangko MA.
Bapak meninggal waktu bekerja di Jakarta karena sakit titanus. Bermula dari kaki bapakku terkena paku saat kerja dibengkel motor. Akibat dari itu, selang beberapa hari bapakku terserang penyakit yaitu titanus, kemudian bapak dilarikan ke Rumah Sakit tanpa ditemani seorang keluarga satupun. Dan akhirnya pamanku yang tahu kalau bapak lagi sakit, langsung pergi ke Jakarta untuk mengecek kondisi bapakku, tapi nyawa bapak tidak bisa diselamatkan sebelum pamanku sampai di Jakarta. Mengetahui akan hal itu pamanku tidak memberitahu keluargaku dahulu kalau bapak sudah meninggal dengan alasan tertentu. Secara tiba-tiba keluargaku dikejutkan dengan kehadiran mobil ambulan berhenti di rumahku dari salah satu Rumah Sakit di Jakarta yaitu RS. Fatmawati. Semua keluargaku sock dan ada yang sampai jatuh pingsan. Kesedihan membanjiri seluruh penghuni rumah karena ditinggalkan bapak secara tiba-tiba. Dan kesedihan itu berlanjut lagi ketika disuruh membayar mobil ambulan yang dari Jakarta itu, sebelum dibayar mobil itu tidak mau pergi, sedang dari keluargaku tidak mempunyai apa-apa untuk menebusnya, dan akhirnya mencari hutang sana-sini tapi nasib buruk yang didapat, semua tetanggaku tidak memberi pinjaman kepada keluargaku tanpa sebab. Tapi akhirnya uang tabunganku yang aku kumpulkan bertahun-tahun untuk biaya sekolahnya aku serahkan kepada ibuku dan ini adalah jalan terakhir untuk membayar uang ambulan. 
Kepergian bapakku meninggalkan anak-anak yang masih kecil-kecil, dan meninggalkan sejuta kesedihan bagi keluarga dan tetanggaku,  ibu dan nenekku harus banting tulang sediri untuk bertahan hidup demi keluarga. Keluargaku bisa dibilang keluarga yang tergolong miskin, Ibu bekerja sebagai penjahit, buruh tani dan ternak kambing dan nenek bekerja sebagai buruh tani dan serabutan. Dari situlah pundi-pundi rupiah terkumpulkan. Adik-adikku yang sadar akan himpitan ekonomi ini memutuskan untuk mengakhiri sekolahnya, ada yang putus sekolah di MI saja dan ada juga yang baru kelas 1 Mts putus sekolah, kemudian ada juga yang nekat merantau ke Jakarta walau umur masih belum mumpuni untuk bekerja, kisaran 16 tahunnan. Tinggal aku dan adikku yang no.7 yaitu Noor Hamim yang melanjutkan sekolah, adikku itu setelah lulus MA kemudian meneruskan belajar ke pondok pesantren dan sekarang ia berhasil hafidz Qur’an dan setelah mondoknya selesai, adikku melanjutkan studynya keperguruan tinggi dan Alhamdulillah ia berhasil lulus kuliah 5 tahun kemudian. Aku juga masih bertahan untuk melanjutkan sekolah sampai sarjana dan sekarang Alhamdulillah aku menjadi guru tetap. Aku sudah menjadi guru ketika aku masih duduk dibangko kelas 2 MA, dan aku juga sering mendapat kemenangan atas lomba-lomba yang aku ikuti.
Sewaktu sekolah dulu aku jarang mendapat uang saku, aku berfikir sama-sama tidak jajan lebih baik aku buat puasa. Setiap temen-temenku pada jajan aku cuma bisa lihatin saja, jika ditawari jajan bareng aku selalu mencari-cari alasan untuk tidak menerima ajakannya. Walaupun aku anak orang miskin, tapi aku tidak minder sedikitpun aku bangga dengan keluargaku dan dalam masalah belajar aku menjalaninya dengan sungguh-sungguh dan tekun. Aku juga sering membantu ibuku bekerja, seperti ikut menjadi buruh tani, buruh jahit, mencarikan rumput untuk makan kambing, dll.
Pada tahun 1999-2005 aku, ibu, nenek, serta kakakku yang no.2, Noor Hayati merintis usaha kecil-kecilan, mulai dari membuat kripik gado-gado, kripik singkong, jualan kacang gembos, bubur kacang ijo, krupuk unyil, dll. Aku membeli jajanan-jajanan (seperti kacang gembos, krupuk unyil, kuping gajah, dll) itu dari kota, biasanya aku membawa sepeda dan aku boncengkan jajanan-jajanan tersebut dijok belakang. Kemudian makanan-makanan ini aku titipkan di warung-warung terdekat dan juga dikantin sekolah yang dekat dari rumahu. Usaha ini berlangsung lumayan lama, hampir 5 tahun lebih, disini usaha kami berjalan lanjar.
Dan disisi lain aku juga ingin merambah dalam usaha konveki pakaian. Keinginanku ini bermula ketika aku mengambil dagangan untuk aku jual kembali. Bercerita sedikit tentang pengalamanku ketika jualan pakaian dipasar. Suka duka pasti ada, aku sebelumnya tidak pernah melakukan rutinitas seperti ini. Aku mulai menawarkan pakaian-pakaian itu dari kios satu ke kios yang lain,  pada awal-awalnya banyak yang tidak membeli dagaganku itu, ketika aku menawarkan ada yang cuma geleng-geleng kepala, ada yang cuma lihat-liat, ada yang pura-pura sibuk dan tidak tahu. Rasanya hati ini sedih dan capek, ingin sekali untuk tidak kembali kedunia dagang tersebut. Tapi aku kuatkan hati ini untuk selalu maju dan jangan sampai putus asa. Hari-hari selanjutnya aku mulai kenal dengan orang-orang yang mempunyai kios yang ada dipasar, omsetku berjualan semakin bertambah, dan ada salah satu bakulku bilang bahwa aku disuruh untuk buat pakaian / mendirikan konveksi sendiri.
Alhamdulillah pada tahun yang sama yaitu 1999, aku memulai bisnis konveksi pakaian ini, modal cuma nekat, uang sedikit, dan kepercayaan dari orang-orang. Usaha ini semakin hari semakin berkembangan sampai hari ini, dan Alhamdulillah dari usaha ini sudah cukup menyejahteraan keluarga kami, karena semua saudara-saudarau bekerja di konveksi ini dan menjadikan sebagai sumber utama penghasilan. Hidup keluarga kami yang mulanya miskin dan sering dikucilkan masyarakat kini alhamdulillah satu tahap menjadi maju. Semoga menjadi berkah buat kami semua.

(Kisah Nyata)

No comments:

Post a Comment